Selidik Kisah dan Filosofi di Balik Corak Keindahan Batik Lasem

By Agni Malagina, Senin, 19 April 2021 | 13:00 WIB
Batik Lasem berlanggam aneka puspa dan bingkai kuning National Geographic Indonesia. Hawien Wilopo, pembatik asal Rembang, membingkiskan untuk redaksi. (Lambok E. Hutabarat/National Geographic Indonesia)

 

Menurutnya, motif belum terdokumentasi dengan baik, cenderung sporadis tersebar dalam memori para pembatiknya, "Kita paling tahu misalnya kupu-kupu itu maknanya kecantikan, bunga peoni keindahan, burung hong kecantikan. Nanti kalau embah-embah yang mbatik sudah meninggal ya motifnya juga ikut bersama terkubur bersama mereka.”

Para pengusaha batik dan pembatiknya terbiasa menyimpan khasanah motif dengan cara mengingat. Hal ini pun memunculkan kekhawatiran di kalangan pengusaha batik itu sendiri. Mereka banyak membuat motif batik yang umum diturunkan oleh generasi terdahulu terkadang tanpa mengetahui makna simboliknya, terutama yang berhubungan dengan simbol Tionghoa-Jawa.

Blanko merah disebut juga bakal blanko oleh para pembatik pedesaan di Lasem. Blanko merah ini digunakan sebagai dasar utama pembuatan batik tiga negeri Lasem-Solo. (Sigit Pamungkas)

Narasi kisah batik lawas yang direproduksi pun menjadi kisah yang sering disebut sebagai pakem "dari sananya sudah begitu". Padahal, motif dan narasi batik Lasem memiliki aneka kisah dan simbolisme yang diambil dari kisah sejarah, alam, dan budaya Jawa-Tionghoa. Seperti contohnya motif batu kricak pun memiliki kisahnya sendiri.

“Watu Kricak itu ceritanya ya motif pecahan-pecahan batu masa pembuatan Jalan Raya Pos zaman Daendels itu, sejarahnya kental ya. Belum lagi motif lainnya khas Babagan, seperti kawung Mbagan, kawung suketan, latohan, dan motif Tionghoa. Tapi kalau ditanya apa makna-maknanya saya kurang paham,” ujar pembatik muda Rudy Siswanto penerus Rumah Batik Kidang Mas, Babagan Lasem.