Mandat Britania di Palestina, Awal Mula Konflik Israel-Palestina

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 22 Mei 2021 | 19:00 WIB
Petugas Batalyon 1 The Loyal Regiment (Lancashire Utara) di kereta troli melewati gerobak kereta api yang penuh dengan pria dari Perusahaan 'B'. Resimen ini kemudian terlibat dalam tugas perlindungan kereta api terhadap kelompok-kelompok Arab militan yang menentang Mandat Inggris dan imigrasi Yahudi yang berkembang.
Petugas Batalyon 1 The Loyal Regiment (Lancashire Utara) di kereta troli melewati gerobak kereta api yang penuh dengan pria dari Perusahaan 'B'. Resimen ini kemudian terlibat dalam tugas perlindungan kereta api terhadap kelompok-kelompok Arab militan yang menentang Mandat Inggris dan imigrasi Yahudi yang berkembang. (National Army Museum)

Pengaturan itu membuat kalangan Yahudi dibatasi membeli tanah kawasan Arab, kecuali di beberapa kawasan. Peraturan lainnya juga untuk membatasi jumlah imigran Yahudi ke Palestina. Akan tetapi, saat Perang Dunia II pecah, Holocaust yang dilakukan Nazi Jerman membuat orang Yahudi harus bermigrasi meninggalkan Eropa menuju Palestina.

Akibat regulasi itu, banyak Yahudi yang terlantar di kamp Eropa. Presiden Amerika Serikat, Hary S Truman meminta Inggris untuk membiarkan mereka masuk. White Paper pun ditentang oleh kalangan Zionis dan melakukan pemberontakan atas Inggris pada 1940-an.

Pemberontakan ini berhasil membunuh politisi Inggris, Lord Moyne. Pembunuhan ini membuat anti-Semit di Inggris naik, dan melawan zionisme. Bahkan sebagian besar perwira militer Inggris di Palestina menjadi pro-Arab.

Baca Juga: Operasi Badr, Serangan Mesir Saat Israel Merayakan Hari Yom Kippur

Kapal SS 'Exodus' (1928) yang merupakan pembawa pengungsi Yahudi dari Prancis yang hendak menetap di Palestina. Khawatir akan sikap Mesir dan Arab Saudi, pembatasan imigran ini diharapkan supya Inggris memenangkan hati kedua negara Arab tersebut.  Akibatnya membuat pemberontakan dari kalangan Zionis. 'Exodus' disita oleh Angkatan Laut Kerajaan Inggris dan setelah berlabuh di Haifa, dikirim kembali ke Prancis dengan mayoritas penumpangnya masih berada di kapal.
Kapal SS 'Exodus' (1928) yang merupakan pembawa pengungsi Yahudi dari Prancis yang hendak menetap di Palestina. Khawatir akan sikap Mesir dan Arab Saudi, pembatasan imigran ini diharapkan supya Inggris memenangkan hati kedua negara Arab tersebut. Akibatnya membuat pemberontakan dari kalangan Zionis. 'Exodus' disita oleh Angkatan Laut Kerajaan Inggris dan setelah berlabuh di Haifa, dikirim kembali ke Prancis dengan mayoritas penumpangnya masih berada di kapal. (National Army Museum)

Pemberontakan Arab dan Zionis, maupun permintaan Hary S Truman membuat Inggris hendak mengakhiri mandatnya di Palestina. Mereka menggelar pendapat 11 negara lewat UNSCOP (Komite Khusus PBB untuk Palestina) pada 15 Mei 1947.

Tujuh negara merekomendasikan pembentukan negara-negara Arab dan Yahudi yang merdeka, dengan Yerusalem di bawah adminstrasi internasional. Sedangkan tiga negara menyarankan pembentukan federal yang berisi negara-negara Arab dan Yahudi.

November 1947, Majelis Umum PBB melibatkan banyak negara merekomendasikan rencana pembatsan dan persatuan ekonomi. Masalah pembatan dibahas bagaima kedua negara akan dibentuk. Dengan demikian Inggris mengumumkan akhir mandatnya, dan menarik diri dari Palestina pada 14 Mei 1948.

Muslim dari India beribadah bersama orang Yahudi di Makam Raja Daud, di Gunung Sion di Yerusalem. (John Stanmeyer/ National Geographic)

Sejatinya, organisasai Liga Arab maupun beberapa organisasi Zionis menentang pembatasan itu. Pihak Zionis mengungkapkan keberatan bahwa kawasan Transjordan diklaim sebagai hak orang Yahudi atas kesepakatan Piagam PBB.

Akhirnya terjadilah perang saudara 1947-1948 di Mandat Briania di Palestina antara komunitas Arab dan Yahudi, bersamaan otoritas Inggris yang memudar. Selama perang saudara terjadi, berangsur-angsur pasukan, kuasa hukum, dan bagian administrasi Inggris meninggalkan Palestina. Meskipun di tahun itu hingga 1949, negara-negara Arab mulai memasuki Palestina, dan berbuntut Perang Arab-Israel.

Tentara Inggris yang tersisa berada di Haifa, dan kembali ke negara asalnya lewat RAF Ramat David. Akhirnya, Ramat David diserahkan pada Israel pada 26 Mei 1949.

Baca Juga: 24 April 1957, Terusan Suez Dibuka Kembali Setelah Krisis Sinai