Pada 2015, Jenna Jambeck dari University of Georgia Beck mempublikasikan penelitannya dengan judul Plastic Waste Inputs from Land Into The Ocean yang menyebut, Indonesia merupakan kontributor sampah plastik terbanyak kedua setelah China.
Estimasi total sampah yang dihasilkan Indonesia adalah 0,48-1,29 metrik ton per tahun. Jika tidak ditangani, jumlah sampah yang terhanyut ke laut setiap tahunnya dapat meningkat.
Berawal dari buruknya pengelolaan sampah darat
Dikutip dari publikasi Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI pada 2018, kemunculan sampah plastik di lautan Indonesia, berawal dari sampah plastik yang tidak terkelola di daratan.
Baca Juga: Kisah Pelacur dan Pelacuran Pada Zaman Perdagangan Jalur Rempah
Persentasenya pun tidak main-main. Sebanyak 80 persen sampah di laut berasal dari aktivitas manusia di daratan.
Sampah tersebut digerakkan ke laut oleh badan-badan air seperti sungai yang bermuara ke lautan. Sebanyak 20 persen sisanya berasal dari kegiatan perkapalan, transportasi laut, hingga pariwisata.
Dikutip dari Asosiasi Aromatik Olefin dan Plastik Indonesia (INAPLAS) pada 2017, sampah plastik di lautan kerap didominasi kantong plastik dan plastik kemasan dengan persentase masing-masing sebanyak 52 persen dan 16 persen.
Sampah plastik memiliki masa yang ringan sehingga akan berkumpul di permukaan air ketika lautan tenang. Namun, ketika terdorong ombak atau pasang, sampah plastik akan berpindah ke pesisir pantai dan terselip di balik bebatuan karang atau vegetasi. Bukan cuma biota di laut, ekosistem pesisir ikut terancam.
Baca Juga: Menguak Keberadaan Negeri Punt Lewat Perdagangan Babun era Mesir Kuno
Ironisnya, sampah-sampah tersebut akan tetap berada di sana jika tidak ada manusia yang membersihkannya.
Penelitian Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO) tahun 2020 menyebut, ada wilayah yang disebut sebagai zona sampah laut yaitu area berkumpulnya sampah di pesisir yang jaraknya 8 kilometer dari tepi pantai.