Menyelisik Alasan Psikologis Seseorang Menyampah Sembarangan

By Yussy Maulia, Minggu, 27 Desember 2020 | 11:11 WIB
Perilaku gemar buang sampah sembarangan lahir dari pola pikir yang terbentuk dari kondisi lingkungan. (Shutterstock)

Nationalgeographic.co.id – Membuang sampah sembarangan masih kerap dilakukan oleh banyak orang. Beberapa jenis sampah yang sering dibuang tidak pada tempatnya antara lain, kaleng minuman, plastik pembungkus, dan botol plastik kemasan minuman. 

Kebiasaan membuang sampah kerap kali dikaitkan dengan kurangnya pengetahuan tentang hidup bersih, rendahnya pendidikan, atau kemiskinan. Namun, kenyataannya tidak demikian. Peneliti asal University of South Carolina, Profesor Wesley Schultz menemukan, perilaku menyampah sembarangan tidak terkait dengan hal tersebut.

Menurut penelitiannya, kebiasaan tersebut memang biasa ditemui di lingkungan permukiman kelas menengah ke bawah, tetapi sebabnya adalah kurangnya infrastruktur dan sarana yang menunjang kebersihan. Perilaku gemar buang sampah sembarangan lahir dari pola pikir yang terbentuk dari kondisi lingkungan.

“Kemiskinan bukan penyebabnya. Area yang dibiarkan kumuh akibat kurangnya investasi pada lingkungan membuat orang-orang di sekitar menganggap menyampah itu wajar,” jelas Wesley dikutip dari The Irish Times, Kamis (22/3/2018).

Baca Juga: Indonesia Masih di Posisi Kedua Terbanyak Hasilkan Sampah di Lautan

Ketika sebuah area sudah terlanjur dipenuhi sampah yang menumpuk, orang-orang yang berpendidikan dan tingkat ekonominya tinggi sekalipun bisa mudah menyampah.

“Sebaliknya, ketika merasa lingkungan tempat tinggal atau tempat yang dikunjungi terlihat bersih, orang-orang cenderung segan untuk menyampah sembarangan,” katanya.  

Oleh sebab itu, kelengkapan sarana untuk membiasakan masyarakat membuang sampah pada tempatnya sangat diperlukan. Penyediaan tempat sampah yang memisahkan antara sampah organik dan anorganik bisa menjadi salah satunya.

Selain itu, edukasi soal bahaya sampah pun perlu diberikan. Sebab, beberapa jenis sampah dapat bertahan lama di permukaan tanah dan tidak terurai dalam jangka waktu lama sehingga menjadi pencemar lingkungan. Misalnya saja, sampah plastik.

Menurut World Wildlife Fund (WWF), kantong plastik bisa bertahan hingga 20 tahun atau lebih untuk bisa terurai. Sementara, sedotan plastik yang kecil dapat bertahan hingga 200 tahun dan botol plastik mampu bertahan hingga sekitar 450 tahun.

Baca Juga: Kolaborasi Tangani Sampah Puntung Dimulai dari Kesadaran Diri

Parahnya, plastik kerap dianggap sebagai barang sekali pakai. Ketika fungsinya sudah selesai, plastik dibuang begitu saja. Sampah plastik yang dibuang pada masa lalu dan belum terurai terus-menerus ditambah dengan sampah plastik saat ini membuatnya semakin menumpuk.

Mengancam kehidupan laut

Menurut penelitian Jenna Jambeck dari University of Georgia yang dipublikasikan dengan judul Plastic Waste Inputs from Land Into The Ocean total sampah plastik yang dihasilkan Indonesia adalah 0,48-1,29 metrik ton per tahun. Hampir 81 persen dari sampah tersebut masih belum bisa dikelola dengan baik di daratan.

Sampah-sampah tersebut, kemudian terbawa ke sungai dan akhirnya mencemari pesisir dan laut. Mengutip dari situs Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sampah di lautan (marine debris) menggaggu kehidupan biota laut, ekosistem pesisir, dan kesehatan manusia. Hewan laut dapat termakan dan membuatnya tersedak (ingestion) atau melilit tubuhnya sehingga terjerat (entangled).

Jika terpapar matahari terus-menerus, sampah plastik di laut pun dapat menjadi lapuk dan terpecah menjadi mikro hingga nanoplastik. Mikroplastik atau nanoplastik dapat termakan oleh ikan dan membuatnya mengalami kecacatan sehingga tidak produktif. Akibatnya, hasil laut akan menurun.

Selain itu, dengan dikonsumsinya mikroplastik dan nanoplastik oleh ikan, materi pencemar tersebut masuk ke jejaring makanan sehingga efeknya juga sampai pada manusia.

Baca Juga: Perjalanan Ramah Lingkungan dengan Bahan Bakar dari Sampah Plastik

Fenomena ini menjadi bukti nyata bahwa manusia harus mengupayakan pengelolaan sampah plastik yang lebih bijak.

Perlu dukungan berbagai pihak

Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia turut melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran laut yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau perusakan laut.

Dalam peraturan tersebut terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah pencemaran laut, seperti tidak membuang sampah ke laut, menggiatkan daur ulang sampah organik, menggunakan pestisida secukupnya, dan mengurangi penggunaan plastik. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga tengah menargetkan reduksi sampah laut pada 2025 melalui visi Indonesia Bersih.

Mendukung visi tersebut, PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam jasa angkutan penyebrangan dan pengelola pelabuhan ikut memberikan dukungan dan aksi nyata dalam mengurangi sampah di laut, terutama yang berasal dari aktivitas transportasi laut.

Baca Juga: Ekonomi Sirkular Sebagai Upaya Atasi Sampah Plastik di Surabaya

Hal tersebut diwujudkan dalam Progam Bina Lingkungan ASDP yang bertujuan untuk meminimalisasi potensi kerusakan lingkungan di wilayah perairan.

PT ASDP Indonesia Ferry secara rutin melakukan pembersihan area pesisir di Pelabuhan Merak, Banten. Pembersihan dilakukan secara manual menggunakan peralatan sederhana seperti serokan.

Selanjutnya, PT ASDP memastikan waste management di dalam kapal terkelola dengan baik dengan pengelolaan limbah padat atau sampah serta limbah bahan berbahaya dan beracum (B3) secara terpadu dan terintegrasi. Dengan demikian, limbah tidak menimbulkan dampak negatif seperti bau, penyakit, dan kotor.

Demi mengurangi efek rumah kaca, ASDP juga melakukan upaya penggunaan bahan bakar yang lebih efisien dan aman untuk lingkungan dengan menjalankan pengoperasian kapal feri berbahan bakar ganda (dual fuel) di lintasan Merak (Banten) - Bakauheni (Lampung).

Upaya ini merupakan bagian dari pengelolaan limbah padat atau sampah serta limbah bahan berbahaya dan beracum (B3) secara terpadu dan terintegrasi sehingga tidak menimbulkan dampak negatif seperti bau, penyakit, dan kotor.

Baca Juga: Peran Kita Mengatasi Permasalahan Sampah Puntung

Demi mengurangi efek rumah kaca, ASDP juga melakukan upaya penggunaan bahan bakar yang lebih efisien dan aman untuk lingkungan dengan menjalankan pengoperasian kapal feri berbahan bakar ganda (dual fuel) di lintasan Merak (Banten) - Bakauheni (Lampung).

Pada periode 24-26 Desember 2020, PT ASDP Indonesia Ferry bekerja sama dengan National Geographic Indonesia untuk memberikan edukasi seputar sampah laut melalui program Merajut Nusantara. Rangkaian program akan dimulai dengan  talk show dan stand up comedy mengenai sampah laut di atas kapal yang berlayar dari Pelabuhan Merak, Banten ke Pelabuhan Bakauheni.

Tak hanya itu, penumpang akan diajak menukarkan sampah plastik dengan merchandise menarik di drop box yang tersedia di pelabuhan-pelabuhan. Selain itu, PT ASDP dan National Geographic Indonesia akan menyiapkan instalasi pembuangan sampah khusus di dalam kapal maupun pelabuhan-pelabuhan milik PT ASDP.

Sampah-sampah yang diperoleh dari drop box dan tempat sampah khusus tersebut akan didaur ulang jadi benda bermanfaat.