Nationalgeographic.co.id—Perkembangan kota akan menyedot sumber daya dari kawasan sekitarnya. Tumbuhnya populasi kota selalu berkait dengan dampak lingkungan.Salah satunya, permasalahan plastik yang tak berkesudahan.
Surabaya sebagai metropolitan di timur Jawa pun mengalami dera sampah plastik. Setidaknya, setiap harinya kota ini menghasilkan 400 ton sampah plastik. Mau dibawa ke mana kota ini?
Reduksi penggunaan kantong plastik sudah ada di surat edaran Gubernur Jawa Timur. Respons Walikota Tri Rismaharini, dia membuat pemanfaatan gas metana di tempat pembuangan akhir. Transportasinya juga sudah mengadopsi bayar pakai botol plastik. Surabaya adalah kota yang punya pengaruh karena menjalankan 3R (reuse, reduce, recycle). 3R adalah sebuah alternatif dari ekonomi yang biasanya linier—produksi, pakai, lalu buang—bagian dari ekonomi sirkular.
Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, meyakini juga bahwa ekonomi sirkular baik untuk lingkungan, khususnya lautan. Dia pun turut mengingatkan terdapat delapan juta ton sampah plastik di Asia Tengara membanjiri laut.
Itu menjadi sebab juga, mengapa Surabaya menjadi salah satu proyek ekonomi sirkular. Pada isu lingkungan, pemerintah Jawa Timur punya mekanisme finansial insentif. Seperti bank sampah dan pemanfaatan listrik dari sampah yang jadi syarat Adipura.
Namun, penggunaan plastik pada pelaku industri masih belum ada pelarangan. Faktor ekonomilah yang jadi pertimbangan. "Kenapa kemudian tidak ada larangan kemasan plastik pada pelaku industri?" kata Emil. "Ada juga tantangan yang kita hadapi. Artinya kita mendapat peluang ekonomi."
Emil mengungkapkan pemikirannya dala acara "Berbagi Cerita" yang bertajuk Surabaya Local Heroes: Ekonomi Sirkular Sebagai Upaya Atasi Sampah Plastik. Diskusi daring ini merupakan kolaborasi National Geographic Indonesia bersama AQUA. Diskusi ini turut menampilkan sederet pembicara yang mendalami ekonomi sirkular.
Pemapar lain, Duala Oktoriani, Project Managger OPPA (Ocean Plastic Prevention Accelerator) by Secondmuse menunjukan peta alur sampah. Bagaimana kompleksitas alur perjalanan sampah plastik maupun organik.
"Ini gimana kompleksnya sebuah alur perjalanan sampah plastik maupun orgnanik. Ada pemulung, pengepul, bank sampah kecil/induk. Belum lagi peran dinas kebersihan dan ruang terbuka hijau. Itu semua bekerja bersama," ucap Duala.
Menurut Duala, pengelolaan sampah di suatu daerah tidak ada jalan pintas dan solusi yang universal. Inovasi, pada acuanya, mengarah pada konteks lokal. Segala kebijakan harus beradaptasi dengan lingkungan setempat. Juga bagaimana edukasi terhadap anak-anak terkait sampah plastik.
"Untuk memberi edukasi ke anak harus memahami psikologinya. Karena anak suka bermain kita mengedukasi melalui ular tangga dan permainan basket. Yang di dalamnya ada nilai edukasi. Kita harus mendesain permainan yang sesuai. Studi kasus di suatu tempat akan berbeda di tempat lain," kata Duala.