Jejak Tanah Leluhur Para Raja Jawa di Metropolitan Kuno Majapahit

By Mahandis Yoanata Thamrin, Kamis, 22 April 2021 | 07:00 WIB
Surya Majapahit, lambang kerajaan Majapahit. Kejayaan dan kekayaan kerajaan ini meninggalkan laksa kisah sejarah. (Dwi Oblo/National Geographic Indonesia)

BAYANG-BAYANG KAMI nyaris hilang karena teriknya mentari di tepian jalan raya Mojokerto-Jombang. Berjalan menuju ke gapura tinggalan Majapahit, membuat keringat kami bercucuran bagai sekerat sirloin yang terpanggang. 

Padahal, ketika Kapten Wardenaar mengunjungi tempat ini dua abad silam, gapura itu berdiri di hamparan rerumputan dan alang-alang yang dikepung pepohonan rapat dan rindang.“Sisa-sisa gapura Majapahit yang dijuluki sebagai Gapura Jatipaser,” demikian laporannya kepada Raffles yang menampilkan sketsa gapura yang salah satu sisinya roboh separuh. Lewat namanya, konon, memang pernah ada pasar di sekitar sini.

Boleh jadi, lantaran laporan itulah sampai sekarang orang masih menghubungkan gapura ini sebagai pintu masuk ke Kerajaan Majapahit. Saya juga pernah mendengar dari cerita lisan dari warga setempat bahwa gerbang ini menuju ke kediaman Gajah Mada, Patih Majapahit yang sohor. Namun, sampai sekarang tak satu pun orang yang bisa menjelaskan secara pasti kompleks bangunan yang berada di balik gapura itu.  

Baca Juga: Runtuhnya Majapahit dan Kronik Kesultanan Pertama di Tanah Jawa

Arca Buddha karya perajin batu di Jatisumber, Trowulan. Sebuah tradisi leluhur yang berlanjut? (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)

 

“Nah, ini dari petanya NatGeo,” ujar Mang Hasan seraya membuka lipatan poster dua sisi “Kota Agung yang Sirna”—sisipan National Geographic Indonesia edisi September 2012.

Setelah dibentangkan, Mang Hasan menunjuk sebuah kawasan yang dikelilingi oleh jaringan kanal kuno, “Paling tidak pusat kotanya di sini.” Kemudian alat penunjuknya bergeser ke pinggiran, “Dan di sinilah Gapura Wringin Lawang.”

Di dalam lembaran poster, gapura itu terletak agak jauh di pinggiran utara sebuah permukiman padat sekitar abad ke-14 yang luasnya kira-kira 20 kilometer persegi, lengkap dengan sistem jaringan kanal dan waduknya. Inilah keruangan Metropolitan Majapahit di Trowulan. Sisi lainnya menampilkan kluster permukiman, rupa hunian warganya hingga suasana hiruk-pikuk kehidupan di tepian kanal kotanya.