Krisis Iklim, Es di Arktika Terancam Menghilang Pada 2035

By Gita Laras Widyaningrum, Rabu, 12 Agustus 2020 | 15:41 WIB
Matahari terbit di pagi hari di Arktika. (Florian Ledoux)

Nationalgeographic.co.id – Sekitar 127 ribu tahun lalu, selama periode interglasial terakhir, suhu di Arktika meningkat sekitar 2 hingga 6°C—melelehkan semua es laut di Kutub Utara Bumi.

Kala itu, pohon kayu keras seperti oak dan hazel dapat tumbuh di wilayah yang sekarang kita sebut Lingkaran Arktika.

Kini, sebuah studi terbaru menggunakan pemodelan iklim dari Met Office Hadley Centre Inggris, memungkinkan ilmuwan untuk membandingkan es laut Arktika selama periode interglasial akhir dengan kondisi sekarang, seperti yang dikutip dari The Independent.

Baca Juga: Ditemukan Kadar Polutan Beracun yang Tinggi Pada 83 Paus dan Lumba-lumba

Para peneliti mengatakan, bukti yang mereka temukan menunjukkan bahwa Arktika bisa kehilangan es laut sepenuhnya dalam waktu 15 tahun. Berdasarkan model iklim, sinar matahari musim semi yang intens mengakibatkan terciptanya “kolam lelehan”.

Kolam lelehan ini sangat penting karena menentukan seberapa banyak sinar matahari yang akan diserap lapisan es dan mana yang direfleksikan kembali ke luar angkasa.

Es memiliki tingkat pemantulan yang lebih tinggi dibanding air. Dengan kata lain, saat kolam lelehan tercipta—apalagi dalam ukuran yang cukup besar—maka sinar matahari yang terserap ke Bumi jauh lebih banyak.

Pada akhirnya, peristiwa ini menyebabkan es yang tersisa di Kutub semakin mencair.

Baca Juga: Muncul Awan Seperti Gelombang Tsunami di Aceh, Ini Penjelasan BMKG

Dr Louise Sime, ahli pemodelan paleoiklim dari British Antartic Survey, mengatakan: “Kami tahu Arktika sedang mengalami perubahan signifikan seiring memanasnya Bumi. Dengan memahami apa yang terjadi pada periode interglasial, kita dapat memprediksi kondisi di masa depan.”

“Kemungkinan es laut di Arktika akan menghilang pada 2035. Oleh sebab itu, kita harus berfokus pada upaya pengurangan karbon secepat mungkin,” pungkasnya.

Penelitian ini dipublikasikan pada jurnal Nature Climate Change.