Temuan Terkini Peradaban Transisi di Danau Matano: Ketika Zaman Neolitik Berjumpa Zaman Besi

By Fikri Muhammad, Selasa, 26 Januari 2021 | 17:29 WIB
Artefak serpih batu yang ditemukan dari kotak ekskavasi bersama sisa- sisa terak besi di Danau Matano. (Suryatman)

Nationalgeographic.co.id—Situs Danau Matano merupakan salah satu situs paling awal yang menyimpan cerita industri peleburan besi di Asia Tenggara. Posisinya berada di ujung timur laut Sulawesi Selatan. Situs peradaban besi di sini berkembang dari abad ke-8 sampai sampai abad ke-17.

Satu langkah baru demi menyingkap peradaban besi Danau Matano. Pada pertengahan Januari 2021, Journal of Archaeological Science merilis "Flaking stone activity in the tradition of iron smelting from the 8th to 17th centuries AD in the Matano region, South Sulawesi, Indonesia". Temuan penelitian tentang peradaban yang hilang di Danau Matano ini merupakan kerja sama antarlembaga dan antardisiplin ilmu—Balai Arkeologi Sulawesi Selatan, Departemen Arkeologi di Universitas Hasanuddin, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Australian National University, Pusat Survei Geologi Bandung, Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan, dan Sentra Selam Jogja.

Seorang peneliti menemukan remah tembikar di dasar Danau Matano. Dari corak tembikar, tampaknya peradaban Matano telah memiliki teknologi tinggi untuk mengekspresikan citarasa seninya. (Pusat Penelitian Arkeologi Nasional)

Secara mengejutkan, Danau Matano mempunyai cerita tentang penggunaan dan perilaku serpih batu. Para pandai besi kala itu menggunakan batu rijang (chert) menjadi alat memantik api untuk meleburkan besi atau strike-a-lights. Temuan ini berada di tepi Danau Matano (Situs Rahampu'u) dan terbilang unik, lantaran rijang umumnya ditemukan pada situs pra-sejarah, bukan di zaman logam.

"Biasanya perilaku menyerpih batu ditemukan di situs pra-sejarah. Dan ternyata pengolahan alat batu tidak berhenti pada zaman Neolitik," kata Shinatria Adhityatama, seorang arkeolog maritim di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) kepada National Geographic Indonesia. "Tapi di zaman logam pun pengetahuan dan perilakunya masih berlanjut," tegas Shinatria akan ketidaklaziman penemuan itu di zaman logam.

Baca Juga: Temuan Ahli Geologi dan Arkeologi tentang Peradaban Besi Danau Matano

Artefak serpih batu dari hasil ekskavasi di situs rahampu'u, terdiri dari batu inti yang sudah diserpih (a, b, c, d, e,f ), serpih yang telah digunakan sebagai pemantik (g, h, i, j, k , l) dan serpih batu yang melekat terak besi belum digunakan ( m, n, o). (Suryatman)

Artefak rijang telah ditemukan bersama terak besi dan keramik pada situs di tepi Danau Matano (Rahampu'u, Nuha, Pontanoa Bangka, dan Sukouyo) sejak 1998 oleh Bulbeck dengan proyek bernama Origin of Complex Society in South Sulawesi.

"Tapi dia baru menyimpulkan itu sebagai pemantik api, tidak ada penjelasan detail dan analisis mendalam terkait data etnografinya," kata Suryatman, peneliti Balai Arkeologi Sulawesi Selatan kepada National Geographic Indonesia.

Suryatman mulai diperbantukan Puslit Arkenas untuk meneliti artefak batu pada 2018. Ia merekam proses serpih batu dan menyarankan tim untuk melakukan ekskavasi di Situs Rahampu'u. Untuk membuktikan apakah serpih batu itu betul digunakan sebagai pemantik api dan memastikan satu konteks dengan budaya logam.

Ekskavasi dilakukan dengan menggali kotak berukuran 3x4 meter dengan kotak terdalamnya 120 sentimeter dan beberapa kotak lainya 50 sentimeter. Serpih batu berjumlah ribuan pun ditemukan lengkap dengan sisa logam seperti tembikar dan artefak besi. Bisa dipastikan bahwa serpih batu itu seumuran dengan budaya logam. Tim juga memastikan fungsi artefak-artefak batu ini digunakan sebagai pemantik api berdasar data etnografi.

Baca Juga: Singkap Bencana, Peradaban, dan Perburuan Sains Danau Matano