Apa Salah Musik-Musik Barat Seperti The Beatles di Telinga Sukarno?

By Fikri Muhammad, Rabu, 2 Juni 2021 | 17:30 WIB
Sukarno menutup telinganya. (Seventh News Service)

Sukarno pernah membahas ini dengan Ki Hajar Dewantara, menurutnya Rock n Roll dan tarian Twist tidak hanya diberantas tapi harus ada penggantinya.

"Kita harus kasih something instead, gantinya. Kita tidak bisa melarang kita punya pemuda dan pemudi kita jangan menari. Tidak bisa melarang kita punya pemuda-pemudi jangan menyanyi. Sebab menari dan menyanyi itu adalah memang kodrat dan karakter daripada pemuda-pemudi. Malahan, meskipun aku tua pun aku suka menyanyi dan menari. Tetapi marilah kita, dalam melarang tari-tarian yang gila-gilaan, nyanyi-nyanyian yang gila-gilaan itu, kita kasih gantinya. Dan dari mana penggantinya? Carilah dari pangkuan Ibu Pertiwi. Carilah dari kepribadian bangsa Indonesia sendiri," kata Ki Hajar Dewantara di buku Soekarno: Gerakan Massa dan Mahasiswa.

Wejangan Ki Hajar terjawab setelah Soekarno datang ke Maluku. Waktu itu ia disuguhkan tari Lenso, lalu ia mendapat ide menggunakan tari Lenso sebagai tari 'gila-gilaan'.

Baca Juga: Bagaimana Si Pendiam Menjadi Paling Populer Dibanding Beatles Lainnya

The Beatles di acara Ed Sullivan 1964 ()

Kecaman tidak hanya pada warna musik tetapi berkaitan dengan dansa yang disebut cha-chacha. Dansa itu mendapat kecaman karena gerakannya dianggap memunculkan nafsu birahi dan dinilai bertentangan dengan kepribadian bangsa. Namun yang jadi pelopor dansa ini justru para kepala daerah dan kepala jawatan yang duduk di kursi pemerintahan tulis Sitompoel dalam Star Weekly 2 Januari 1960.

Pada pertemuan dadakan oleh Djawatan Kebudayaan Perwakilan Djakarta Raya di Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur muncul berbagai keluhan dari beberapa pembicara bahwa larangan-larangan itu merugikan kaum pemuda.

Masalah larangan adanya grup musik dengan aliran Barat dirasa membuat pemuda kehilangan kreatifitas bermusik yang bisa jadi pekerjaan mereka. 

Tidak semua masyarakat setuju dengan Sukarno, tapi mereka memilih untuk diam-diam tanpa tindakan berarti. Hal ini tertanam pada masyarakat awam jika ada yang melanggar, maka akan dicap kontra revolusioner dan tidak berjiwa nasionalis, tulis Ayu Pertiwi di jurnal Larangan Soekarno Terhadap Musik Barat Tahun 1959-1967.

Baca Juga: Histeria Beatlemania Saat Pendaratan Pertama The Beatles di AS