Nationalgeographic.co.id—Sejak Njoto belia buku-buku Marx, Stalin, dan Lenin jadi santapan sehari-sehari saat duduk di bangku Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), semacam sekolah menengah pertama di Solo.
"Buku-buku berat berbahasa asing itu dipilih atas kemauannya sendiri, tidak ada yang mengarahkan," kata Sri Windarti, adik kandung Njoto 2009 lalu di buku Njoto Peniup Saksofon di Tengah Prahara. Biasanya, buku-buku itu dibaca selepas Njoto belajar.
Budaya baca tartanam di keluarganya. Raden Sosro Hartono, ayah Njoto, membiasakan anak-anaknya gemar membaca dari kecil. Mereka bebas membaca apa saja asalkan urusan sekolah tidak terbengkalai.