Njoto Belajar Komunis dan Jadi Tiga Serangkai dengan Aidit dan Lukman

By Fikri Muhammad, Senin, 7 Juni 2021 | 18:00 WIB
Dua tokoh PKI Aidit dan Njoto. LIFE MAGAZINE ()

 

Terbunuhnya banyak kader pada peristiwa Madiun membuat mereka menjadi mandiri. "Mereka jadi independen karena tak punya lagi tempat bertanya," kata almarhum Murad Aidit di buku Aidit Sang Legenda

Tiga serangkai diam-diam memperluas jaringan PKI di Jakarta dan membentuk Onder Seksi Comite di tingkat kecamatan. Aidit dan Lukman bahkan pernah dikabarkan pergi ke Cina pada 1949. Ada kabar bahwa itu bualan untuk mengecoh pengejaran. Ada yang bulang mereka ke Medan dan Jakarta. Situasinya sulit karena hampir setiap kabinet alergi komunisme.

Pada situasi rumit itu, Aidit dan Lukman nekat menerbitkan Bintang Merah pada 15 Agustus 1950 dan selama dua pekan sekali mereka menerbitkan stensil Suara Rakyat, embrio dari Harian Rakyat yang jadi koran terbesar dengan oplah 55 ribu per hari.

Baca Juga: Bung Hatta: Stalin Memarahi Semaoen Karena Konvensi Nasionalis

Njoto kemudian bergabung untuk menggarapnya pada Januari 1951. Lewat Harian Rakyat dan Bintang Merah, Njoto 'menghajar' lawan-lawan politiknya. 

Dua tahun kemudian, mereka menjadi pemimpin partai. Aidit jadi Sekretaris Jenderal, Lukman Wakil Sekjen I, dan Njoto jadi Wakil Sekjen II. 

Pershabatan ketiganya berlanjut hingga Njoto menempati rumah di Menteng. Aidit dan Lukman sering datang dan mengadakan rapat di rumah itu. 

Aidit dan Njoto, kenang Windarti, tipikal yang serius, terutama jika dalam urusan pekerjaan. Sementara Lukman lebih supel dan suka guyon.