Nationalgeographic.co.id – Sebuah analisis pada 83 lumba-lumba dan paus yang terdampar di pesisir pantai Amerika Serikat dari 2012-2018 menunjukkan bahwa lapisan lemak mereka mengandung polutan beracun dengan kadar yang mengkhawatirkan.
Penemuan yang dipublikasikan pada jurnal Frontiers in Marine Science, mengungkapkan bahwa polutan dari herbisida, kemasan makanan, pasta gigi, sabun, detergen, dan mainan, berhasil masuk ke jaringan tubuh hewan laut tersebut.
Ini merupakan studi pertama yang melaporkan konsentrasi polutan dalam lemak lumba-lumba dan paus—termasuk pada lumba-lumba moncong putih dan paus paruh Gervais yang catatan ilmiahnya masih sangat jarang.
Baca Juga: Membicarakan Masalah Sampah Plastik, Semangat Kolaborasi Menuju Kehidupan Lestari
Dipimpin oleh para peneliti dari Harbor Branch Institute, Florida Atlantic University, studi tersebut menganalisis sampel lemak untuk mengukur konsentrasi lima racun organin, termasuk atrazin, DEP, NPER, bisphenol-A, dietil ftalat, dan triklosan. Data kemudian dilengkapi dengan analisis sampel yang mengukur kehadiran elemen dan kandungan bahan beracun dari industri.
Analisis menunjukkan bahwa beberapa faktor memengaruhi konsentrasi racun dan elemen pada lemak cetacea tersebut, termasuk jenis species, seks, usia, dan tempat tinggal. Sebagai contoh, lumba-lumba hidung botol memiliki konsentrasi timbal, mangan, merkuri, selenium, talium, dan seng yang jauh lebih tinggi pada hati mereka. Sementara paus sperma memiliki kadar NPE, arsenik, kadmium, kobalt, dan zat besi yang lebih tinggi.
Pada lumba-lumba hidung botol betina, arsenik adalah unsur yang paling memprihatinkan, mengingat jumlahnya lebih banyak dibanding pada laki-laki dewasa.
Perbedaan ini menunjukkan pentingnya lokasi geografis bagi kesehatan lumba-lumba, juga bagaimana perubahan lingkungan laut dapat sangat memengaruhi kesehatan hewan.
Baca Juga: Rencana Fukushima Buang Air yang Terkontaminasi Radioaktif ke Laut, Amankah?
Para ilmuwan menyatakan bahwa polutan beracun ini masuk ke lingkungan laut dalam bentuk limpasan air yang tercemar atau dari bahan kimia pada plastik sekali pakai yang dibuang ke sana.
Bahan kimia spesifik yang terdeteksi berkaitan dengan kemasan makanan, deterjen, dan bahkan mainan anak-anak, beberapa di antaranya mengandung ftalat berbahaya.
"Kita harus melakukan sesuatu untuk mengurangi jumlah racun yang masuk ke lingkungan laut. Mereka memiliki implikasi bagi kesehatan dan lingkungan, tidak hanya bagi kehidupan laut tetapi juga manusia,” kata Dr Annie Pahe-Karjian, asisten profesor peneliti dan dokter hewan klinis dari Harbor Branch Institute, Florida Atlantic University.
"Bahan kimia ini bekerja melalui rantai makanan dan menjadi lebih terkonsentrasi di tempat yang lebih tinggi. Ketika lumba-lumba dan paus memakan ikan dengan konsentrasi bahan kimia tersebut, unsur-unsur beracun masuk ke dalam tubuh mereka. Hal yang sama juga bisa terjadi pada manusia ketika mengonsumsi hewan laut," pungkasnya.
Source | : | IFL Science |
Penulis | : | Gita Laras Widyaningrum |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR