'Salju Darah' Bisa Jadi Kunci untuk Memahami Dampak Perubahan Iklim

By Utomo Priyambodo, Selasa, 8 Juni 2021 | 20:00 WIB
(Jean-Gabriel VALAY/JARDIN DU LAUTARET/UGA/CNRS)

"Kami mungkin memiliki ekspektasi sesuatu, tetapi bukan zonasi spesies yang spektakuler ini," dengan banyak spesies secara eksklusif terbatas pada ketinggian tinggi atau rendah, kata Maréchal.

Studi ini berfungsi sebagai titik awal untuk proyek AlpAlga saat tim mencoba menjawab banyak pertanyaan yang tersisa tentang "gletser darah" ini. Kita masih belum tahu kondisi lingkungan apa yang memicu blooming alga; bagaimana kondisi musiman dan hilangnya salju mempengaruhi siklus hidup alga; atau bagaimana blooming alga mempengaruhi pencairan salju dan retret glasial, dalam skala besar, kata Maréchal.

Dalam ekspedisi yang akan datang akhir bulan ini, tim berencana untuk membangun situs-situs penelitian jangka panjang di mana mereka dapat melacak pertumbuhan alga selama melewati perubahan musim.

 

 

Mereka akan menganalisis gradien antara salju putih dan merah, untuk melihat kondisi apa yang menyebabkan terjadinya blooming alga tersebut, dan mengambil sampel sel alga untuk dibudidayakan di laboratorium mereka.

Garis penelitian ini seharusnya tidak hanya mengungkap misteri gletser darah, tetapi juga memberikan wawasan tentang bagaimana ekosistem Alpen dapat berubah saat iklim menghangat, kata Maréchal.

Gletser yang mencair di daerah kutub sering menjadi berita utama, sebagian karena dampaknya terhadap kenaikan permukaan laut telah banyak dibahas, kata Maréchal. Namun perubahan iklim juga berdampak besar pada gletser yang terkurung daratan di daerah pegunungan, di mana air glasial berfungsi sebagai reservoir untuk sistem perairan sungai, katanya. Jadi dalam jangka panjang, dampak perubahan iklim akan terasa di daerah pegunungan, "walaupun jauh dari pantai."