Charles Darwin Ungkap Bagaimana 'Kecantikan' Dapat Terbentuk

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 28 Mei 2021 | 14:00 WIB
Charles Darwin mencentuskan seleksi seksual untuk memahami bagaimana kecantikan dan ketertarikan terjadi pada makhluk hidup. (Maull & Fox/Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id - Menurut Aristoteles, kecantikan bergantung pada ukuran dan penataan. Pada lingkup masyarakat, tentunya ukuran dan penataan yang dimaksud untuk kecantikan dipahami dengan standar sosialnya masing-masing.

Pandangan masyarakat juga lebih relevan pada Immanuel Kant yang menyebut, "kecantikan adalah sesuatu yang menyenangkan secara universal, tanpa sebuah konsep."

Secara biologis, pemahaman setiap individu akan kecantikan muncul karena terbenam dalam otak kita lewat aktivitas DMN (Default Mode Network).

Aktivitas ini juga terjadi saat kita melamun. DMN akan membuat kita tertegun pada sesuatu, yang membuat kita memahami seperti apa keindahan itu berdasarkan pengalaman kita.

Baca Juga: Memuja Kecantikan Alam Raya Sembari Menjaga Keseimbangan Semesta

Merak (Pavo muticus) jantan mengandalkan bulunya yang indah demi menarik perhatian betina untuk menjadi pasangannya. Ketika betina melihat keindahan para pejantan dan memilahnya, itulah disebut seleksi seksual menurut Charles Darwin. (Yunaidi Joepoet)

Selain itu mengapa manusia menyukai kecantikan, karena otak kita menganggapnya adalah hal yang menyenangkan.

Menurut Anjan Chatterjee, seorang ahli neurologi Perelman School of Medicine at the University of Pennsylvania, aktivasi korteks visual bersamaan dengan korteks orbitofrontal, dan nucleus accumbens merupakan tanda biologis dari respon kita pada kecantikan.

Kemudian bekerja juga sistem dalam tubuh kita tiga hal, seperti dopamin memengaruhi perilaku kita atas hasrat dan keinginan.

"Itu yang memotivasi kita untuk mendekati hal yang kita suka," kata Chatterjee pada Vox.

Kemudian ada juga endocannabionoid dan opioid, sebuah sistem yang juga aktif saat mengonsumsi ganja dan opium.

Baca Juga: Mendefinisikan 'Kecantikan', Mengapa Banyak Orang yang Memujanya?

Menurut Aristoteles, kecantikan bergantung pada ukuran dan penataan, dengan standar sosialnya masing-masing. Sementara Immanuel Kant yang menyebutkan bahwa kecantikan adalah sesuatu yang menyenangkan secara universal, tanpa sebuah konsep. (Kindlab/Pinterest)

Rupanya, pemahaman akan kecantikan tak hanya dimiliki manusia, tapi juga pada hewan. Charles Darwin dalam bukunya The Descent of Man (1871) menyebutnya sebagai seleksi seksual.

Sebagai definisi, teori itu menyebut bahwa evolusi ciri-ciri tertentu yang mencolok pada tubuh hewan, dapat memberikan keberhasilan baginya untuk mendapatkan pasangan. Sehingga peluang untuk kawin lebih besar karena secara fisik menarik untuk dilihat lawan jenisnya di lingkungan.

Tetapi kecantikan bukan selamanya tentang cara bertahan hidup atau kecocokan antar pasangan.

Richard Prum mengembangkan pendapat Darwin itu lewat bukunya, The Evolution of Beauty. Ia menganggap kecantikan sebagian bersifat bebas dan tak berguna.

Baca Juga: Ew Jorok! Charles Darwin Meneliti Mengapa Manusia Merasakan Jijik

Dalam bukunya, ia mencontohkan burung merak jantan yang anggun. Bulu burung merak memiliki beraneka ragam warna dan membentuk pola menyerupai banyak mata yang indah. Pola ini menarik bagi betina, sehingga mereka akan memilih pejantan mana yang memiliki tampilan paling menarik.

"Saat musim kawin, merak jantan mengeraskan ekornya yang berbentuk setengah bola besar yang dilakukan saat betina datang," jelas Prum dalam Vox.

Namun, bulu-bulunya yang lebar—bahkan lebih besar dari badannya sendiri—dan berat, justru mempersulit mereka untuk bertahan hidup. Burung merak jantan akan sulit lari apabila ada predator yang mengejar mereka.

Padahal sebelumnya, para ahli biologi menganggap pemilihan pasangan adalah ada kecocokan antara kesehatan dan gen. Ornamen atau pola apapun hanya mencerminkan tanda kebugaran. Inilah yang dibantah Prum, bahwa sebenarnya kecantikan adalah hal untuk kesenangan dan subjektif belaka.

Baca Juga: Mengakhiri Polemik Misteri Kematian Charles Darwin

“Kebebasan memilih itu penting bagi hewan,” katanya dilansir The Washington Post. “Kami telah menjelaskan hasratlah yang lebih penting daripada benar-benar mencoba untuk memahami atau menjelaskannya. Itu salah satu perubahan terbesar dalam buku ini."

Kejadian itu tak hanya terjadi pada merak, tetapi pada lainnya seperti burung cikalang dengan tembolok merahnya yang mengembung, dan burung namdru api dan bulunya.

Terkait pandangan ahli biologi yang terdahulu mengenai pandangan gen juga tak seluruhnya salah. Charles Darwin juga mengajukan gagasan evolusi yang sering disebut sebagai survival the fittest

Konsep itu menganggap makhluk hidup yang memiliki sifat berbeda-beda, akan bertahan lebih lama dan memiliki keturunan lebih banyak dan menjadi jenis yang umum. Misalnya, antelop yang mampu berlari cepat akan memiliki banyak keturunan.

Hal itu juga terjadi pada manusia oleh para ilmuwan dalam dokumenter Science of Sexual Attraction (2005) oleh National Geographic. Bahwa pria yang lebih simetris atau mendekati golden ratio kecantikan, lebih menarik bagi perempuan—terutama yang menstruasi.

Sedangkan pria dianggap lebih menyukai perempuan yang memiliki pinggul melengkung, dan berpayudara besar, dan cantik. Karena ciri itu dianggap seorang perempuan bagus secara genetik dan kesuburan tinggi.

Tetapi pada nyatanya pinggul melengkung, payudara besar, dan kecantikan tak ada korelasinya dengan kesuburan dan kualitas genetik.

"Jelas ada komponen evolusi terhadap rasa ketertarikan, tetapi saya rasa kita harus hati-hati dalam membedakan teori yang disepakati." Lisa Diamond ahli psikologi dari University of Utah dalam Vox. 

Baca Juga: Al Jahiz, Penggagas Evolusi Sebelum Charles Darwin

Mendefiniskan kecantikan. Venus adalah dewi cinta bagi kebudayaan Romawi kuno, yang dipuja ketika musim semi. Lukisan Sandro Botticelli bertajuk La nascita di Venere, kelahiran Venus. (Sandro Botticelli/Google Art Project)

"Jika itu benar, Bumi seharusnya sudah dipenuhi oleh wanita cantik berpayudara besar saja. Itu jelas tidak benar."

Viren Swami menulis bukunya yang berjudul Attraction Explained: The Science of how We Form Relationships, ia lebih menganggap bagaimana pandangan ketertarikan—termasuk kecantikan, justru tumbuh dari budaya sosial tempat kita tinggal dan tumbuh. Akibatnya pandangan kita terkait ketertarikan menjadi berbeda-beda.

Ia terlibat dalam penelitian jurnal Evolution and Human Behavior (2006), ia mengamati definisi tubuh ideal yang menarik pada laki-laki di masyarakat yang dikenal penyebaran HIV-nya tinggi. Hasilnya, laki-laki lebih memilih pasangan yang bertubuh gemuk, sedangkan yang kurus dianggap tidak menarik karena dicurigai terkena HIV.

Tentunya ini berbeda dengan pemahaman kita di Indonesia yang menganggap pasangan yang bertubuh kurus adalah yang menarik.

Prum lewat bukunya juga menyebut hal yang sama terkait rasa ketertarikan dan kecantikan terbentuk. Ia menyebutnya sebagai evolusi estetika, yakni proses yang melibatkan sensorik, evaluasi kognitif, dan pilihan sosial atau seksual.

Semuanya membentuk substrat genetik atau budaya yang hasilnya menghasilkan jenis evolusi yang berbeda terkait pemaknaan akan kecantikan.