Visi Baru Viking

By , Senin, 10 April 2017 | 19:59 WIB
“Jika Anda tinggal di Prancis barat laut pada akhir abad kesembilan,” kata Price, “pasti mengira dunia sedang kiamat.”

Penjarah masa awal merencanakan serangan untuk bulan-bulan musim panas. Mereka sering berangkat hanya dengan beberapa kapal dan mungkin seratus petarung. Dengan persenjataan besi berlimpah, penjarah menyerang dan membantai dengan cepat, berlayar kembali sebelum penduduk sempat menyusun pertahanan. Di Prancis, pada abad kesembilan saja, penjarah Viking menyerang lebih dari 120 permukiman, menghabisi, memereteli harta gereja, dan memperbudak korban yang hidup. “Jika Anda tinggal di Prancis barat laut pada akhir abad kesembilan,” kata Price, “pasti mengira dunia sedang kiamat.”

Sementara logam berharga mengalir ke Skandinavia, para pemuda berbondong-bondong ke balai besar pemimpin Viking, bersemangat untuk bersumpah setia. Hal yang berawal sebagai penjarahan kecil dengan dua-tiga kapal, perlahan berevolusi menjadi armada 30 kapal, lalu lebih banyak lagi. Menurut catatan sejarah masa itu, ratusan kapal Viking tiba di pesisir timur Inggris pada 865, membawa kawanan rakus yang disebut oleh penulis sebagai micel here, pasukan besar. Mendesak masuk, para penyerbu ini mulai melibas kerajaan-kerajaan Anglo-Saxon dan merebut tanah-tanah luas untuk dijajah.

Persis di luar kota Lincoln modern, arkeolog Julian D. Richards dari University of York mempelajari salah satu perkemahan musim dingin pasukan besar itu. Perkemahan itu, yang kini ber-nama Torksey, cukup untuk menampung 3.000 hingga 4.000 orang. Tetapi, penemuan di sana menunjukkan bahwa pasukan besar itu bukan sekadar kekuatan militer. Pandai besi melelehkan barang jarahan, dan para saudagar berdagang. Anak-anak berlarian di ladang becek, dan kaum perempuan berkegiatan—mungkin termasuk memimpin pasukan dalam perang di beberapa bagian dunia Viking.

Salah satu teks Irlandia awal mencatat, perempuan bernama Inghen Ruaidh—atau Gadis Merah, sesuai warna rambutnya—memimpin armada kapal Viking ke Irlandia pada abad ke-sepuluh. Bio-arkeolog Anna Kjellström dari Stockholms Universitet baru-baru ini menganalisis kerangka tulang petarung Viking yang ditemukan di pusat perdagangan tua Birka, Swedia. Kawan dan kerabatnya melengkapi makam dengan setumpuk senjata mematikan, dan selama puluhan tahun arkeolog berasumsi bahwa petarung elite itu lelaki. Tetapi, saat mempelajari tulang panggul dan rahang bawah petarung itu, Kjellström menemukan bahwa lelaki itu sebenarnya perempuan.

Perempuan Viking tak bernama ini tampaknya dihormati oleh banyak petarung Viking. “Di pangkuannya terdapat pion permainan,” kata arkeolog Charlotte Hedenstierna-Jonson dari Uppsala Universitet. “Ini menandakan dialah penyusun taktik dan bahwa dia pemimpin.”

Armada yang membawa kematian dan kehancuran ke Eropa barat juga mengangkut budak dan komoditas ke pasar yang tersebar dari Turki hingga Rusia barat, dan mungkin Iran. Pejabat Arab dan Bizantium abad pertengahan menggambarkan konvoi saudagar dan pedagang budak Viking bersenjata yang disebut bangsa Rus, yang sering menyusuri jalur sungai ke Laut Hitam dan Laut Kaspia. “Saya belum pernah melihat perawakan yang lebih sempurna daripada mereka,” komentar Ahmad Ibn Fadlan, tentara dan diplomat Arab abad ke-10 dari Baghdad. “Setiap orang membawa kapak, pedang, belati.”

“Saya belum pernah melihat perawakan yang lebih sempurna daripada mereka,” komentar Ahmad Ibn Fadlan, tentara dan diplomat Arab abad ke-10 dari Baghdad. “Setiap orang membawa kapak, pedang, belati.”

Untuk memahami perdagangan selatan ini, kini para arkeolog menggali situs di sepanjang jalur ke dunia Bizantium dan Muslim. Suatu hari menjelang siang saat Juni, sekitar 370 kilometer di barat daya Moskow, Veronika Murasheva, arkeolog Museum Sejarah Negara di Moskow, me-nyusuri tepi Sungai Dnieper yang dulu ditempati kota kecil abad pertengahan. Didirikan oleh pen-jelajah Viking lebih dari 1.100 tahun silam, Gnezdovo terletak di dua jalur dagang besar: Sungai Dnieper-—mengalir ke Laut Hitam, dan kumpul-an kali yang mengalir ke Sungai Volga, yang bermuara ke Laut Kaspia. Gnezdovo jelas diuntungkan oleh geografi ini, tumbuh makmur dengan luas hingga 30 hektare lebih.

Kini, Gnezdovo diliputi hutan dan padang rumput, tetapi selama satu setengah abad ini, para arkeolog Rusia menemukan benteng bukit, timbunan harta, simpanan harta, bengkel, pelabuhan, dan hampir 1.200 makam yang berisi artefak mewah. Mereka menemukan bahwa di Gnezdovo ada seorang elite Viking kaya yang menerima upeti dari penduduk Slavia setempat dan mungkin mengelola aspek perdagangan selatan. Setiap tahun, setelah musim semi me-lelehkan salju, pedagang Viking berangkat dari Gnezdovo dengan kapal penuh barang mewah—kulit bulu, madu, lilin lebah, bongkah ambar, gading walrus—dan kargo budak. Menurut Murasheva, banyak kapal yang menuju Laut Hitam dan Konstantinopel, ibu kota Kekaisaran Bizantium dan kota yang berpenduduk 800.000 jiwa lebih pada masa itu. Pedagang Viking berkeliling pasar, menjual kargo dan membeli komoditas yang digemari: amphora anggur dan minyak zaitun, sutra, dan tekstil langka lainnya.!break!

Pedagang Viking lain pergi lebih ke timur dari Gnezdovo, mengikuti kali yang berkelok melintasi Rusia bagian barat ke Sungai Volga. Di pasar di sepanjang sungai dan di sekeliling Laut Kaspia, pembeli Muslim membayar mahal untuk membeli budak asing. Para pembeli timur mem-bayar dengan tumpukan uang perak yang disebut dirham, sumber kekayaan penting bagi Viking.

Dengan menelusuri laporan dan basis data arkeologi, Marek Jankowiak, sejarawan abad pertengahan dari Oxford University, menemukan catatan tentang seribuan timbunan dirham yang dikubur pedagang Viking dan orang Viking lain di seluruh Eropa. Jankowiak memperkirakan bahwa pedagang budak Viking mungkin menjual puluhan ribu tawanan Eropa timur, sebagian besar orang Slavia, sebagai budak pada abad ke-10 saja. Mereka memperoleh jutaan dirham perak—harta yang sangat banyak pada masa itu. Di dunia Viking, tempat para pemimpin sering mengganjar petarung dengan hadiah perak, jalan ke selatan adalah jalan menuju kekuasaan.

Di aula yang diterangi api milik pemimpin Nordik, para pendongeng juga bercerita ten-tang perjalanan awal ke barat. Pendongeng me-nuturkan kisah seorang pedagang, Bjarni Herjólfsson, yang tersesat dalam kabut tebal saat berlayar dari Islandia ke Greenland.

Saat kabut terangkat, Herjólfsson dan anak buahnya melihat tanah baru yang tak mirip Greenland. Tanah itu berselimut hutan. Namun, Herjólfsson tidak berminat menjelajahinya, jadi dia mengarahkan kapal ke laut. Orang Viking yang tersesat itu tak sengaja sampai di Dunia Baru—tampaknya orang Eropa pertama yang memandang pesisirnya. Itulah awal perjalanan Viking ke Amerika Utara.