Tameichi Hara, Kesaksian Kapten Jepang dalam Pertempuran Laut Jawa

By Mahandis Yoanata Thamrin, Minggu, 7 Maret 2021 | 20:13 WIB
Pertempuran Laut Jawa menjadi pertempuran yang menentukan kuasa Jepang atas Jawa, juga tamatnya Hindia Belanda. (US NAVAL INSTITUTE)

Kapal Perusak milik Inggris, Exeter. Kapal ini dihajar torpedo oleh Haguro atau Nachi pada Pertempuran Laut Jawa. Dalam pelarian ke Srilangka, akhirnya Exeter tenggelam. (Imperial War Museum)

“Kekacauan yang tiba-tiba ini, menyebabkan kami dapat mendekat, dan delapan kapal perusak Jepang termasuk kapal saya, bergerak dengan kecepatan 30 knot.

Armada Sekutu terbentuk kembali, meninggalkan Exeter yang terluka di belakang. “Meriam dari tiap kapal ditembakkan kepada kami.”

Sebuah kapal perusak milik Jepang terkena tembakan itu, lalu meledak dan menggelapkan pemandangan Hara. Peluru berjatuhan di sekeliling kapal Amatsukaze, tetapi belum ada yang mengenai kapal yang dipimpin oleh Hara itu.

“Saya menggeram dan maju sambil menghindari, sementara peluru-peluru musuh semakin dekat jatuhnya,” Hara mencatat. “Saya harus maju terus jika saya mau meluncurkan torpedo dengan efektif.”

Pergerakan armada Sekutu semakin mendekati armada Jepang, hanya terpaut enam ribu meter. Menurut Hara, inilah operasi paling agresif pertama kalinya pada hari itu.

“Keringat membasahi muka saya ketika saya mencekal pagar jembatan komando,” kenang Hara. Dia harus membawa kapalnya untuk mendekati kapal Sekutu setidaknya pada jarak 5.000 meter. Sementara itu peluru-peluru Sekutu jatuh semakin dekat dan setiap saat bisa mengenai Amatsukaze.

“Sebuah peluru, hampir kena, melemparkan air ke muka saya. Lutut saya bergetar dan tangan saya gemetar pada saat itu,” catat Hara tentang pertempuran ini. “Saya tidak peduli tentang menjadi penakut…”

Baca Juga: 'Indonesia Dalem Api dan Bara': Kronik Kota Sampai Analisis Bahasanya

Kapal perusak Yukikaze, atau Angin Bersalju, pada 1939. Kapal ini turut dalam Pertempuran Laut Jawa pada Februari 1942. Pascaperang, kapal ini dihibahkan kepada Angkatan Laut Tiongkok pada 6 July 1947. (Wikimedia Commons)

Armada Jepang Yukikaze dan Tokitsukaze meluncurkan 16 torpedo, lalu Amatsukaze juga menembakkan torpedo. Perusak Belanda Kortenaer kena dan tenggelam dengan cepat.

Apakah Hara puas dengan kinerja armadanya?

Tidak. Dia justru memuji armada musuh.

“Satu kena dari 64 tembakan! Betapa jeleknya bidikan kami, dan betapa bagusnya taktik menghindar dari musuh!”

Dua kapal penjelajah Jepang Nachi dan Haguro meluncurkan torpedo dari jarak yang cukup jauh. Armada Sekutu membuat tikungan 360 derajat sehingga semua torpedo itu meleset. Setelah itu kapal-kapal Sekutu bergerak kembali menuju Surabaya.

Namun, kapal-kapal penjelajah Jepang tidak mengejar.

Kesatuan Angkatan laut Sekutu telah kalah. Exeter yang sedang terbakar itu kembali ke Surabaya. Tiga kapal perusak telah tenggelam. Enam perusak lainnya mengalami kerusakan hebat, juga telah menghilang dari kawasan pertempuran ini.

Kapal-kapal Sekutu yang masih ada, berkumpul lagi dan merapat ke pantai Jawa. Masih ada empat penjelajah—De Ruyter, Houston, Perth, dan Java—bersama dua kapal perusak. Dengan berani mereka memutuskan bergerak ke utara guna menentang kapal-kapal Jepang.

Dini hari dalam hujan, 28 Februari 1942. Nachi meluncurkan delapan torpedo pada pukul 00.53. Haguro juga meluncurkan empat torpedo. Mereka menambak meski jarak musuh masih jauh sekitar 10.000 meter.

“Gelap malam tiba-tiba diterangi oleh lidah-lidah api yang besar di tenggara. Sebuah torpedo melanggar penjelajah Jawa tepat di tengah-tengah. Empat menit kemudian terjadi ledakan yang lain di kolom Sekutu itu dan De Ruyter tenggelam dalam lautan api, seperti kotak korek yang besar terbakar.”

Dalam autobiografi Hara, dia mengamati lidah-lidah api yang menyala di kapal De Ruyter dan Java dari jauh. Dia juga mengisahkan suasana kegembiraan di dua kapal yang berhasil menenggelamkan armada Sekutu. “Pelaut-pelaut di atas geladak Nachi dan Haguro bersorak: ‘Banzai!’ Mereka melompat dan memukul-mukul punggung temannya karena kegirangan.”

Baca Juga: Kenangan Pertempuran Laut Terhebat Sepanjang Perang Dunia Kedua

De Ruyter, kapal penjelajah milik Belanda yang diluncurkan pada 1935. Kapal perang ini tenggelam karena torpedo jarak jauh, diduga dari kapal penjelajah berat Haguro. (Wikimedia Commons)

Kelak keesokannya pada 1 Maret 1942, Nachi dan Haguro menenggelamkan Exeter dan dua pengawalnya di dekat Selat Sunda. Ketiga kapal Sekutu itu hendak melarikan diri ke Srilangka.

Hara mengungkapkan dalam autobiografinya bahwa peperangan ini memberikan banyak pelajaran bagi dirinya. “Satu pertempuran ini lebih berarti dari ratusan latihan perang-perangan yang praktis yang mana saya telah ikuti.”

Hara mengkritik atasannya karena menggunakan taktik kavaleri untuk berperang di laut. Dalam pertempuran ini armada Kekaisaran Jepang tidak memahami implikasi kekuatan udara. Jargonnya yang selalu diingat, “Jika musuh memukulmu dari atas, pukullah dia dari bawah. Jika musuh memukulmu dari bawah, pukullah dia dari atas.”

Baca Juga: Dewi Matahari Amaterasu, Leluhur Ilahi dari Keluarga Kekaisaran Jepang

Kapten Tameichi Hara menulis autobiografi berjudul Japanese Destroyer Captain: Pearl Harbor, Guadalcanal, Midway - The Great Naval Battles as Seen Through Japanese Eyes, Agustus 2011. Terbit perdana dalam bahasa Inggris oleh Ballantine Books pada 1961. Ketika buku itu pertama kali terbit di Jepang, 2.500.000 eksemplar ludes hanya dalam dua bulan. (US NAVAL INSTITUTE)