Merapah Rempah: Seteguk Riwayat Minuman Beralkohol Nusantara

By Fikri Muhammad, Minggu, 13 Juni 2021 | 13:27 WIB
Pabrik Arak 'A.P.' di Batavia pada 1682. Album ini diterbitkan oleh Indische Handels Compagnie. Minuman Eropa hanya berhenti di dalam benteng atau keraton, tidak turun kepada rakyat jelata. (KITLV)

Penggunaan minuman beralkohol berkembang dari masa ke masa. Orang-orang Manggarai, Flores menggunakan minuman berjenis tuak bakok atau sopi untuk upacara-upacara permintaan maaf dan tanda persahabatan.

Minuman beralkohol di Nusantara juga berkembang menjadi obat. Raymond mengatakan bahwa jenis bir hitam bisa digunakan untuk membersihkan rahim pascamelahirkan.

Minuman, yang awalnya sebagai bagian persembahan untuk dewa, juga menjelma sebagai alat sosialisasi. “Cap Tikus itu untuk roh. Tapi sekarang orang bisa beli minum,” ujarnya. “Yang boleh minum ini dia yang dewasa, kalau dianggap sudah bisa, dia boleh minum.” Dia melanjutkan “dalam masyarakat yang punya budaya minum [biasanya] punya self-control — sudah merasa cukup agar tidak mabuk. Palangkaraya, misalnya, akan menyediakan minum tapi nggak boleh mabuk dan akan didenda. Biasanya memijit temanya yang mulai mabuk. Itu bagian kontrol sosial.”

Setelah menjadi minuman biasa, minuman ini mulai banyak diproduksi. Perjumpaan antarbudaya telah memperkaya lidah kita tentang keagungan citarasa. Berikut ini beberapa jenis minuman keras yang menjadi kearifan budaya: Tuak asal Sumatra Utara, Jawa,Toraja; fermentasi nira, beras, atau buah. Arak asal Jawa dan Bali; fermentasi nira mayang kelapa, tebu, beras, atau buah. Ciu populer di Jawa Tengah; fermentasi dari ketela pohon atau tetes tebu. Sopi dari aren yang disuling dan difermentasi dalam bambu; asal Maluku dan Flores. Cap Tikus menjadi minuman populer di Minahasa, Sulawesi Utara; dibuat dari air nira atau saguer. Swansrai, minuman tradisi di Papua; fermentasi air kelapa dari pohon yang sudah tua.

Arak diangkat ke palka kapal layar Henriette Haasman dari Indische Handels Compagnie, sekitar 1904. Album ini diterbitkan oleh Indische Handels Compagnie. (KITLV)

Kuliner berbasis minuman beralkohol menjadi salah satu cara yang umum digunakan untuk memperkaya citarasa makanan di Eropa. “Terutama alkohol yang fruit based sepeti konyak,” kata Michael. “Ketika dipanaskan dan reduce itu melengkapi aroma tumbuhan lainnya.”

Dia menambahkan, biasanya minuman beralkohol itu digunakan untuk saus atau makanan penutup non-panggang seperti Russian pie dan custard. Campuran alkohol dari buah anggur membuat masakan itu beraroma spesial yang tidak bisa digantikan oleh buah anggur murni. Selain minuman berbasis buah, bir juga bisa digunakan untuk jenis makanan seperti fish and chips. Alasannya, soda dalam bir akan menciptakan gelembung udara yang membuatnya menjadi lebih krispi.

Minuman beralkohol sudah menjadi rintisan budaya yang memasuki ke makanan. Apakah ia menjadi elemen penting dalam kuliner Indonesia? Michael menambahkan, “Minuman beralkohol tidak wajar untuk masakan Indonesia. Kita tidak memerlukanya karena jenis rempahnya [memiliki] bau sudah kuat.”

Alkohol tidak menjadi elemen penting kuliner Indonsesia “karena alkohol berhenti menjadi leisure,” kata Michael. “Sekarang leisure-nya hanya untuk cari mabuk padahal awalnya tidak digunakan untuk hal tersebut. Kalau kita lihat di Eropa, alkohol untuk kesehatan.”