Mengenal Tari Jalak Anguci, Tarian Penuh Cerita dari Komunitas Kolok di Bali

By Yussy Maulia, Senin, 30 November 2020 | 22:39 WIB
Tari Jalak Anguci oleh komunitas Kolok Bengkala di Bali. ()

Nationalgeographic.co.id – Dua gadis dengan selendang yang diikatkan ke pinggang berdiri tegak, saling berdampingan. Keduanya tampak serius menatap para penabuh musik, menunggu aba-aba gerakan salah satu dari mereka.

Ketika sang penabuh kendang menggerakkan tangannya, kedua penari tersebut mulai menari dengan gerakan sederhana, tetapi seirama. Sesekali, selendang mereka dikepakkan bagai sayap.

Kedua gadis tersebut adalah Kolok Darsih dan Kolok Astari dari Desa Bengkala, Bali. Kolok, merupakan sebutan dalam bahasa Bali yang berarti tuli bisu.

Meski hanya dibalut kaos dan selendang seadanya, kedua gadis itu tampak menghayati setiap gerakannya seolah sedang berada di atas panggung pertunjukkan.

Baca Juga: Manfaatkan Teknologi, Roh Tari Topeng Mimi Rasinah Bangkit di Tengah Pandemi

Padahal, mereka hanya sedang memperagakan tarian Jalak Anguci untuk kelas tari bertajuk “Kelas Tari Kolok Bengkala: Tari Jalak Anguci” Kamis (26/11/2020).

Kelas tari daring ini digagas oleh PT Pertamina (Persero) yang bekerjasama dengan National Geographic Indonesia. Tujuannya, untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia agar tidak tergerus zaman.

Selain itu, kelas tari ini diciptakan sebagai langkah untuk membangkitkan sanggar tari komunitas Kolok Bengkala yang sempat pupus akibat pandemi Covid-19.

Meski demikian, semangat para penari tetap tercetak di wajah mereka tatkala menunjukkan setiap gerakan yang saling bersinkronisasi.

Tarian unik untuk komunitas yang unik

Baca Juga: Lestarikan Budaya Bali, Penari Kolok di Desa Bengkala Bertahan Tunjukkan Eksistensi di Tengah Pagebluk

Tari Jalak Anguci merupakan salah satu tarian yang diciptakan khusus untuk komunitas kolok. Tarian ini terinspirasi dari burung Jalak Bali sebagai ikon Pulau Dewata.

Adalah Ida Ayu Tresnawati atau disapa akrab Ibu Dayu, seorang dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar yang menciptakan tarian ini pada tahun 2017.

Diceritakan oleh Ibu Dayu, Tari Jalak Anguci ditarikan dua orang penari perempuan warga kolok dengan ciri khas busana pakaian yang menyerupai burung jalak. Gerakan tarian dibuat meniru burung Jalak yang selalu berdua, ceria, berkejar-kejaran tanpa menghiraukan burung-burung di sekitarnya

Burung Jalak juga dikenal setia. Ketika mereka menemukan pasangannya, mereka akan tetap terbang kesana-kemari berdua walaupun dalam satu penangkaran. Ini melambangkan kehidupan komunitas kolok yang hidup dalam satu desa pun akan selalu bersama.

Sementara, anguci berarti suara yang merdu. Hal ini melambangkan keberadaan Desa Bengkala dengan keunikan komunitas koloknya, sehingga harus terus dikembangkan potensinya.

Baca Juga: Menjaga Kelestarian Jalak Bali Melalui Penangkaran dan Pelepasliaran

“Saya berpikir, bagaimana (supaya) kolok ini menarikan tarian, (tapi) tidak dilihat bahwa itu adalah masyarakat kolok. Makanya, saya membuat metodologi baru, sehingga penabuh itu yang mengiringi tarian,” tutur Ibu Dayu yang turut hadir dalam acara kelas tari sore itu.

Kembali dijelaskan Ibu Dayu, peran penabuh musik juga dinilai sangat penting. Sebab, setiap pergantian gerakan, penabuh akan memberi kode pada penari lewat gerakan tertentu. Itulah sebabnya, penari kolok selalu diiringi musik secara langsung, bukan rekaman.

“Saya (ingin) menyetarakan, bahwa kita sama-sama mampu semuanya untuk berkesenian di kehidupan ini,” ujarnya.

Gerakan tarian yang sederhana

Dalam kelas tari yang digelar sore hari tersebut, Ibu Dayu ditemani oleh Kolok Darsih dan Kolok Astari memeragakan beberapa gerakan tarian sederhana yang cukup memukau.

Baca Juga: Tari Topeng Denny Malik Terinspirasi dari Pandemi

“Tarian ini memang sengaja diciptakan untuk kelompok kolok Bengkala, yang gerakannya sangat sederhana agar mereka bisa menghafalkan,” ujar Ibu Dayu menjelaskan.

Pada kesempatan itu, Ibu Dayu menjelaskan beberapa gerakan dasar, salah satunya tapak sirang pada, yang dalam bahasa Bali artinya telapak kaki menyerong dengan tumit kaki kiri dan kanan saling menempel. Sementara, posisi pinggul dibuat agem kanan atau condong kanan.

Gerakan itu turut diperagakan oleh Kolok Darsih dan Kolok Astari yang mendampingi Ibu Dayu.

Pada posisi tangan, tangan kanan dibuat sirang mata atau sejajar dengan mata, sementara tangan kiri dibuat sirang susu atau sejajar dengan dada. Tarian dilanjutkan dengan gerakan ukel tangan atau memutar tangan kanan dengan lihai.

Untuk melengkapi esensi dari tarian yang mengambil inspirasi dari Tari Jalak Anguci, Ibu Dayu kembali mencontohkan gerakan ‘terbang’ dengan merentangkan selendang dengan lebar.

Baca Juga: Rencanakan Liburan Lebih Bermakna, Kunjungi 4 Destinasi Ekowisata di Bali Ini

“Kaki menjinjit, kemudian (posisi) badan harus rendah, lalu digerakkan (seolah seperti terbang). Kakinya harus cepat, seperti gerakan bebek,” jelas Ibu Dayu dengan semangat.

Lalu, gerakan dasar terakhir berupa gerakan seperti mendorong ke depan, tetapi dengan gerakan ukel tangan.

“Itu adalah tiga gerakan yang diulang-ulang nantinya, disesuaikan, kemudian digabungkan dengan pola lantai sehingga menjadi satu tarian,” tutup Ibu Dayu.

Terus lestarikan budaya Indonesia

Perjalanan PT Pertamina (Persero) dalam melestarikan kebudayaan Indonesia belum berhenti sampai di sini saja.

Operation Head DPPU Ngurah Rai Abraham AZ Sapulete menyebut, pelestarian budaya merupakan bagian dari program CSR Pertamina yang sering digaungkan.

Baca Juga: Upaya Seniman Tari dan Wayang Orang Memanfaatkan Teknologi untuk Bertahan di Tengah Pagebluk

“(Acara) tari ini ada rangkaiannya, ya. Kemarin (dalam rangka) Hari Guru, kemudian tanggal 3 Desember nanti, Hari Disabilitas Nasional,” tuturnya.

Abraham turut mengatakan, hadirnya acara kelas tari Jalak Anguci ini diharapkan tidak hanya menjadi sekedar hiburan saja, tetapi juga bisa menginspirasi setiap generasi untuk terus melestarikan kebudayaan Indonesia.

“Semoga bisa menjadi inspirasi buat kita semua, ya, bahwa keterbatasan kita bukan halangan untuk kita maju, berinovasi, dan berkembang,” tutup Abraham.