Asal Usul Festival Peh Cun, Hari Mendayung Perahu dan Makan Bakcang

By Eric Taher, Senin, 14 Juni 2021 | 17:00 WIB
Lomba dayung perahu naga di Hong Kong. Perlombaan seperti ini biasanya diadakan pada hari raya Peh Cun. (Hong Kong Tourism Board)

Udaya melanjutkan, bahwa setiap sudut piramida bakcang mempunyai maknanya tersendiri. Sudut puncak melambangkan Tuhan, sementara tiga sudut bawah melambangkan tiga unsur alam, yakni air, bumi, dan udara.

"Bakcang ini bila dilempar akan selalu menjulang ke atas, artinya Tuhan akan selamanya paling tinggi," tutur Udaya, "kemudian manusia sebagai makhluk berjiwa berada di tengah-tengah piramida tersebut."

Seiring waktu, bakcang pun mulai menyebar ke berbagai daerah di Tiongkok. Alhasil, bentuk dan isi bakcang semakin bervariasi, mengikuti budaya dan filosofi masing-masing tempat.

Baca Juga: Mengenal Tionghoa Padang dan Proses Asimilasinya di Sumatra Barat

Ragam bentuk bakcang dari masing-masing daerah di Tiongkok. Masing-masing memiliki isi dan filosofinya sendiri-sendiri. (Juliana Loh/Chicken Scrawlings)

Bakcang juga kemudian dibawa oleh orang-orang Tionghoa ke Nusantara. Persebaran orang Tionghoa membuat isi bakcang menjadi beragam di setiap daerah.

"Kami di Tangerang menggunakan bakcang yang isinya beras, tetapi di Sumatra, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan itu isinya macam-macam," jelas Udaya. "Bakcang juga bisa pedas," katanya sambil tersenyum.

Dalam perkembangannya, bakcang mulai terakulturasi dan menjadi penganan bagi masyarakat Indonesia. Mulai dari lemper, arem-arem, burasa, hingga sekubal.