Blunder Snouck Hugronje Perkara Arab-Hadhrami di Hindia Belanda

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 29 April 2021 | 08:00 WIB
Snouck Hugronje (1857-1936), seorang Islamolog Hindia Belanda. (Pierre Heijboer/KITLV 2510)

Nationalgeographic.co.id—Orang keturunan Arab, khususnya Hadhrami, menyandang status sebagai Timur Asing atau kelas dua di struktur masyarakat Hindia Belanda.

Meski menyandang status yang tidak rendah, mereka kerap mendapatkan diskriminasi dari kalangan Eropa yang 'alergi' dengan orang Timur Tengah.

Sebagaimana yang diungkap Huub de Jonge dalam buku Mencari Identitas, Orang Arab Hadhrami di Indonesia (1900-1950), mereka diletekan di perkampungan kumuh di kota-kota besar, mendapat sentimen jelek, dan diawasi pemerintah sebagai sumber penyebaran pan-Islamisme yang mengancam stabilitas negara.

Kondisi itu diungkapkan oleh Christiaan Snouck Hugronje, peneliti dan pejabat publik. Selama 1893 hingga 1906 Hugronje tinggal di pemukiman Hadhrami di Gang Prapatan, Kwitang.

Baca Juga: Koin-Koin Arab Kuno Ungkap Aksi Keji Perompak Kapal Rombongan Haji

Ia memang dikenal memiliki relasi yang baik dengan komunitas Arab, bahkan pandai berbahasa Arab. Terlebih, ia juga sempat belajar agama Islam di Mekah dan Jeddah.

Hugronje melaporkan, banyak pejabat muda kolonial yang Arab-fresser (pemakan Arab) perihal surat jalan pergi antar kota. Mereka lebih lunak kepada orang Tionghoa, tapi keras kepada orang Arab akibat berbagai prasangka.

Lewat esai-esainya, Hugronje memaparkan kalau orang Hadhrami sering dianggap sebagai orang yang suka memeras, riba, imoral, dan menipu. Maka ia membantahnya dengan hasil pengamatan.

Selain membantah prasangka itu, Hugronje tak segan-segan mengkritik pemeirntah, lewat surat yang ikirimkan pada 1902 untuk Gubernur Jenderal.

Baca Juga: Rumah Letnan Arab dan Kampong Arab di dalam Kampong Cina Ternate

Anak-anak keturunan Arab di Surabaya. ( P.J. van Winter/KITLV 25116)

Ia menuduh Van Raadshoven memperlakukan Syaikh Oemar Mangoes—kapitan Arab di Batavia—secara kasar. Kritik juga ia sampaikan pada residen Batavia atas perlakuan mereka pada kapitan Arab dan pemuka masyarakat lokal.

Tak melulu membahas hal episodik, Hugronje berkembang dalam permasalahan politis orang Arab dan Islam di Hindia Belanda.

Orang Arab-Hadhrami sering menoleh pada adikuasa Kesultanan Ottoman untuk meminta dukungan melawan diskriminasi kolonial Belanda. Alasannya, Kesultanan Ottoman saat itu tak hanya dianggap sebagai pembela kepentingan orang Timur-Tengah, tetapi juga umat Islam sedunia.

Orang Arab Hadhrami bahkan sempat melayangkan surat permohonan kepada Sultan agar memberikan mandat ke Hindia Belanda agar dapat disejajarkan dengan orang Eropa.

Baca Juga: Ketika Orang Arab dan Tionghoa Membuat Resah Pemerintah Kolonial

Namun karena kuasa berada di Batavia, dan pemerintah menolaknya, ditambah lagi banyak pemberitaan tentang diskriminasi terhadap mereka, hal ini dikhawatirkan Hugronje.

Ia berpendapat tindakan sewenang dan pembatasan pemerintah dapat memanaskan orang Arab dan Muslim sedunia dalam Pan Islamisme. Termasuk, masyarakat bumiputera Muslim yang sudah menganggap orang Arab sebagai saudaranya.

Alih-alih sebaiknya mefasilitasi Muslim dan Arab-Hadhrami dengan baik, de Jonge menulis, Hugronje membuat saran untuk menangkal pan-Islamisme berkembang di tanah koloni.

 

Baca Juga: Thala' al-Badru 'Alayna, Nyanyian Tertua Islam Penyambut Nabi

Seorang warga Arab yang telah berhaji, mungkin di Batavia. Foto oleh Woodbury & Page sekitar 1867. (KITLV)

Salah satu solusi Hugronye adalah menolak masuknya orang Hadhrami dari luar koloni. Cara ini bisa meredam pan-Islamisme dari imigran baru yang sering "menuang minyak ke api," tulis de Jonge.

Maka pada 1912, pemerintah melakukan saran itu. Walau pada 1918 sedikit melonggar karena kekhawatiran konflik dengan Inggris yang saat itu sudah mencaplok Hahdramaut, akan mendapat dukungan dari orang Hadhrami.

Meski ia mengenal Islam dan kebudayaan Arab, hingga akhir hayatnya ia sangat menentang dan memperingkatkan akan Pan-Islamisme yang dapat mengancam kuasa orang-orang Eropa.