Menurut Prof. Dr. Raden Mas Ngabehi (Lesya) Poerbatjaraka seorang budayawan, ilmuwan Jawa, dan pakar sastra Jawa Kuno, di Jawa Timur terdapat empat kerajaan yang rajanya saling bersaudara. Kerajaan itu adalah Jenggala atau Kahuripan (bagian utara), Daha atau Kediri (bagian selatan), Singasari (bagian timur), dan Gegelang atau Urawan (bagian barat).
Raja Jenggala yang sudah memiliki satu putra, Brajanata, tidak puas dan memohon kepada Dewa untuk memperoleh anak laki-laki lagi. Permintaan Raja Jenggala dikabulkan. Tak lama kemudian, lahirlah Raden Inu Kertapati atau dikenal dengan Panji. Tahun demi tahun berlalu, Panji pun beranjak dewasa. Suatu ketika, Panji mengunjungi kepatihan untuk kepentingan politik. Takdir seperti menghinggapi diri Panji. Di kepatihan, Panji bertemu dengan seorang wanita cantik nan rupawan yaitu Dewi Angreni, putri dari Patih Kudanawarsa.
Hati tak bisa berbohong dan cinta semakin menggebu, tanpa sadar Panji langsung jatuh hati kepada Angreni. Setelah berusaha meyakinkan Angreni mengenai cintanya, mereka pun akhirnya menikah. Meski saat itu Panji sudah dijodohkan dengan Candrakirana, putri Kerajaan Kediri sejak kecil.
Baca Juga: Kelana Budaya Panji yang Melintasi Bentuk, Tempat, dan Waktu
Berdasarkan laman Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, perkawinan Panji dan Angreni membuat Raja Kediri, ayah Candrakirana, menjadi resah. Raja Kediri takut perkawinan antara Panji dan Candrakirana tidak akan terjadi.
Melihat keadaan yang semakin tidak kondusif, Raja Jenggala yang ingin Panji dan Candrakirana menikah akhirnya menyuruh Brajanata, kakak tiri Panji untuk membunuh Angreni. Brajanata berhasil mengelabui Panji dengan membuatnya mengunjungi Rara Sunthi di Pucangan.
Angreni bersama pelayannya kemudian dibunuh oleh Brajanata menggunakan keris.
Setelah pulang dari Pucangan, Panji tidak menemukan keberadaan sang istri. Panji merasa frustasi dan kehilangan. Pencarian tidak berhenti dilakukan. Pada akhirnya, Panji berhasil menemukan mayat Angreni di bawah tumpukan bunga angsana di pantai Kamal.