Merapah Rempah: Seteguk Riwayat Minuman Beralkohol Nusantara

By Fikri Muhammad, Minggu, 13 Juni 2021 | 13:27 WIB
Pabrik Arak 'A.P.' di Batavia pada 1682. Album ini diterbitkan oleh Indische Handels Compagnie. Minuman Eropa hanya berhenti di dalam benteng atau keraton, tidak turun kepada rakyat jelata. (KITLV)

 

Minuman beralkohol tradisional dibagi menajdi dua: tuak dan arak. Arak berasal dari bahasa Arab. Artinya distilat atau distilasi. Arab memiliki minuman beralkohol bernama khamar, yang dihasilkan dari fermentasi kurma. Nama ini disebutkan dalam Al-Qur’an surah Almaidah 90, imbuhnya.

Namun, soal pengaruh arak Arab terhadap minuman beralkohol Nusantara, dia meragukan keterkaitannya. Menurutnya, hubungan antara Nusantara dan orang Cina jauh lebih dahulu, berabad-abad sebelum dengan orang Arab.

“Saya tidak punya referensi kapan kata arak mulai dipakai,” tambah Raymond. “Saya belum pernah baca ada kata arak di prasasti. Mereka lebih banyak bilang sadjeng.”

Alat-alat tradisional Nusantara untuk destilasi pun terbuat dari bambu. Jadi dipastikan bukan pengaruh Arab, melainkan pengaruh teknologi Cina. Namun, Raymon menambahkan, Nusantara telah punya budaya minum sejak dahulu dan bukan terpengaruh dari Cina.

Thomas Stamford Raffles dalam catatannya dalam History of Java mengungkapkan bahwa tong-tong kayu yang terisi air mineral rentan terhadap bakteri akibat cuaca panas dan hujan. Perkawa ini yang menyebabkan awak kapal sakit selama perjalanan. Kemudian, muncul solusi minuman yang bisa bertahan lama, yakni minuman beralkohol. Selain pelepas dahaga, ia memberi fungsi menghangatkan,

Litografi yang melukiskan seorang serdadu pribumi Hindia Belanda tengah menenggak legen atau tuak. Tampak pedagang menjajakannya dalam bumbung bambu. Minuman beralkohol ini populer di Jawa. Karya pelukis Auguste van Pers, terbit sekitar 1853-1856 di ‘s-Gravenhage, Belanda. (KITLV)

Membunuh kuman, dan memberi rasa rileks. Minuman ini menjadi salah satu stok logistik yang tidak diperdagangkan.

Karena efek mabuk yang berpengaruh pada kinerja awak kapal, konsumsi minuman beralkohol pun tidak sembarangan. Raymond mengutip buku panduan bajak laut Eropa mengenai aturan di atas perahu. Salah satu peraturan berbunyi: konsumsi minuman beralkohol hanya boleh di atas jam delapan malam.

Sebelum berdirinya VOC, menurut Raymond, orang-orang Belanda suka dengan minuman dari bahan kayu manis untuk membuat brendi. Kemudian bahan-bahan seperti gula dan tebu yang marak pada abad ke-19 juga digunakan Belanda untuk membuat minuman ini.

Apakah minuman beralkohol didatangkan ke Nusantara pada masa pelayaran jalur rempah? Seorang chef yang berdomisili di Manggarai Barat, bernama Michael Irawan Wahyu Agung, menilai keliru tentang hal tersebut. Michael berpendapat bahwa minuman beralkohol masuk ke Nusantara melalui Jalur Sutra, yang dibawa oleh orang-orang Tionghoa.