Tan Ho Seng
Jepang menguasai Singapura dan Hindia Belanda pada 1942. Sementara itu, Tan Malaka melanjutkan petualangannya ke tanah air menggunakan identitas Tan Ho Seng lewat Medan. Ia mencari cara agar bisa pergi ke Pulau Jawa.
Tan Malaka juga mendapat kabar bahwa nama aslinya digunakan oleh pemerintah kolonial untuk membohongi masyarakat di Padang. Meski demikian, Tan Malaka tak menggubrisnya dan memilih lanjutkan perjalanan hingga tiba di Jakarta.
Baca Juga: Di Rumah Achmad Soebardjo, Akhirnya Tan Malaka dan Soekarno Berjumpa
Ilyas Hussein
Setibanya di Jakarta, ia tak langsung melebur dengan usaha pergerakan kemerdekaan. Ia menyamarkan dirinya sebagai Ilyas Hussein, untuk mengembara memahami kondisi sosial-ekonomi dan politik di Hindia Belanda yang lama ditinggalkannya.
Dengan identitas ini ia bekerja sebagai kerani di pertambangan Jepang di Bayah, Banten. Dalam pengematannya, pertambangan itu mempekerjakan tenaga romusha dengan sangat eksploitatif.
Ia mencatat bahwa ada sekitar 500 romusha tewas tiap bulannya, dan makamnya mencapai 38 hektar.
Ketika Sukarno dan Hatta tiba di Bayah pada 1943, mereka menyatakan bahwa Indonesia akan merdeka bersama Jepang. Tan Malaka yang masih menyamar menolak itu dan menyela pidatonya, dengan anggapan kemerdekaan Indonesia seharusnya bukan seperti hadiah tetapi hasil perjuangan.
Selain itu dengan nama ini ia menuntaskan buku Madilog-nya saat tinggal di Kalibata, Jakarta.
Baca Juga: Lawatan ke Kampung Tan: Dia Kembali Dikenal di Kampungnya Sendiri