Cerita Kolong Timah Bangka di Masa Lalu Sampai Masa Sekarang

By Fikri Muhammad, Kamis, 3 Desember 2020 | 10:00 WIB
Salah satu bekas tambang timah di Kampung Menjelang Baru Kecamatan Muntok. Daerah ini menjadi bekas tambang terbesar di Muntok yang ditambang oleh swasta. (Fikri Muhammad)

Inggris membentuk residen dan mengubah nama Mentok menjadi Minto. Hubungan dagang Kesultanan Palembang dengan VOC diputus dan digantikan dengan East India Company (EIC)—dengan Lord Minto sebagai Gubernur Jenderal India.

Namun pada 1814 muncul Traktat London I, mewajibkan Inggris untuk menyerahkan Bangka kepada Pemerintahan Kolonial Belanda. Sehingga pada 1816 Belanda menguasai Bangka secara penuh.

Tiga tahun kemudian 1819 Belanda membentuk Banka Tin Winning Bedrijf (BTW), sebuah perusahaan timah milik negara Belanda. Serta menjual timah dengan merek bernama BANKA.

Baca Juga: Kisah Tak Terperi Para Kuli Hindia Belanda

Sejak era BTW di zaman Belanda. Merek bernama BANKA sudah terkenal ke berbagai negara. (Fikri Muhammad)

Belanda tetap mengambil pekerja tambang timah dari Tionghoa. Menurut Mary Somers dalam bukunya Timah Bangka dan Lada Mentok menyebutkan bahwa pada tahun 1816 terdapat 2.528 penambang Tionghoa dan 2.123 penduduk Tionghoa lainya yang menyebar di Pulau Bangka.

Belanda pun melakukan kemajuan pada mekanisasi penambangan. Yakni sistem pompa air dengan tenaga uap bernama lokomobil. Kemudian muncul tenaga semprot untuk menambang lahan timah.

Namun dalam sejarah pertambangan, kuli kontrak timah memiliki reputasi sebagai kelompok yang sulit diatur. Kerap kali para mandor menjadi sasaran kemarahan kuli-kuli itu menurut Mary Somers.

Pemberontakan kuli tambang yang begitu sohor tercatat berada di bawah pimpinan Liu Nge pada 1889. Pemberontakan ini menolak ketidakadilan yang terjadi di pertambangan. Para kuli kontrak resah dengan upah minim yang dibayar Belanda tidak sesuai dengan yang dijual ke Batavia dengan harga yang tinggi.

Liu Nge merupakan seorang buruh tambang yang memiliki banyak pengikut. Mereka merampas harta milik Belanda. Konon hartanya dibagikan kepada kuli tambang sebagai bentuk suara ketidakadilan. “Mereka menjadi model dari “bandit sosial” semacam Robin Hood,” catat Mary Somers.

Liu Nge kemudian dieksekusi pada 1900 di Mentok. “Dalam catatan Belanda ia digantung, tapi versi cerita mulut ke mulu ia ditembak,” Suwito menceritakan akhir kisah Liu Nge.

Baca Juga: Cerita Kuli Perkebunan di Balik Kubah Lonceng Megah AVROS Medan