Mandat Britania di Palestina, Awal Mula Konflik Israel-Palestina

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 22 Mei 2021 | 19:00 WIB
Petugas Batalyon 1 The Loyal Regiment (Lancashire Utara) di kereta troli melewati gerobak kereta api yang penuh dengan pria dari Perusahaan 'B'. Resimen ini kemudian terlibat dalam tugas perlindungan kereta api terhadap kelompok-kelompok Arab militan yang menentang Mandat Inggris dan imigrasi Yahudi yang berkembang. (National Army Museum)

Deklarasi itu menyebutkan "national home" yang memiliki makna ambigu, menurut beberapa sejarawan. Salah satunya adalah James Gelvin, sejarawan Timur-Tengah pada bukunya The Israel-Palestine Conflict: One Hundred Years of War (2002). Menurutnya, istilah ini tidak kuat secara hukum internasional untuk istilah 'negara'.

Deklarasi ini juga tidak melibatkan pihak Palestina. Hal itu diungkapkan sendiri oleh Balfour dalam memonya pada 1919. Akibatnya, deklarasi ini menyebabkan polemik awal antara bangsa Arab dan Yahudi.

Setahun sebelum Balfour menulis memonya, penduduk Arab mendirikan Asosiasi Muslim-Kristen, dan mengadakan kongres di Yerusalem pada 1919. Kongres ini membahas untuk mnentang deklarasi itu.

Pada Maret 1918 sendiri juga Komite Zionis dibentuk, dan mengampanyekan tujuannya atas Palestina. Ketika Deklarasi Balfour diberlakukan untuk Mandat Britania di Palestina, banyak Yahudi yang datang atas kampanye untuk bermigrasi sana.

Yerusalem, sekitar 1900. (Photograpium)

Pada 1920 kelompok Arab mulai menyerang kawasan Yahudi atas respons tindakan mereka. Serangan itu terjadi pada Maret di desa Tel Hai dan Yerusalem.

Selama 1920-an, kondisi Palestina kian memanas, terutama saat distribusi listrik masuk yang dibawakan oleh Pinhas Rutenberg yang merupakan pengusaha Yahudi, dan difasilitasi Inggris. Perlawanan terjadi tak hanya dilakukan oleh kalangan Arab tapi juga Yahudi sayap kiri.

Kerunyaman makin terbentuk pada 1930 ketika Syekh Izzaddin al-Qassam dari Suriah mengorganisir organisasi militan anti-Zionis dan anti-Inggris.

Al Qassam tewas pada 1935 setelah dibunuh polisi Inggris. Wafatnya al-Qassam membuat kemarahan komunitas Arab meluas. Komunitas Arab pun melakukan pemberontakan dari 1935 hingga 1940-an.

Pemberontakan Arab ini membuat Inggris membuat White Paper tahun 1939. White Paper ini menyetujui untuk mengatur pemukiman Yahudi di Palestina.