Kisah Garuda Rinjani, Kaum Difabel dari Mataram yang Berdikari

By Yussy Maulia, Kamis, 10 Desember 2020 | 12:57 WIB
Komunitas difabel Garuda Rinjani di Kota Mataram, Lombok ()

Nationalgeographic.co.id – Terlepas dari identitasnya sebagai sentra wisata di Pulau Lombok, Kota Mataram tidak jauh berbeda dengan kebanyakan ibu kota di dunia.

Jika menelisik ke daerah permukimannya, dinamika kehidupan dan sejumlah persoalan sosial penduduknya juga dapat ditemukan.

Menelusur Kota Tua Ampenan, salah satu kecamatan di Mataram yang lokasinya paling dekat dengan Pantai Senggigi, dapat ditemukan sebuah gang sempit yang menjadi saksi jatuh bangunnya warga penyandang disabilitas menyambung kehidupan.

Sebagai warga minoritas, tidak mudah bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menggerakkan ekonomi rumah tangga.

Baca Juga: Desanya Tak Lagi Membara, Warga Sei Pakning Dulang Berkah Wangi dari Lahan Gambut

Di gang sempit tersebut berdiri sebuah pondok milik Yayasan Garuda Rinjani yang menjadi pusat aktivitas mereka.

Alunan irama dangdut menyambut tim National Geographic Indonesia saat berkunjung ke sana, Minggu (20/11/2020).

Sebanyak 10 orang yang tengah bekerja di pondok tersebut ditemani alunan irama tersebut. Mereka bekerja bersama membuat sapu dan kemoceng sembari bercengkrama.

Tangan-tangan terampil mereka merangkai lidi dan bulu-bulu ayam yang jadi bahan pembuatnya. Keterampilan tersebut membuat orang-orang tidak menyangka bahwa mereka memiliki keterbatasan fisik.

Di sekitar mereka berserakan berbagai perkakas dan beberapa alat bantu jalan berupa tongkat kruk. 

Baca Juga: Menilik Buah Manis Konservasi Ekosistem Pantai di Kabupaten Bangkalan

Dari jauh, Sunardi, Ketua Yayasan Garuda Rinjani mengamati teman-temannya yang tengah sibuk bekerja sambil sesekali melempar gurauan. Ia kemudian mengamati sapu-sapu yang sudah selesai dibuat.

“Sebelah sini sepertinya kurang tebal. Coba ditambahkan lagi supaya rapi,” ujarnya sambil membimbing tangan seorang temannya yang merupakan penyandang tuna netra.

Sunardi adalah sosok yang membangkitkan kembali Yayasan Garuda Rinjani yang sempat mati suri selama kurang lebih delapan tahun. Ia menceritakan, yayasan tersebut sebenarnya sudah ada sejak 2004.

Pada 2012, Yayasan Garuda Rinjani kembali aktif dengan pengurus baru dan merangkul 40 orang penyandang disabilitas sebagai anggotanya. Misinya pada saat itu adalah menyejahterakan para penyandang disabilitas di Kota Tua Ampenan.

“Sebagai warga minoritas, sulit untuk memenuhi kebutuhan harian untuk kesejahteraan. Di sisi lain, kami juga ingin mandiri dan tidak hanya bergantung pada bantuan pemerintah atau santunan lainnya,” ujar Sunardi.

Baca Juga: Bebila dan Jalak Anguci, Tarian Sunyi Komunitas Kolok dari Desa Bengkala

Saat menghidupkan kembali yayasan, Sunardi menggandeng Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Pusat. Melalui kerjasama tersebut, ia berhasil mendapatkan dana bantuan dari pemerintah berupa uang tunai dan sembako setiap bulan untuk anggota yayasan.

Meski demikian, Sunardi tak mau anggota yayasannya tergantung pada bantuan dan santunan saja. Akhirnya, diputuskan bahwa anggota juga memenuhi kebutuhan hidup dengan membuat alat-alat kebersihan. Selain karena bahan bakunya mudah didapat, kebutuhan akan alat kebersihan cenderung stabil.

Secara rutin Sunardi memberikan workshop kepada penyandang disabilitas untuk membuat alat-alat kebersihan. Alat-alat kebersihan yang dihasilkan oleh anggota yayasan kemudian dipasarkan ke beberapa tempat.

Selain dititipkan ke toko-toko, alat kebersihan dipasarkan ke sekolah-sekolah dan perkantoran, terutama kantor pemerintahan.

“Jangan sampai mereka mengemis di jalan. Kami mau tunjukkan bahwa kaum penyandang disabilitas juga berkarya dan berdaya. Ibaratnya kami yang tidak punya kaki ini harus bekerja keras agar bisa berdiri di atas kaki sendiri dan kalo bisa bermanfaat bagi yang punya kaki,” ujarnya.

Baca Juga: Bangun Kesadaran untuk Lebih Bijak Gunakan Air, Bagaimana Memulainya?

Nikmah, salah seorang anggota yayasan yang juga pernah ditunjuk sebagai Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Mataram ini mengatakan bahwa kehadiran Garuda Rinjani membuat para penyandang disabilitas tidak merasa sendirian.

“Kalau ikut komunitas gini kita bisa kumpul sesama penyandang (disabilitas), senasib sepenanggungan. Bisa bareng-bareng bertahan hidup,” ujarnya.

Ia juga mengatakan, melalui pertemanan di dalam Yayasan Garuda Rinjani dirinya memperoleh kesempatan untuk memperoleh pekerjaan. Melalui Sunardi, Nikmah memperoleh kesempatan bekerja sebagai tenaga kebersihan.

“Saya dulu susah sekali cari kerja dengan kondisi kaya begini. Hidup hanya bergantung pada santunan saja. Kemudian ada komunitas ini,” kata Nikmah.

Sempat terkendala gempa bumi dan pandemi

Namun, perjalanan Sunardi menggerakkan Yayasan Garuda Rinjani tidak selalu mulus. Kegiatan mereka sempat terhenti ketika Lombok dilanda gempa bumi pada tahun 2018. Kegiatan sempat terhenti dan produktivitas anggota yayasan menurun.

Baca Juga: Kerangka Berusia Seribu Tahun Representasikan Korban Tsunami Tanzania

Namun, berkah tak terduga datang. Pada tahun tersebut Yayasan Garuda Rinjani memperoleh bantuan modal dari Pertamina.

Bantuan tersebut diberikan melalui PT Pertamina (Persero) Fuel Terminal Ampenan sebagai bagian aksi corporate social responsibility (CSR) bagi masyarakat di sekitar area kerjanya.

Program CSR ini dilakukan demi mendukung tercapainya tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), yakni pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan yang layak, serta berkurangnya kesenjangan khususnya bagi para penyandang disabilitas.

Namun, kini masalah baru muncul lagi, yakni pandemi Covid-19. Melihat ini, Pertamina pun kembali memberikan bantuan yang berfokus pada sarana dan prasarana. Selain itu, Pertamina juga membantu pemasaran alat-alat kebersihan yang dihasilkan oleh yayasan.

Baca Juga: Bawang Goreng hingga Tanaman Hidroponik Jadi Nyawa Kedua Petani Indramayu

Yunita Murniati dari PT Pertamina (Persero) Fuel Terminal Ampenan mengungkapkan, sekretariat ini akan digunakan sebagai rumah produksi untuk membantu ekonomi para penyandang disabilitas di Mataram.

“Berikutnya kami akan fokus membantu memasarkan produk buatan Kelompok Usaha Bersama Garuda Rinjani ini, mungkin dengan cara membuat branding dan media sosial,” jelas Yunita.

Di tengah pandemi, pondok kecil Yayasan Garuda Rinjani tidak hanya menjadi tempat bagi para penyandang disabilitas berkarya. Warga sekitar yang ekonominya terhenti akibat pandemi pun ikut serta membuat alat-alat kebersihan di sana dan memasarkannya sebagai sumber penghasilan.