Sains Terbaru, Batas Emisi Gagal Jika Hidrogen Tak Digunakan Efisien

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 10 Mei 2021 | 04:00 WIB
Sebuah aplikasi sains terbaru, Coradia iLint, kereta bertenaga hidrogen ini akan beroperasi tanpa polusi suara dan udara di Jerman. Bahan bakar berbasis hidrogen dapat menjadi pembawa energi bersih yang hebat, namun biaya dan risikonya juga besar. (Alstom)

 

Nationalgeographic.co.id—Bahan bakar hidrogen (BBH) digadangkan menjadi sumber energi yang ramah lingkungan. Lantaran, proses pembakarannya yang hanya menghasilkan air dan energi listrik maupun panas.

Namun menurut temuan sains terbaru, justru berkata bahan bakar hidrogen bisa menjadi jalan gagal dalam pencegahan krisis iklim. Temuan itu dilaporkan di jurnal Nature Climate Change yang dipublikasikan Kamis (06/05/2021).

Sebelumnya, berdasarkan portal data Institute for Technical Thermodynamics German Aerospace Center, BBH dapat digunakan sebagai pengganti langsung untuk minyak, gas, hingga menghasilkan energi listrik.

Baca Juga: Hidrogen Bisa Jadi Bahan Bakar untuk Memasak

 

Para ilmuwan yang menulis di Nature itu menganggap BBH harganya akan sangat mahal, dan langka dalam beberapa dekade mendatang. Terlebih BBH akan sangat dibutuhkan pada 2050, ketika alat-alat yang memanfaatkannya kian masif, dan didorong tuntutan emisi nol global.

Maka, peralatan-peralatan yang dianggap siap-hidrogen nantinya akan bergantung kembali pada gas fosil, sehingga tetap menghasilkan emisi karbon yang mendorong pemanasan global.

“Bahan bakar berbasis hidrogen dapat menjadi pembawa energi bersih yang hebat, namun biaya dan risikonya juga besar,” kata Falko Ueckerdt, penulis utama studi dari Potsdam Institute for Climate Impact Research, Jerman.

"Kalau kita berpegang pada teknologi pembakaran dan berharap untuk memberi mereka bahan bakar berbasis hidrogen, dan ini ternyata terlalu mahal dan langka, maka kita pada akhirnya akan membakar lebih banyak minyak dan gas," jelasnya dilansir dari The Guardian.

Baca Juga: Studi Terbaru: Lumpur Lapindo Sumber Emisi Gas Metana Terbesar di Bumi

Pembangkit listrik tenaga batu bara merupakan salah satu industri penghasil emisi yang tinggi. (Kodda/Thinkstock)

Ueckerdt bersama timnya menulis, produksi listrik terbarukan dapat meningkat pesat sering jatuhnya biaya, tetapi itu baru sebagian kecil dari energi yang digunakan secara keseluruhan. Sebab sebagian besar energi secara mendasar disediakn oleh batu bara, minyak, dan gas.

Mereka pun berpendapat, penggunaan listrik secara langsung memang efisien, tetapi membutuhkan penemuan lebih baru pada jenis mobil dan sistem pemanas.

Penggunana listrik untuk membuat hidrogen dari air, dan kemudian menggunakan karbon dioksida untuk membuat bahan bakar lain, dapat menghasilkan pengganti kekurangan dari bahan bakar fosil.

Kendati demikian, pengembangan lewat reaksi kimia itu tidak dapat dilakukan dalam skala yang lebih besar untuk mengatasi darurat iklim tepat waktu.

Dalam laporan itu, mereka menulis pengembangan dalam teknologi dan pajak karbon yang meningkat cepat adalah jawaban untuk target batas emsisi global itu.

“Karena itu, kita harus memprioritaskan bahan bakar berbasis hidrogen yang berharga itu untuk hal-hal yang sangat diperlukan: penerbangan jarak jauh, bahan baku dalam produksi kimia, dan produksi baja,” sarannya.

Cara terbaik untuk menggunakan BBH demi mewujudkan target batas emisi global adalah elektrifikasi yang harus didihulukan untuk memastikan masa depan yang aman, terang para peneliti.

Baca Juga: Mobil Listrik Tesla Melesat ke Antariksa

Awan jamur hasil dari uji coba bom hidrogen AS di Kepulauan Bikini, 1 Maret 1954. (Wikimedia Commons)

Mereka menghitung, bahwa produksi dan hasil pembakaran BBH di ketel gas rumahan dapat membutuhkan enam hingga 14 lebih banyak listrik daripada pompa pemanas yang memberikan kehangatan yang sama.

Penyebabnya, ada energi yang terbuang sia-sia untuk memproduksi hidrogen, yang kemudian jadi listrik, hingga ke proses pembakaran.

Sedangkan mobil energi listrik, penggunaan e-fuelnya justru cenderung lima kali lebih banyk daripada yang dibutuhkan untuk mobil bertenaga baterai.

"Saat ini kita jauh dari 100% listrik terbarukan. Jika diproduksi dengan campuran listrik saat ini [di Eropa], BBH akan meningkatkan--bukan menurunkan--emisi gas rumah kaca, [dibandingkan dengan] penggunaan bahan bakar fosil," papar para peneliti.

“Namun, ini juga dapat jadi momentum yang kuat sebagai solusi skala besar dan jangka panjang untuk dekarbonisasi jaringan gas.”