Cerita Rakyat dan Pengetahuan Ungkap Jalur Migrasi Leluhur Aborigin

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 4 Mei 2021 | 15:33 WIB
Mawunmula Garawirrtja, anak perempuan Aborigin Yolngu, menikmati hangatnya matahari dan lautan. Ia m (Zika Zakiya)

 

Mereka memperkirakan ada 6,5 juta masyarakat Sahul--istilah populasi purba Australia dan Papua saat bersatu, membutuhkan waktu 5.000 tahun untuk bisa menguasai Ausralia hingga Tasmania.

Asal-usul leluhur penduduk Australia pun selaras dengan cerita rakyat penduduk pribumi di kawasan utara.

Kisah nenek moyang mereka tersisa dalam cerita dalam berbagai bentuk yang masih dituturkan, seperti syair dan nyanyian. Meski demikian, tak semuanya relevan dengan temuan penelitian, dana ada pula cerita penduduk Aborigin lain bahwa mereka memang sudah diciptakan di benua ini.

Sean Ulm, salah satu peneliti dari James Cook Ua masyarakat Aborigin percaya bahwa bentang alam diciptakan di masa bermimpinya para leluhur.

Baca Juga: Menelusuri Jejak Rantai Genetika Manusia di Kepulauan Pasifik

"Setiap punggung bukit, bukit, sungai, pantai, dan sumber air diberi nama, bertingkat, dan diletakkan dalam struktur masyarakat--menekankan hubungan erat antara masyarkat dan lingkungannya," jelasnya dalam rilis penelitian.

"Lanskap secara harfiah terjalin dalam kehidupan masyarakat dan sejarah mereka. Tampaknya hubungan antara orang-orang dan negeri ini mungkin sudah ada sejak kependudukan paling awal di benua itu."

Cerita rakyat itu menjadi pembuktian para ilmuwan untuk mengindentifikasi jalur migrasi yang sangat memungkinkan. Mereka, dalam makalah Nature Human Behaviour, membuat 125 miliar jalur yang memungkinkan dilintasi.

Rute penduduk Sahul atau moyang masyarakat Australia bermigrasi dari Papua. (Flinders University)

Tujuannya agar memahami apa saja yang dilihat oleh masyarakat awal, seperti kontur medan, dan bentang alam. Faktor lain yang juga jadi temuan seperti kapasitas fisiologis penduduk di masa itu, kesulitan apa saja yang dialami, dan ketersediaan air untuk perjalanan.

"Kalau ini sebuah lanskap baru dan tak ada di peta, kami ingin tahu perpindahan efisien di seluruh tempat, di mana menemukan air, dan ke mana harus berkemah--dan kami sesuaikan pada ketinggian titik di dataran sekitarnya," ujar Stefani Crabtree, peneliti utama studi itu.

Baca Juga: Cadas Kanguru Berusia 17.300 Tahun Menjadi Lukisan Tertua di Australia