Romantika sejarah perdagangan rempah itu ternyata tak terlalu menarik baginya. Ia lebih tertarik pada berbagai macam tanaman rempah. Lebih dari 50 ilustrasi rempah-rempah telah dibuatnya untuk beberapa kegiatan pameran.
Seiring dengan bertambahnya pengetahuan tentang jenis-jenis rempah, pemuda keturunan Tionghoa yang bernama asli Shen Hong Hua ini mengaku bangga bisa ikut berpartisipasi dalam berbagai aktivitas komunitas yang menamakan diri Jaringan Masyarakat Negeri Rempah.
Komunitas ini mempertemukannya dengan pegiat-pegiat budaya dari berbagai daerah di Indonesia. “Selain saya jadi belajar tentang rempah, saya jadi punya banyak teman baru. Saya senang bisa bersosialisasi dengan banyak orang. Buat saya yang paling berkesan adalah kekeluargaannya itu lo. Kita nggak saling kenal sebelumnya. Tapi, waktu kita sama-sama ngerjain jalur rempah, kita saling dukung memperkenalkan Indonesia. Bangga banget rasanya lihat karya saya dipajang di Museum Nasional,” ujar Shen Hong Hua.
Narasi Jalur Rempah yang dihayati Kevin boleh jadi sebatas bumbu dapur. Tetapi, setidaknya Jalur Rempah telah membuka pintu imajinasinya tentang keindonesiaan. Ia bermimpi untuk menerbitkan Bumbupedia, buku kumpulan ilustrasi rempah-rempah hasil karyanya selama menjadi sukarelawan pegiat jalur rempah.
Baca Juga: Kemukus, Si Emas Hitam yang Nyaris Hilang di Jalur Rempah Nusantara
Akhirnya kiriman buku dari Tanjungpandan itu tiba juga. Pengirimnya adalah Fithrorozi. Beberapa waktu lalu ketika berkunjung ke Jakarta untuk acara “Rempah dan Kita”, ia pernah berjanji mengirimkan kumpulan tulisan dari anak-anak sekolah dasar asuhannya. Judulnya: Cerita Anak Republik Kelekak “Lima Penjuru Angin”.
Isinya adalah tulisan siswa-siswi SD Negeri 13 Sijuk mulai dari kelas 2 hingga kelas 6, menggunakan bahasa ibunya. Sederhana, jujur, lugu, dan lucu. Ide membuat buku ini digagasnya untuk menumbuhkan tradisi belajar sejak anak-anak. “Cara ini bisa dipakai untuk memperkenalkan jalur rempah ke anak-anak, mbak,” paparnya dengan antusias.
Sudah sejak beberapa tahun terakhir Fithrorozi aktif dalam sebuah komunitas literasi yang dinamakannya Telinsong Budaya. Putra daerah asli Belitung yang pernah beberapa tahun bekerja di perusahaan swasta di Jakarta ini memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya, menjadi PNS dan berkarya di kota kelahirannya.