Nasib Keluarga Dipa Nusantara Aidit Sesudah Malam 30 September

By Fikri Muhammad, Kamis, 10 Juni 2021 | 18:17 WIB
D.N. Aidit. WIKIMEDIA ()

 

Ilham, teringat saat itu usianya sembilan tahun dan empat orang petugas datang ke rumah Yohanes dan bertanya betulkah ia memelihara anak Aidit? Yohanes pun mengangguk.

Ia mengajak petugas ke halaman dimana Ilham dan Irfan tengah main kelereng. Mengetahui anak-anak itu masih kecil, dua petugas itu menyarungkan pistol dan berlalu. "Aku benar-benar gemetar," kenang Ilham. "Kamu selamat karena umur." Berunrung Iwan yang sudah agak besar tidak ada di tempat. 

Ilham kemudian kuliah di jurusan Arsitek Universitas Parahyangan, Bandung. Sementara Irfan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Iwan di Institut Teknologi Bandung. 

 

 

Ilham yang gemar mendaki gunung itu ikut pula sebagai anggota Wanadri. Dia mengenal Sarwo Edhie Wibowo, komandan pasukasn khusus yang membasmi PKI pasca-G30S. "Aku didekap sama dia. Tidak lama, hanya belasan detik," kata Ilham saat dilantik.

Pertemuan mereka pada 1983. Ilham jadi komandan operasi pendidikan dasar Wanadri. Sekitar pukul 06.30 pagi Sarwo Edhie mendatanginya. "Kamu sekarang jadi apa nih?" tanya Sarwo. Ilham memberitahu bahwa dia sudah jadi kepala operasi. "Bagu," sahut Sarwo.

Sarwo Edhie kemudian meminta waktu berbicara berdua dan mereka pergi ke tebing Kawah Upas. Sarwo bertanya tentang kabar dan kuliah Ilham. Lalu berkisah tentang peristiwa 30 September. "Kamu bisa menerima ini kan?" kata Sarwo.

Menurut Ilham, Sarwo saat itu tidak meminta maaf. Tapi Ilham lega. "Ini bentuk rekonsiliasi yang lengkap," katanya.

Baca Juga: Kisah Perempuan Penyintas Tragedi 1965 : Ada Kekuasaan di Atas Pemerkosaan