“Jadi kita bisa meminta komputer untuk mengembangkan peta selama miliaran tahun untuk melihat apa yang akan terjadi di alam semesta lokal. Dan kita dapat mengembangkan model kembali ke masa lalu untuk memahami sejarah lingkungan kosmik kita," tambahnya dalam rilis.
Peta itu dinilai dapat mendeteksi struktur tersembunyi yang menghubungkan kedua galaksi itu, yang membuktikan keberadaan materi gelap. Sehingga, dapat membantu para ilmuwan membuat model tabrakan antara Bima Sakti dan Andromeda di masa depan.
Para ilmuwan sebelumnya memprediksi tabrakan kedua galaksi ini akan terjadi pada 4,5 miliar tahun mendatang. Peta itu memetakan filamen materi gelap yang menjembataninya yang mempengaruhi saling mendekatnya kedua galaksi.
Baca Juga: Galaksi Nan Jauh Ala Star Wars Mampu Ajarkan Sains Pada Anak-Anak
Selain itu, diyakini peta yang dibuat dengan machine learning ini dapat menjelaskan lebih banyak pengaruh materi gelap dalam evolusi alam semesta.
Peta itu dibuat lewat kumpulan data pengujian, lalu AI diuji untuk membuat keputusannya sendiri terkait klasifikasi. Model data itu berupa rangkaian besar simulasi galaksi yang disebut IlustrisTNG yang mencakup galaksi, gas, materi yang nampak, maupun materi gelap itu sendiri.
Para ilmuwan secara khusus memilih galaksi simulasi yang sebanding dengan Bima Sakti. Dan akhirnya, dapat mengidentifikasi sifat galaksi mana yang diperlukan untuk memprediksi distribusi materi gelap.
Setelah model siap untuk mulai mengkalsifikasikan informasinya sendiri, para peneliti menunjukkan data kehidupan nyata dari katalog galaksi Cosmicflows-3. Hasilnya mencakup pergerakkan dan gistribusi 17.00 galaksi dalam 200 megaparsec Bima Sakti.
Satu parsec atau satuan itu setara dengan sekitar 3,26 tahun cahaya, yakni 19,2 triliun mil, atau 30,9 kilometer. Peta itu bisa dilihat di dalam laporan yang para ilmuwan buat.
Baca Juga: Dua Studi Baru: Mungkin Kita Bisa Menjelajah Lebih Cepat dari Cahaya