Ekonomi Sirkular Sebagai Upaya Atasi Sampah Plastik di Surabaya

By Fikri Muhammad, Rabu, 30 September 2020 | 22:33 WIB
Gedung Siola di kawasan Tunjungan yang legendaris. Surabaya menjelma sebagai metropolitan di timur Jawa, yang perlu solusi pengurangan sampah plastik setiap harinya. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Perkembangan kota akan menyedot sumber daya dari kawasan sekitarnya. Tumbuhnya populasi kota selalu berkait dengan dampak lingkungan.Salah satunya, permasalahan plastik yang tak berkesudahan.

Surabaya sebagai metropolitan di timur Jawa pun mengalami dera sampah plastik. Setidaknya, setiap harinya kota ini menghasilkan 400 ton sampah plastik. Mau dibawa ke mana kota ini?

Reduksi penggunaan kantong plastik sudah ada di surat edaran Gubernur Jawa Timur. Respons Walikota Tri Rismaharini, dia membuat pemanfaatan gas metana di tempat pembuangan akhir. Transportasinya juga sudah mengadopsi bayar pakai botol plastik. Surabaya adalah kota yang punya pengaruh karena menjalankan 3R (reuse, reduce, recycle). 3R adalah sebuah alternatif dari ekonomi yang biasanya linier—produksi, pakai, lalu buang—bagian dari ekonomi sirkular.

Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, meyakini juga bahwa ekonomi sirkular baik untuk lingkungan, khususnya lautan. Dia pun turut mengingatkan terdapat delapan juta ton sampah plastik di Asia Tengara membanjiri laut. 

Itu menjadi sebab juga, mengapa Surabaya menjadi salah satu proyek ekonomi sirkular. Pada isu lingkungan, pemerintah Jawa Timur punya mekanisme finansial insentif. Seperti bank sampah dan pemanfaatan listrik dari sampah yang jadi syarat Adipura.

Namun, penggunaan plastik pada pelaku industri masih belum ada pelarangan. Faktor ekonomilah yang jadi pertimbangan. "Kenapa kemudian tidak ada larangan kemasan plastik pada pelaku industri?" kata Emil. "Ada juga tantangan yang kita hadapi. Artinya kita mendapat peluang ekonomi."

Emil mengungkapkan pemikirannya dala acara "Berbagi Cerita" yang bertajuk Surabaya Local Heroes: Ekonomi Sirkular Sebagai Upaya Atasi Sampah Plastik. Diskusi daring ini merupakan kolaborasi National Geographic Indonesia bersama AQUA. Diskusi ini turut menampilkan sederet pembicara yang mendalami ekonomi sirkular.

Penanganan sampah plastik melalui pendekatan sirkular ekonomi demi lingkungan yang lebih baik. (Shutterstock)

Pemapar lain, Duala Oktoriani, Project Managger OPPA (Ocean Plastic Prevention Accelerator) by Secondmuse menunjukan peta alur sampah. Bagaimana kompleksitas alur perjalanan sampah plastik maupun organik.

"Ini gimana kompleksnya sebuah alur perjalanan sampah plastik maupun orgnanik. Ada pemulung, pengepul, bank sampah kecil/induk. Belum lagi peran dinas kebersihan dan ruang terbuka hijau. Itu semua bekerja bersama," ucap Duala. 

Menurut Duala, pengelolaan sampah di suatu daerah tidak ada jalan pintas dan solusi yang universal. Inovasi, pada acuanya, mengarah pada konteks lokal. Segala kebijakan harus beradaptasi dengan lingkungan setempat. Juga bagaimana edukasi terhadap anak-anak terkait sampah plastik.

"Untuk memberi edukasi ke anak harus memahami psikologinya. Karena anak suka bermain kita mengedukasi melalui ular tangga dan permainan basket. Yang di dalamnya ada nilai edukasi. Kita harus mendesain permainan yang sesuai. Studi kasus di suatu tempat akan berbeda di tempat lain," kata Duala.

OPPA by Secondmuse merupakan pendukung organisasi dan lembaga yang bergerak pada level berskala, dari kecil ke lebih tinggi. Organisasi ini mendukung program inovasi lokal terkait ekonomi berkelanjutan pada lingkungan dan sosial. Garis besarnya, sebagai fasilitator dan penghubung antar lembaga dan komunitas.

Baca Juga: Studi Terbaru: Masalah Sampah Plastik di Bumi Sudah di Luar Kendali

Peta Alur Sampah oleh OPPA (Presentasi Duala Oktoriani)

Bergulirnya ekonomi sirkular di Surabaya butuh kemitraan antara komunitas, pemerintah, dan perusahaan. Hermawan Some, Kordinator Komunitas Nol Sampah, yakin masyarakat masih butuh diedukasi. Oleh karena itu, ia melakukan pendampingan dan aksi. 

Pada 2009-2015, Komunitas Nol Sampah di Surabaya giat menggelar aksi "rampok kresek" di sepanjang car free day. Mereka mengajak warga untuk menukarkan kantong kresek dengan tas kain. Kegiatan "rampok kresek" menjadi harapan supaya orang 'diet' menggunakan tas berbahan plastik untuk kegiatan sehari-hari.

Komunitas Nol Sampah juga berdampingan dengan komunitas lain dalam aksinya. Salah satunya Bonek Garis Hijau. Mereka berkolaborasi saat mencopot paku-paku Pilkada yang ada di pohon-pohon. Mereka juga mengingatkan para politisi dan pendukungnya supaya melek dalam pelestarian pohon.

"Di Surabaya ini," kata Hermawan, "potensi komunitas sangat luar biasa. Ketika kami ngajak respons-nya luar biasa. Memang fokus kami bagaimana mengatasi sampah plastik sejak 2009 akan menjadi masalah serius kedepan. Di satu sisi kami mengurangi penggunaannya. Untuk melakukan ekonomi sirkular banyak hal yang kita harus perbaiki."

Baca Juga: Apakah Ekonomi Sirkular Bisa Sebagai Solusi Permasalahan Lingkungan?

()

Komitmen kebaikan alam, melalui pendekatan ekonomi sirkular, adalah suatu upaya yang dilakukan AQUA sebagai produsen. Sejak 1983, produsen air minum dalam kemasan ini sudah menerapkan ekonomi sirkular melalui kemasan galon yang bisa dipakai berulang-ulang.

"Kami ingin menjadi bagian solusi terkait permasalahan sampah kemasan. Dan memang kami menyadari yang kami lakukan masih belum menjadi harapan, tapi kami ingin menjadi bagian dari perubahan," kata Karyanto Wibowo selaku Sustainable Director Danone Indoensia.

Dia melanjutkan, "Karena kami berharap gerakan #BijakBerplastik akan menjadi gerakan yang membumi dan tidak sulit untuk kita implementasikan. Kita ingin berusaha transparan apa adanya dan ingin berkolaborasi dengan berbagai pihak."

Kini, beberapa dekade setelah kemasan galon lepas di pasaran, komitmen ekonomi sirkular produsen air minum dalam kemasan ini hadir dengan Gerakan #BijakBerplastik. Pengumpulan, edukasi, dan inovasi merupakan bagian dari #BijakBerplastik.

Pada pengumpulan, Karyanto mendukung tempat pengelolaan sampah dan pemulung untuk pemilahan sampah plastik. Edukasi nerupakan hal yang substantif sehingga perlu dilakukan secara terstruktur kepada masyarakat. Mereka mendatangi sekolah-sekolah sembari mengedukasi perilaku konsumsi plastik yang bijak.

Karyanto juga telah membangun model TPST (Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu) di Jawa Timur (Samtaku-Lamongan) untuk gerakan #BijakBerplastik. Tujuanya mengurangi beban sampah langsung ke TPA (Tempat Pemrosesan Akhir). 

"Jadi sampah organik itu akan diolah dan dijadikan kompos. Kompos kita bagikan ke masyarakat. Sementara kemasan plastik kita olah. Sehingga kemudian itu tidak masuk ke TPA. Di fasilitas itu ada sarana edukasi, sehingga anak anak sekolah tahu isunya seperti apa," tutur Karyanto.