Melihat Ulang Bagaimana Sudut Pandang Menjadi Seorang Pejalan

By National Geographic Indonesia, Selasa, 15 Desember 2020 | 11:45 WIB
Mama-mama penenun duduk seraya menjaga kain tenun ikat jualannya di Pasar Alok, Maumere, Kabupaten Sikka. Saban Selasa, lapak tenun di pasar ini akan selalu penuh sesak dengan mama penenun menjual hasil tenunannya. Ini menjadi daya tarik wisata di Maumere. (Mikael Jefrison Leo)

Cerita oleh Aden Firman dan foto oleh Mikael Jefrison Leo.

Nationalgeographic.co.id—Selama pandemi ini nyaris semua kegiatan berhenti. Akibatnya, semua pihak tampak bersiap-siap menghadapi era kenormalam baru, terutama pariwisata.

Sepertinya kita tidak akan pernah kehilangan akal dan upaya untuk melawan situasi ini. Memikirkan proyeksi ke depan soal perubahan bentuk wisata pasca pandemi.

Selama ini Flores, termasuk Labuan Bajo dan kawasan sekitarnya selalu mendorong wisata berbasis massa. Telah banyak pejalan dari berbagai negara berdatangan.

Namun, konsep berwisata kita sekarang mungkin akan berbeda. Para pejalan akan datang dengan kelompok-kelompok yang lebih kecil. Masayarakat harus bersiap. Melihat sisi lain dari pandemi, yakni sebagai berkah.

Itulah kalimat yang diucapkan oleh Mahandis Yoanata Thamrin, Managing Editor National Geographic Indonesia saat menjadi moderator grup diskusi bertajuk Untold Flores. Ucapanya mengajak kita melihat kembali apa yang sudah kita lakukan sebelum pandemi ini hadir di keseharian kita. Seolah membawa kita untuk refleksi sejenak dan menyerap apa-apa yang telah kita lakukan sebelumnya menjadi energi yang baru dan membangun narasi wisata minat khusus.

Saya baru mendengar istilah wisata minat khusus ini. Mungkin di tempat lain, narasi itu berarti sebuah wisata yang cenderung mengutamakan pengalaman dan pengetahuan setempat. Juga bisa dikatakan wisata adalah 'bisnis' kebahagiaan.

“Kalau memang biasanya perjalanan wisata menimbulkan dampak yang serius terhadap lingkungan, sebaiknya kita berharap besar bahwa 'minat khusus’ ini akan banyak melahirkan pejalan-pejalan yang lebih ramah ligkungan dan lebih menghormati tradisi setempat,” hantar Yoan sabelum Ismayati memaparkan temuan dan konsep pola perjalanan Overland Wonderful Flores.

Baca Juga: Rentetan Praktik Korupsi Pemantik Perang Jawa Pangeran Dipanagara

Saya tak betul-betul memahami apa sebelumnya ‘minat khusus’ itu kecuali sedikit menemui gambarannya setelah slide demi slide dipaparkannya kepada hadirin. Diskusi Untold Flores mula-mula menampilkan pengalaman wisata yang menginspirasi bagi wisatawan mancanegara dan menceritakan pola pikir pejalan yang memposisikan diri sebagai pelayan wisata dan jenama. .

Kemudian masuk pada sebuah masalah, yakni perubahan minat wisatawan, pariwisata berkelanjutan, personalisasi perjalanan, pengutamaan pengalaman baru dan pelibatan diri dalam aktivitas. Namun hal itu dapat dilihat sebagai sesuatu yang potensial dengan mengupayakan pembuatan pola perjalanan yang saling terhubung dengan keragaman hayati, keetnikan, dan suku bangsa yang mengedepankan kreativitas dan pengetahuan yang menghasilkan nilai tambah ekonomi.

Sebagaimana yang dipaparkan, aktivitas wisata minat khusus ini terbagi menjadi dua. Yaitu wisata berbasis alam dan dan budaya dengan beragam jalur di dalamnya seperti jalur warisan budaya dan sejarah, jalur tenun, jalur kampung adat, jalur religi dan jalur gastronomi yang tersebar di Pulau Flores.

Sementara itu Tim National Geographic Indonesia yang rupanya sudah menggelar perjalanan yang diberinama Untold Flores. Penjelajahan terkait menelisik kawasan pedalaman untuk menemukan suatu yang baru yang mungkin dapat dikembangkam untuk destinasi wisata. “Tentu itu masih potensial, tapi kita perlu berbicara bahwa untuk wisata minat khusus ini sebenarnya wisata-wisata yang misterius yang bisa membuka wawasan kita lagi tentang sisi lain Flores,” pandu Yoan pada sela diskusi.

Serambi Soekarno yang terletak di Gedung Provinsial SVD, Ende, Kabupaten Ende, diresmikan pada Januari 2019 sebagai upaya napak tilas kehidupan Bung Karno saat pengasingan di kota Ende pada tahun 1938. Keberadaan situs ini juga bisa menjadi pilihan wisata minat khusus akan sejarah. (Mikael Jefrison Leo)

Rupanya melalui penjelajahan itu, Didi Kaspi Kasim, Editor in Chief National Geographic Indonesia bersama tim Untold Flores melakukan perjalan dari Maumere ke arah Labuan Bajo. Juga sudah melakukan perjalanan dari Maumere ke Larantuka pada tahun sebelumnya. Membawa cerita tentang tanaman pangan dan pelayaran sandeq ke Australia dari Mandar yang sempat singgah di Larantuka.

“Ada satu yang hilang di Flores, yaitu jalur barter,” tambah Didi. Flores sangat erat dengan barter. Di kampung-kampung para tetua adat mengajarkan orang gunung supaya tidak menenun sebab orang pesisir juga melakukannya. Sehingga ketika melakukan ritual, orang gununglah yang menggunakan hasil tenunan itu. Sebaliknya orang gunung membawa jagung dan kemiri untuk ditukarkan dengan tenun. Lalu mereka bisa melakukan ritual.

Tim Untold Flores menemukan ada kekhasan di Flores, membangunnya dengan ‘jalur’, selain adanya pola perjalanan setiap lokasi. Kita bisa mengedepankan narasi-narasi tentang jalur barter di Flores. Adalah identitas kita sebagai kesatuan pulau yang punya keunikan atau pusparagam yang luar biasa. Meskipun, menurut Didi, ia merasa harus mati dan hidup berkali-kali untuk mengetahui cerita dari pulau ini.

Daripada itu, sebagai pejalan atau orang yang gemar bercerita dan bernarasi, apa yang dapat kita upayakan untuk kehidupan yang sekali ini?

Bapa Benyamin Ampur bergambar bersama replika Mama Flo, atau spesies manusia kerdil Homo floresiensis, yang tersimpan pada sebuah etalase kaca di gedung pusat informasi pelancong (Tourist Information Center) situs arkeologi Liang Bua, Desa Liang Bua, Kabupaten Manggarai. Benyamin Ampur sudah menjaga situs ini sejak tahun 2013. (Mikael Jefrison Leo)

UNTOLD FLORES merupakan perjalanan untuk menyingkap sejarah, budaya, alam, dan cerita manusia di Flores, Nusa Tenggara Timur. Tujuannya, membangkitkan gairah perjalanan wisata berbasiskan narasi tentang sebuah tempat, sekaligus membangun kesadaran warga dan pejalan tentang pentingnya memuliakan nilai-nilai kampung halaman. Perjalanan ini merupakan bagian penugasan National Geographic Indonesia,yang didukung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.