Potret Kehidupan dan Harapan Para Perempuan Muda di Jalur Gaza

By National Geographic Indonesia, Minggu, 23 Mei 2021 | 12:00 WIB
Yara dan teman-temannya menyiapkan nomor tarian saat listrik padam. Bahan bakar langka di Gaza dan banyak keluarga hanya menerima enam sampai delapan jam listrik sehari. (Monique Jaques)

 

 

Kondisi ini diperbesar oleh kenyataan bahwa keluarga besar hidup secara komunal dan hanya ada sedikit hal yang bisa lolos dari pengawasan orang lain. Bahkan bertemu dengan laki-laki untuk minum kopi tanpa sepengetahuan orang tua Anda, kata Jaques, bisa jadi penyebab gosip.

Untuk mendapatkan akses, Jaques mulai bertemu sebanyak mungkin gadis, dan membangun tradisi cerita lisan oleh orang-orang Palestina, dengan meminta mereka membagikan ceritanya. Satu hal bisa mengarah ke hal lain saat dia membuat lebih banyak koneksi. Meskipun sebagian besar orang yang difotonya tinggal di Kota Gaza yang lebih liberal, masih ada tantangan untuk meyakinkan remaja dan orang dewasa muda untuk menyingkirkan kekhawatiran akan norma sosial dan membiarkannya memotret mereka.

"Bila Anda masih muda Anda bisa melakukan apapun yang Anda mau," kata Jaques. "Begitu Anda mengalami pubertas, semuanya berubah. Keluarga akan mendorong anak perempuan muda mereka untuk difoto, tapi lebih enggan menyuruh anak perempuan yang lebih tua."

Baca Juga: Gerakan Partai Komunis Palestina, Perlawanan Zionis dan Lika-Likunya

 

Doaa mengambil foto dirinya di sebuah kafe trendi di Kota Gaza pada 2012. (Monique Jaques)

Bagi banyak warga Gaza, laut adalah satu-satunya tempat mereka bisa melupakan tentang isolasi mereka. Sabah Abu Ghanem, 14, dan adiknya berselancar di pagi hari di luar Kota Gaza pada tahun 2013. Kakak adik ini menjuarai banyak kompetisi di dalam Jalur Gaza, namun tidak pernah meninggalkan Jalur Gaza untuk bertanding. Ketika Jaques baru-baru ini mengunjungi Gaza kembali , Sabah telah menikah dan tidak lagi merasa nyaman untuk difoto. (Monique Jaques)