Peristiwa Misterius 19 Juta Tahun Lalu Hampir Memusnahkan Semua Hiu

By Utomo Priyambodo, Jumat, 4 Juni 2021 | 12:00 WIB
Impresi seniman dalam ilustrasi hiu megalodon yang sudah punah. Menurut sebuah studi terbaru, sekitar 19 juta tahun yang lalu sebuah peristiwa misterius hampir membuat seluruh populasi hiu di bumi punah. (Warpaintcobra/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id—Menurut sebuah studi terbaru, sekitar 19 juta tahun yang lalu sebuah peristiwa misterius hampir membuat seluruh populasi hiu di bumi punah.

Para ilmuwan mencatat bahwa sekitar 90 persen hiu menghilang dari lautan dalam waktu kurang dari 100.000 tahun. Namun tidak diketahui mengapa dan apakah mereka mati dalam satu hari, minggu, tahun, atau bahkan ribuan tahun.

Peristiwa kepunahan ini secara signifikan mengubah lingkungan laut purba, dan hiu-hiu tersebut tidak pernah pulih dari kematian, menurut laporan penelitian yang diterbitkan pada 3 Juni 2021 di jurnal Science.

"Hiu telah ada selama 400 juta tahun. Mereka telah melewati banyak kepunahan massal," ujar Elizabeth Sibert, salah satu peneliti dalam studi terbaru ini, seperti dilansir Live Science.

Sibert adalah postdoctoral fellow dari Institute for Biospheric Studies di Yale University yang saat memulai mengerjakan studi ini masih merupakan junior fellow di Harvard University. Menurutnya, beberapa peristiwa kepunahan massal yang dilalui hiu selama ini merupakan kejadian yang memusnahkan hampir semua kehidupan. Namun selama zaman Miosen awal, sesuatu "jelas terjadi hampir menghapus kelompok ini dari muka bumi ini," ucapnya.

Kisah ini tersembunyi di dalam kelompok ichthyolith atau fosil sisa ikan yang sebagian besar diabaikan, Fosil yang dimaksud merupakan fosil mikroskopis sisik hiu (disebut dentikel) dan gigi ikan tersebut yang terkubur jauh di dalam sedimen di dasar laut.

Baca Juga: Gigi Megalodon, Hiu Terbesar yang Pernah Hidup, Ditemukan di Pantai

Hiu helicoprion, genus ikan eugeneodont yang mirip hiu yang sudah punah. Hampir semua spesimen fosil terdiri dari kumpulan gigi individu yang tersusun secara spiral, yang disebut 'putaran gigi'. Peristiwa kepunahan massal secara signifikan mengubah lingkungan laut purba, dan hiu-hiu tersebut tidak pernah pulih dari kematian. (Fernando G. Baptista and Patricia Healy)

Ichthyolith ditemukan di sebagian besar jenis sedimen, tetapi mereka kecil dan relatif jarang dibandingkan dengan beberapa mikrofosil lain yang lebih baik dipelajari, kata Sibert. Faktanya, meskipun beberapa ilmuwan mempelajari ichthyolith pada 1970-an dan 80-an, beberapa dekade setelah itu hanya ada sedikit peneliti yang kemudian memeriksanya lagi, sampai akhirnya Sibert menyelidikinya untuk gelar doktornya yang diselesaikannya pada 2016.

"Banyak hal yang telah saya lakukan di awal karier saya sebagai ilmuwan adalah mencari tahu bagaimana bekerja dengan fosil-fosil ini, pertanyaan macam apa yang dapat kami ajukan tentang mereka," kata Sibert.

Ichthyolith ditemukan di dalam inti sedimen yang dalam, atau sedimen yang telah tertumpuk di dasar laut selama jutaan tahun. Semakin dalam sedimen, semakin tua usianya, dengan beberapa inti sedimen berusia 300 juta tahun, kata Sibert. Inti sedimen ini memungkinkan peneliti untuk membuat deret waktu. Beberapa inci di bawah inti sama dengan beberapa tahun dalam sejarah.

Sibert dan kelompok peneliti lain sebelumnya menemukan bahwa jumlah ichthyolith hiu di inti tersebut sangat menurun 19 juta tahun yang lalu, tetapi tidak jelas apakah penurunan ini mewakili peristiwa kepunahan.

Baca Juga: Kepunahan Massal di Usus Manusia Terungkap Berkat Kotoran 2.000 Tahun

Dalam studi terbaru ini, Sibert dan rekan penelitinya, Leah Rubin, yang merupakan mahasiswa sarjana di College of the Atlantic di Bar Harbor, Maine, pada saat penelitian, menganalisis inti sedimen yang diambil bertahun-tahun yang lalu oleh proyek pengeboran laut dalam di dua situs berbeda. Satu situs berlokasi di tengah Pasifik Utara, dan satu lainnya di tengah Pasifik Selatan.

"Kami memilih situs-situs tersebut terutama karena mereka jauh dari daratan dan mereka jauh dari pengaruh perubahan sirkulasi laut atau arus laut," kata Sibert. Dengan kata lain, mereka ingin memastikan bahwa perubahan ichthyolith yang mereka lihat bukan karena variabel lain, seperti migrasi sedimen melintasi lautan.

Namun, hanya situs Pasifik Selatan yang memiliki data dari 19 juta tahun yang lalu. Inti sedimen lainnya memiliki data dari 22 juta hingga 35 juta tahun yang lalu dan dari 11 juta hingga 12 juta tahun yang lalu, tetapi tidak ada di antaranya.

Setelah mengekstraksi ichthyolith dari inti sedimen tersebut, para peneliti memeriksa dua metrik spesifik. Kedua ukuran yang mereka periksa adalah terkait kelimpahan dan keragaman fosil hiu dalam inti sedimen tersebit.

Baca Juga: Orangutan Tapanuli Menuju Jurang Kepunahan Akibat PLTA dan Perburuan

Ichthyolith—bahasa Yunani kuno ichthys yang berarti 'ikan, lithos berarti 'batu'— fosil ikan yang diawetkan secara lengkap atau sebagian berupa sisik atau tulang. (educalingo)

Dengan melihat snapshot (potret gambaran) perubahan di inti sedimen tersebut, para peneliti menemukan bahwa jumlah fosil hiu di laut terbuka turun 90% sekitar 19 juta tahun yang lalu. Namun untuk memahami apakah ini benar-benar peristiwa kepunahan, para peneliti ingin memahami apakah keanekaragaman —jumlah spesies hiu yang berbeda— juga menurun.

Untuk mengukur keragaman hiu, mereka mengklasifikasikan 798 dentikel dari Pasifik Selatan dan 465 dari Pasifik Utara ke dalam 80 morfologi, atau bentuk dan struktur yang berbeda. Mereka menemukan bahwa sekitar waktu itu, sekitar 70% jenis dentikel menghilang. Para peneliti juga menyusun katalog dentikel hiu moderen dan menemukan bahwa 20% dari morfologi peristiwa pra-kepunahan itu ada pada hiu moderen tetapi tidak dalam catatan fosil.

Dengan kata lain, peristiwa kepunahan yang hilang ini memusnahkan antara 70% dan 90% spesies hiu dan 90% individu hiu.