Nationalgeographic.co.id—Sekitar 4.000 tahun lalu di Eropa, manusia modern bukanlah spesies manusia satu-satunya. Terdapat tiga spesies manusia lain yang hidup bersamaan. Homo Sapiens dan manusia purba Neanderthal adalah yang paling faimilier diingat.
Sebuah studi baru yang dilakukan dan kemudian diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Science of the United States of America (PNAS) berhasil mengumpulkan artefak dari gurun Negev, Israel tengah, yang mengungkapkan mengenai rincian perkembangan manusia.
Teknik penanggalan arkeologi berdasarkan artefak dari situs Boker Tachtit mengubah teori waktu kedatangan manusia modern menjadi 50.000 tahun yang lalu. Fakta tersebut menunjukkan bahwa Boker Tachtit merupakan pemukiman manusia modern tertua di Levant. Berarti homo Sapiens menduduki wilayah tersebut bersamaan dengan manusia purba Neanderthal.
Melansir dari laman resmi BBC, manusia purba Neanderthalensis perawakannya mirip dengan manusia modern, hanya saja kerangka mereka lebih kekar dan alisnya tebal. Neanderthalensis merupakan kelompok yang ulet. Mereka ada sekitar 20.000 tahun lebih lama ketimbang manusia modern (homo Sapiens).
Di seluruh Asia, Eropa, dan Timur Tengah, budaya manusia modern menggantikan budaya manusia purba Neanderthal selama masa transisi dari Paleolitikum Tengah ke Paleolitikum Akhir. Trasisi tersebut ditandai dengan munculnya sebuah inovasi di bidang teknologi, termasuk penemuan dan produksi pisau tajam untuk memotong serta penggunaan alat yang terbuat dari tanduk dan tulang hewan.
Transisi ini terjadi antara 50.000 dan 40.000 tahun yang lalu, dengan bermigrasi ke Euresia (Eropa dan Asia kemudian) karena manusia modern membutuhkan waktu yang lebih lama untuk tiba setelah meninggalkan Afrika.
Baca Juga: Teori Kognisi Komplementer, Rantai Pelengkap Teka-teki Evolusi Manusia
Berdasarkan laman Ancient Origin, kelompok tim arkeolog dari Weizmann Institute of Science, Max Planck Society, dan Israel Antiquities Authority sangat tertarik mempelajari tentang transisi tersebut, seperti yang terjadi di Levant, wilayah yang mencakup Israel modern, Palestina, Suriah, Libanon, Yordania, dan sebagian besar Turki.
Tim arkeolog yang dipimpin oleh Elisabetta Boaretto, seorang ahli penanggalan arkeologi dari Weizmann Institute, dan Dr. Omry Barzilai dari Israel Antiquities Authority telah mengawasi penggalian situs Boker Tachtit selama bertahun-tahun.
Sebuah studi pada 1980-an mengatakan transisi lebih lambat dari yang diperkirakan. Tes penanggalan radiokarbon menunjukkan bahwa pertama kali manusia tiba di Boker Tachrir sekitar 47.000 tahun yang lalu. Selain itu, membutuhkan 10.000 tahun atau lebih untuk perkembangan penuh teknologi dan budaya Paleolitikum Akhir pada situs tersebut.
Merasa ragu dengan penemuan tersebut, Boaretto dan rekan-rekan menggunakan teknik penanggalan radiokarbon pada sampel arang yang diambil dari Boker Tachtit antara tahun 2013 dan 2015. Mereka menggunakan teknologi penanggalan baru yang canggih dan akurat, yaitu Optically Stimulating Luminescence (OSL). OSL membantu para arkeolog untuk menghitung umur butiran halus pasir kuarsa di lokasi tersebut.
Dengan menggunakan Optically Stimulating Luminescence (OSL), mereka menemukan bahwa manusia modern mulai hidup di Boker Tachtit 50.000 tahun yang lalu atau 300 tahun lebih awal dari yang diyakini sebelumnya. Ini berarti 10.000 tahun setelah migrasi homo Sapiens dari Afrika dimulai. Mereka juga menegaskan transisi budaya Paelolitikum Tengah ke Paleolitikum Akhir membutuhkan 6.000 tahun untuk diselesaikan.
Boretta juga menemukan bahwa transisi di Boker Tachtit dibagi menjadi dua fase yang berbeda, yaitu fase awal Paleolitikum Akhir (50.000 hingga 47.000 tahun yang lalu) dan fase Paleolitikum Akhir penghabisan (47.000 hingga 44.000 tahun yang lalu). Pada 44.000 tahun yang lalu, inovasi pembuatan alat yang dikembangkan oleh manusia modern Paleolitikum Akhir telah diadopsi secara universal di Boker Tachtit.
Baca Juga: Kajian Baru: Budaya Lebih Berperan dalam Evolusi Manusia daripada Gen
Menariknya, fase Paleolitikum Akhir bertepatan dengan fase awal Paleolitikum Akhir di wilayah hutan Mediterania, di Levant (Libanon dan Turki). Penemuan lebih jauh menunjukkan bagaimana manusia modern bertahap mengambil alih kekuasaan manusia purba Neanderthalensis saat perjalanan menuju utara dan timur ke dalam Eropa dan Asia.
Salah satu penemuan paling menonjol dari penelitian ini adalah fakta bahwa manusia modern dan manusia purba Neanderthal hidup di gurun Negev pada waktu yang bersamaan.
“Penelitian menunjukkan bahwa manusia purba Neanderthal dan homo Sapiens hidup berdampingan dan berinteraksi di gurun Negev. Tidak hanya menghasilkan perkawinan silang genetik tetapi juga pertukaran budaya,” jelas Boaretto dan Barzilai dalam siaran pers Weizmann Institute yang mengumumkan penemuan mereka.
Transisi dari budaya manusia purba Neanderthal ke manusia modern terjadi antara 50.000 dan 40.000 tahun yang lalu di gurun Levant. Namun punahnya manusia purba Neanderthalensis menjadi misteri. Sejauh mana peran Neanderthalensis dalam transisi tersebut?
Pada saat homo Sapiens purba keluar dari benua Afrika dan bermigrasi ke benua Eurasia, mereka menemukan ada kelompok hominid lain yang berbeda. Pada titik inilah, perselisihan terjadi. Karena homo Sapiens merupakan hominid paling cerdas dan dominan, kemungkinan besar homo Sapiens banyak memiliki andil bagi kepunahan Neanderthal.
Namun, ada beberapa kelompok manusia purba Neanderthal memiliki hubungan persahabatan dengan para pendatang baru. Mereka kemungkinan berdagang atau bekerja sama. Perkawinan silang merupakan salah satu elemen kepunahan manusia purba Neanderthal.
Sebanyak dua persen genom Eropa dan Asia mengandung DNA Neanderthal yang menunjukkan bahwa terjadi penggabungan dua kebudayaan.
Baca Juga: Neanderthal Mampu Mendengar dan Berbicara seperti Manusia Modern
“Saya tahu bahwa ada kemungkinan Neanderthal telah bercampur dengan manusia modern, tetapi saya punya prasangka yang menentangnya,” jelas Svante Pääbo salah seorang pakar di Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology di Leipzig, Jerman, yang dilansir pada laman BBC.
Namun di sisi lainnya, kelompok manusia purba Neanderthal terlibat konflik dengan pendatang baru. Masing-masing pihak berjuang untuk mendapatkan sumber daya yang langka. Banyak manusia purba Neanderthalensis tewas selama konflik atau bahkan diusir ke wilayah yang tidak subur sehingga akhirnya mereka menemui ajal.
Pendapat lain mengatakan bahwa manusia purba Neanderthal dan manusia modern saling menghindar satu sama lain dan tetap terpisah selama alam tetap menyediakan sumber daya yang melimpah. Namun, praktik ini tidak bisa dilanjutkan karena damai menjadi satu-satunya jawaban kunci dari sebuah konflik.
Sampai saat ini tidak ada tanda konflik atau peperangan antara manusia purba Neanderthal dan manusia modern yang ditemukan pada situs Boker Tachtit di Israel. Ini membuktikan interaksi awal yang terjadi pada mereka antara ramah atau acuh tak acuh. Kisah nyata antara manusia purba Neanderthal dan manusia modern di Levant dan sekitarnya memang cukup rumit, sehingga para arkeolog dan antropolog akan terus mencari penemuan baru yang akan membuka teka-teki prasejarah.
Baca Juga: Gigi 45.000 Tahun Ungkap Kawin Silang Neanderthal dan Manusia Modern