Nationalgeographic.co.id—Pada masa lalu, Pulau Bangka pernah memiliki bermacam nama. Mulai dari Vanka (Wangka), Monopin, Mayit-Dong, China Bato, dan Banka. Nama-Nama itu tertulis pada buku sastra Hindu abad ke-1 Millndrapantha dan buku suci Hindu-Buddha bernama Nidessa.
Sejarawan George Cœdès juga menyebutkan bahwa sebelum abad pertama, banyak pelaut dari India yang berdatangan ke Wangka—dalam bahasa Sansekerta berarti timah. Sehingga dari ketiga catatan penting itu diduga kuat bahwa penggalian timah sudah ada di Bangka sejak awal abad pertama.
Setelah berabad lamanya, kerajaan-kerajaan kuno juga menyimpan catatan timah di Bangka. Seperti Kerajaan Sriwijaya dengan ditemukanya prasasti Kota Kapur yang bercerita soal penambangan timah di Pulau Bangka pada abad ke-7.
Baca Juga: Teh Tayu, Warisan Budaya Tionghoa Bangka yang Menggantikan Timah
Penggunaan timah saat itu menurut Fakhrizal Abubakar, Kepala Museum Timah Indonesia (TMI) Muntok adalah untuk media barter dan menjadi bahan prasasti. Namun penggalian timahnya masih berskala kecil dengan alat yang sederhana—timah permukaan (timah kulit).
Baru pada masa Kesultanan Palembang di bawah pimpinan Sultan Mahmud Badaruddin I pada 1730-an sampai 1740-an penambangan timah di Pulau Bangka dilakukan secara besar-besaran.
Ceritanya, Sultan Mahmud Bahaduruddin I menikahi istri muda keturunan Tionghoa dari Johor-Siantan bernama Mas Ayu Ratu Zamnah alias Lim Ba Nio. Kemudian, Zamnah minta dicarikan tempat tinggal baru. Ditunjuklah Kota Muntok di Bangka Barat dan dibangun tujuh rumah untuk Zamnah dan keluarganya dari Johor.
“Muntok adalah hadiah Sultan Palembang untuk Zamnah. Otomatis Muntok menjadi pusat Pulau Bangka dan kemudian menjadi daerah yang spesial (khusus keluarga bangsawan),” Kata Suwito Wu, Ketua Heritage of Tionghoa Bangka.
Baca Juga: Sutan Muhammad Amin, Salah Satu Tokoh Sumpah Pemuda yang Berjasa
Nama Muntok sendiri memiliki asal-usulnya. Saat Zamnah melakukan pelayaran, ia menunjuk sebuah daratan. Lalu disebutlah "entok" yang dalam Bahasa Johor artinya “itu”.
Lama kelamaan daerah tersebut bertoponimi Mentok. Lalu perubahan nama lainya mengikuti kemudian. “Muntok adalah ejaan dalam Bahasa Belanda. Mereka tidak bisa mengeja huruf e,” demikian Suwito menjelaskan mengapa Kota Mentok sekarang disebut Muntok.
Setelah Zamnah menempati Muntok, kota itu dibuat lebih teratur dengan pemerintahan dan pembangunan yang pesat. Tokoh yang ditujuk oleh Kesultanan Palembang untuk mewujudkan harapan itu adalah Wan Akub, paman Zamnah. Ia ditunjuk sebagai kepala negeri dan kepala pertambangan timah di Bangka saat itu.