Kayu Manis, Bagaimana Kitab Suci dan Kita Memuliakan Rempah Ini?

By National Geographic Indonesia, Jumat, 25 Juni 2021 | 21:51 WIB
Indonesia adalah negara pengekspor terbesar kayu manis. Penggunaan kayu manis dalam peradaban manusia memiliki riwayat panjang. Tercatat di Alkitab, hingga dirayakan harinya di Swedia dan Amerika Serikat. (Thinkstock)

 

Petani kayu manis, yang hidup berba­tasan dengan TNKS dan hutan produksi kayu manis, tidak akan menanam benih kayu manis di pintu akses hutan. Mereka yakin bahwa pintu akses ke kawasan hu­tan—atau istilah warga adalah “pintu rimba”—dilarang un­tuk melakukan bu­di­ daya. Pemahaman ini berkaitan erat dengan keengg­a­­nan mereka meng­usik fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan. Mereka menyadari hutan sebagai pengatur tata air, pencegah banjir, pengendalian erosi, dan pemelihara kesuburan tanah.

Salah satu temuan menarik lainnya adalah manfaat ekonomisnya. Bagi warga, tanaman ini berfungsi sebagai tabungan—naik haji, pendidikan anak, hingga hajatan. Namun, saya ti­dak menjumpai warga yang bermukim di perkebun­an. Umumnya, mereka bermukim dekat dengan sawah karena mata pencaharian utamanya adalah bersawah. Jumlah kulit kayu manis yang diambil pun sesuai dengan kebutuhan.

 Baca Juga: Kemukus, Si Emas Hitam yang Nyaris Hilang di Jalur Rempah Nusantara

Lokasi Gunung Kerinci, perbatasan antara Provinsi Sumatra Barat dan Provinsi Jambi. (Warsono/National Geographic Indonesia)

Kabupaten Tanah Bumbu

Budidaya kayu manis terbesar kedua di Indonesa terletak di Pegunungan Meratus, Kali­mantan Selatan. Sohor dengan kayu manis Meratus. Penghasil kayu manis berada di daerah Kecamatan Mantewe, Kabupaten Tanah Bumbu. Jenisnya Cinnamomum burmanni.

Budi daya kayu manis dengan menghormati alam telah menjadi keharusan bagi suku Dayak. Desa Emil Baru, misalnya, para petani kayu manis ini telah secara turun-menurun memiliki kebajikan secara adat untuk mengambil dari hutan apa yang diperlukan.

Selama berabad-abad suku Dayak, meng­andalkan tanaman hutan kayu manis sebagai mata pencaharian utama. Di desa ini hampir sebagian besar masyarakat bermata pencaharian utama sebagai petani kayu manis. Sebagian besar berada di kawasan hutan sosial, yaitu di lahan warisan atau kebun masyarakat yang berkembang secara sporadis dari hasil budi daya.