SpaceX Akan Luncurkan Bayi Cumi dan Tardigrades ke Luar Angkasa

By Fikri Muhammad, Rabu, 2 Juni 2021 | 19:00 WIB
Bayi cumi-cumi bobtail digambarkan berenang di air laut tak lama setelah menetas. (JAMIE S FOSTER)

Nationalgeographic.co.id—SpaceX bersiap untuk meluncurkan misi kargo ke-22 ke Stasiun Luar Angkasa Internasional minggu ini dan pada kapsul kargo Dragon akan ada beberapa organisme menarik.

Bayi Cumi-cumi bobtail dan tardigrades, juga dikenal sebagai beruang air, akan melakukan perjalanan ke pos terdepan orbit untuk membantu para peneliti menjawab beberapa pertanyaan kuncu tentang penerbangan luar angkasa. 

Jika semua berjalan sesuai rencana, misi CRS-2 Spacex akan diluncurkan dari Pad 39A di Kennedy Space Center NASA, Florida pada Kamis 3 Juni pukul 13:29 menurut laman Space.

Cumi-cumi bobtail (Euprymna scolopes) akan menjadi salah satu dari berbagai eksperimen penelitian dan kargo yang dijadwalkan untuk dikirim ke ISS. Cumi ini adalah organisme yang menarik karena mereka bersinar dalam gelap berkat organ khusus di kantung tinta mereka.

Para peneliti berharap bahwa cumi-cumi dapat membantu menjelaskan bagaimana mikroba pada hewan bereaksi terhadap penerbangan luar angkasa. Untuk itu NASA mengirimkan paralarva (bayi) cumi-cumi yang baru menetas ke luar angkasa untuk mempelajari bagaimana hubungan antara cumi-cumi dan sekelompok mikroba simbiosis dalam gaya berat mikro, sebagai bagoan dari penyelidikan penelitian yang disebut UMAMI (Understanding of Microgravity on Animal-Microbe Interactions).

Mikroba memainkan peran penting dalam perkembangan normal jaringan hewan dan menjaga kesehatan manusia.

"Hewan, termasuk manusia, bergantung pada mikroba kita untuk menjaga kesehatan pencernaan dan sistem kekebalan tubuh," kata peneliti UMAMI Jamie Foster dalam sebuah pernyataan.

"Kami tidak sepenuhnya memahami bagaimana penerbangan luar angkasa mengubah interaksi yang menguntungkan ini. Eksperimen UMAMI menggunakan cumi-cumi bobtail yang bersinar dalam gelap untuk mengatasi masalah penting dalam kesehatan hewan ini."

Baca Juga: Fosil Cumi-cumi Vampir Langka Ditemukan Kembali Setelah Lama 'Hilang'

Gambar FPC, yang akan diisi dengan tas akuarium kecil berisi bayi cumi-cumi bobtail. (RACHEL ORMSBY)

Eksperimen ini terdiri dari dua Fluid Processing Cassettes (FPC) yang menampung grup eksperimen dan grup kontrol. 

Kelompok paralarva cumi-cumi akan dinokulasi dengan air laut tersaring yang mengandung mikroba simbiosis bernama V. fischeri, kemudian diinkubasi selama 12 jam. FPC lainnya akan berisi cumi-cumi bersama dengan air laut yang disaring yang belum diolah dengan mikroba.

Setelah eksperimen berjalan, paralarva akan di-eutanasia dan sampel disimpan untuk dikembalikan ke bumi. Para ilmuwan berharap bahwa penyelidikan dapat mengarah pada cara-cara baru untuk menjaga kesehatan astronot dalam misi luar angkasa jangka panjang. 

Ini juga dapat mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang interaksi kompleks antara hewan dan mikroba yang menguntungkan, dan penemuan jalur baru yang digunakan mikroba untuk berkomunikasi dengan jaringan hewan.

Sementara tardigrades alias beruang air dapat hidup di lingkungan yang paling ekstrem, menjadikannya organisme yang menarik untuk dipelajari. Para peneliti telah mampu mengurutkan genom tardigrade (Hypsibius exemplaris) dan telah mengembangkan metode untuk menentukan bagaimana kondisi lingkungan memengaruhi ekspresi gen pada tardigrades. 

Sebagai bagian dari penyeldikan Cell Science-04, para ilmuwan berharap untuk mengidentifikasi gen mana yang terlibat dalam adaptasi dan kelangsungan hidup tardigrades di lingkungan stress tinggi. seperti gayaberat mikro. 

 Baca Juga: Sampah Antariksa Menghantam dan Merusak Stasiun Luar Angkasa

Mikrograf cahaya pra-penerbangan tardigrade terestrial tipikal yang terlihat pada perbesaran 40X. (Boothby Lab)

Eksperimen akan berjalan selama dua bulan di stasiun dan tardigrades akan dikirim ke sana dalam keadaan beku. Kemudian dicairkan setelah eksperimen diaktifkan.

Pendekatan genetik terbalik dikembangkan untuk penyelidikan ini, yang akan menggunakan interderensi RNA untuk menyelidiki secara langsung peran gen tertentu dalam menoleransi lingkungan. 

Mengidentifikasi mekanisme yang digunakan oleh tardigrades untuk melindungi diri dari tekanan lingkunan dapat membantu para peneliti melindungi astronot dengan lebih baik. 

Baca Juga: Astronaut Jepang Unggah Foto Mekkah yang Dipotret dari Luar Angkasa