Temuan 'Kota Emas' Mesir Kuno Mengungkap Kejadian 3.500 Tahun Silam

By Fadhil Ramadhan, Minggu, 6 Juni 2021 | 08:00 WIB
Dinding-dinding bata lumpur berliku-liku setinggi sembilan kaki yang ditemukan di situs "kota emas Luxor yang hilang". (ZAHI HAWASS)

Terdapat lebih banyak patung Amenhotep III daripada firaun lainnya. Muminya baru ditemukan pada 1889.  Amenhotep III dimakamkan di Lembah Para Raja. Analisis mengungkapkan bahwa dia meninggal antara usia 40 - 50 tahun. Dan kemungkinan besar, dia menderita berbagai penyakit di tahun-tahun terakhirnya; radang sendi, obesitas, juga abses parah pada giginya.

Putra tertua dan ahli warisnya, Raja Mesir Thutmose, meninggal muda. Lalu tahta raja diberikan kepada putra keduanya, Amenhotep IV, yang segera mengubah namanya menjadi Akhenaten. Ratunya adalah Nefertiti, dan putranya yang pada akhirnya akan naik takhta, adalah bocah laki-laki yang terkenal bernama Tutankhamun.

Akhenaten menolak ajaran politeisme, yang didominasi oleh penyembahan “Amun”. Kemudian memutuskan untuk memulai agamanya sendiri dan menyembah “Aten”. Maka dari itu dia mengubah namanya dari Amenhotep IV menjadi Akhenaten (dan sekarang dikenal sebagai Amarna). Akhenaten juga memindahkan ibu kota dari kota Thebes ke ke lokasi baru yang sekarang menjadi kota Amarna, yang berada di antara Thebes dan Memphis.

Baca Juga: Tanda Perbatasan Pertama dalam Sejarah Ditemukan, Milik Raja Scorpion

Desember 1923, Makam Tutankhamun | Kain linen, dihiasi dengan 'roset' perunggu di dalam dinding kuil emas. (Griffith Institute, University of Oxford/Colorized by Dynamichrome)

Apakah dia seorang revolusioner yang visioner, atau seorang pemeluk agama yang fanatik? Mungkin tidak keduanya—beberapa sejarawan berpendapat bahwa memindahkan ibu kota mungkin lebih merupakan strategi politik dari pihak firaun baru, untuk melepaskan masyarakat Mesir dari cengkeraman para pendeta Amun. Seusai masa pemerintahannya, Tutankhamun naik takhta dan membawa ibu kota ke Memphis. Dia mengakhiri pemberontakan ayahnya Akhenaten, juga memerintahkan pembangunan kuil dan tempat suci lebih banyak di Thebes.

"Tidak diragukan lagi; ini benar-benar penemuan yang fenomenal," kata Salima Ikram, seorang arkeolog yang memimpin Universitas Amerika di unit Egyptology Kairo, kepada National Geographic. "Ini gambaran singkat tentang waktu—Pompeii versi Mesir. Ini mengejutkan."

Betsy Bryan, seorang Egyptologist di Johns Hopkins University, menyebutnya sebagai "penemuan arkeologi terpenting kedua sejak makam Tutankhamun."