Nationalgeographic.co.id—Setelah seluruh kerajaan Sunda bersatu dibawah Pajajaran yang dipimpin Sri Baduga Maharaja (1482-1521) mengalami kejayaan gemilang. Tahta kemudian diteruskan pada Surawisesa yang turut andil memajukan perekonomian kerajaan.
Usahanya memajukan perekonomian terekam dalam naskah Nagara Kretabhumi. Atas mandat dari ayahnya, ia menghubungi Alfonso d 'Albuquerque yang merupakan laksamana Portugis di Malaka. Amanah itu juga didokumentasikan dari sumber Portugis.
Kerjasama yang dijalin diadakan pertama kali dengan kedatangannya ke Malaka pada 1512 untuk bertemu Tome Pires. Kemudian dilanjutkan 1521 oleh Hendrik de Leme—yang merupakan ipar dari d 'Albuquerque--ke Pakuan Pajajaran di Bogor.
Baca Juga: Di Balik Kuasa Kesultanan Banten dalam Perniagaan Mancanegara
Resmilah Pajajaran menjadi sekutu Portugis dalam hal keamanan dan pedagangan. Fery Taufiq el-Jaquene dalam bukunya Hitam Putih Pajajaran: dari Kejayaan hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran, disepakati bahwa Portugis bisa mendirikan benteng di Banten dan Sunda Kalapa.
Sebagai timbal baliknya, Portugis akan datang membawakan barang-barang keperluan Sunda dan diganti dengan lada.
Rupanya, kerjasama ini membuat Trenggana, sultan ketiga Kesultanan Demak cemas. Mengingat bahwa Kesultanan itu di masa sebelumnya memiliki hubungan buruk dengan Portugis dengan menginvasi Malaka.
Perlu diingat, bahwa Selat Malaka adalah jalur perdagangan maritim mancanegara. Begitu pula Banten yang merupakan jalur perdagangan mancanegara dari selatan.
Sultan menganggap keberadaan Portugis di Banten akan melumpuhkan sektor maritim Nusantara. Demak pun langsung bersekutu dengan Cirebon di bawah Fadillah Khan (Falatehan) atau Fatahillah.
Baca Juga: Koin-Koin Arab Kuno Ungkap Aksi Keji Perompak Kapal Rombongan Haji
Ia secara hubungan pernikahan merupakan menantu Raden Patah sekaligus menanti Susuhuhnan Jati Cirebon atau Syarif Hiayatullah.
Tujuan utama Fatahillah adalah Banten yang merupakan pintu dagang dari Selat Sunda. Masyarakat Sunda berdasarkan catatan ketakutan melihat kedatangan pasukan Demak-Cirebon. Bahkan Bupati Banten dikabarkan mengungsi bersama keluarga besarnya ke Pakuan Pajajaran.
1527, Pelabuhan Sunda Kalapa jatuh ke tangan Fatahillah . Pajajaran tampak tak punya kuasa karena tentaranya dipukul mundur lewat meriam Demak. Bupati Kalapa berserta keluarga dan pejabat Pajajaran pun gugur.
Portugis sebagai sekutu Pajajaran rupanya terlambat datang. Sebab Francisco de Sa yang sebenarnya melakukan relasi dengan Pajajaran diangkat menjadi gubernur di India.
Armada enam kapal Portugis yang ingin memantu diterpa badai di teluk Benggala, akibatnya perlu waktu yang lama untuk tiba di Sunda.
Baca Juga: Memori Keperkasaan Laskar Berkuda dalam Derap Ebeg Banyumasan
Juni 1527, Duarte Coelho yang memimpin armada ke Sunda Kalapa mendapati pelabuhan itu sudah dikuasai Demak-Cirebon. Portugis diserang secara mendadak, sehingga banyak kerusakan berat pada kapal dan jumlah korban yang berjatuhan.
Portugis tak terima, kekalahan Coelho merupakan tragedi menyakitkan. Sehingga pada 1529, Portugis menyiapkan delapan kapal ke Pedu untuk mengumpulkan kekuatan baru.
Lantas bagaimana dengan Pajajaran?
Rupanya Surawisesa lemah untuk melakukan penyerangan dan pertahanan. Padahal Kesultanan Cirebon sangat lemah, karena tokoh-tokoh di belakang Syarif Hidayatullah memiliki kekerabatan dengan Surawisesa.
El-Jaquene menulis, lemahnya Surawisesa dimanfaatkan Demak untuk mendorong Cirebon untuk melawan. Demak juga membantu dari segi logistik meriam kepada Cirebon untuk menyerang ke arah Galuh—satu dari dua kerajaan Sunda yang telah bergabung dengan Pajajaran—pada 1528.
Pertempuran dengan Galuh, membuat Sumedang jatuh dikuasa Cirebon pada 1530. Peristiwa ini pun menjadi pelajaran bagi Surawisesa untuk menata kembali Pajajaran lebih baik, dan dilanjutkan anaknya, Ratu Dewata.