Sedangkan pria dianggap lebih menyukai perempuan yang memiliki pinggul melengkung, dan berpayudara besar, dan cantik. Karena ciri itu dianggap seorang perempuan bagus secara genetik dan kesuburan tinggi.
Tetapi pada nyatanya pinggul melengkung, payudara besar, dan kecantikan tak ada korelasinya dengan kesuburan dan kualitas genetik.
"Jelas ada komponen evolusi terhadap rasa ketertarikan, tetapi saya rasa kita harus hati-hati dalam membedakan teori yang disepakati." Lisa Diamond ahli psikologi dari University of Utah dalam Vox.
Baca Juga: Al Jahiz, Penggagas Evolusi Sebelum Charles Darwin

"Jika itu benar, Bumi seharusnya sudah dipenuhi oleh wanita cantik berpayudara besar saja. Itu jelas tidak benar."
Viren Swami menulis bukunya yang berjudul Attraction Explained: The Science of how We Form Relationships, ia lebih menganggap bagaimana pandangan ketertarikan—termasuk kecantikan, justru tumbuh dari budaya sosial tempat kita tinggal dan tumbuh. Akibatnya pandangan kita terkait ketertarikan menjadi berbeda-beda.
Ia terlibat dalam penelitian jurnal Evolution and Human Behavior (2006), ia mengamati definisi tubuh ideal yang menarik pada laki-laki di masyarakat yang dikenal penyebaran HIV-nya tinggi. Hasilnya, laki-laki lebih memilih pasangan yang bertubuh gemuk, sedangkan yang kurus dianggap tidak menarik karena dicurigai terkena HIV.
Tentunya ini berbeda dengan pemahaman kita di Indonesia yang menganggap pasangan yang bertubuh kurus adalah yang menarik.
Prum lewat bukunya juga menyebut hal yang sama terkait rasa ketertarikan dan kecantikan terbentuk. Ia menyebutnya sebagai evolusi estetika, yakni proses yang melibatkan sensorik, evaluasi kognitif, dan pilihan sosial atau seksual.
Semuanya membentuk substrat genetik atau budaya yang hasilnya menghasilkan jenis evolusi yang berbeda terkait pemaknaan akan kecantikan.