Reis, Adab Orang-orang Manggarai Barat dalam Menyambut Tetamu

By National Geographic Indonesia, Selasa, 5 Januari 2021 | 21:36 WIB
Suasana kebersamaan keluarga di Manggarai Barat dalam sebuah perbincangan adat pernikahan. (Yus Juliadi)

Cerita oleh Muhamad Buharto

Foto oleh Muhamad Buharto dan Yus Juliadi

Nationalgeographic.co.id—Di Manggarai, tuan rumah yang baik adalah tuan rumah yang bisa menyambut tamu dengan segenap keramahan dan kerendahan hati. Inilah secuplik kisah dari Flores, Nusa Tenggara Timur.

Sebelum gelas-gelas kopi disuguhkan dan obrolan dilakukan, tuan rumah memulainya dengan menjabat tangan sang tamu dan mengucapkan beberapa kalimat sapaan dalam Bahasa Manggarai.

Ketiadaan kalimat sapaan bisa mempengaruhi relasi komunikasi antara tuan rumah dan sang tamu selama kunjungan berlangsung. Untuk beberapa orang tua, mereka memberi pesan kepada anak-anaknya yang sedang mencari jodoh, “kawe ata bae reis meka! (carilah pasangan hidup yang bisa menerima, menyambut, dan memuliakan tamu!”

Baca Juga: Mengenal MARPOL 73 dan Apa-Apa Saja yang Bisa Dibuang ke Laut

Callum MacKinnon (22) kelihatan bingung. Beberapa warga yang datang bertamu sore itu menjabat tangannya lalu disusul sapaan dengan kalimat yang ia tidak mengerti. Satu-satunya yang ia bisa terjemahkan adalah senyuman yang mengembang dari wajah orang-orang itu untuknya.

Setiap kali selesai berjabatan tangan, orang-orang itu akan mengatakan satu kalimat sembari kepala sedikit terangkat dan bibir mengukir senyuman. Melihat kebingungan Callum, orang-orang itu lantas tertawa.  Melihat mereka tertawa,  Callum juga ikut tertawa. Lalu ruang tamu rumah sore itu penuh dengan canda tawa yang hangat.

“Itu cara kami menyambut tamu, namanya reis”, kata salah seorang Bapak tua memberi penjelasan yang segera saya terjemahkan ke dalam Bahasa Inggris untuk Callum.  Mendengar penjelasan saya, bule Australia itu kemudian mengangguk-angguk dan menatap beberapa orang warga yang telah menyalaminya sembari menangkupkan tangan kanannya di dadanya.

“Terima kasih”, katanya dalam Bahasa Indonesia, satu-satunya kosa-kata Bahasa Indonesia yang ia baru pelajari.

Sore itu di rumah salah satu warga di Kampung Naga, Desa Matawae, Kecamatan Sano Nggoang, Manggarai Barat-Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Callum dan saya baru saja tiba dari Labuan Bajo setelah menempuh perjalanan selama hampir tiga jam menggunakan sepeda motor matic.

Callum MacKinnon berasal dari Australia, mahasiswa tahun akhir di University of the Sunshine Coast. Ia berkunjung ke Labuan Bajo untuk sebuah penelitian. Di sela-sela risetnya, saya mengajaknya jalan-jalan ke beberapa tempat di Manggarai.