Melanggar Konvensi, Maraknya Penggunaan Senjata Kimia Perang Dunia I

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 3 Juli 2021 | 15:00 WIB
Dua tentara sekutu menggunakan masker saat penggunaan senjata kimia marak pada Perang Dunia I. (via Rare Historical Photos)

 

Alih-alih merendam penggunaan zat kimia beracun, baik Jerman dan sekutu malah menemukan bahan kimia yang jauh lebih fatal dan lebih kejam: gas fosgen dan gas mustard.

Fosgen menyebabkan iritasi enam kali lebih mematikan daripada klorin, dan tidak berwarna. Sehingga korban tidak tahu mereka telah terpapar sampai berhari-hari setelah menghirupnya, tetapi paru-paru mereka terisi cairan dan kemudian mati dengan lemas. Jermanlah yang pertama kali menggunakan, dan diikuti sekutu.

Sedangkan gas mustard adalah jenis bahan kimia pembunuh yang sama sekali baru, dengan efek terasa melepuh dan membakar kulit.

 

Baca Juga: Mandat Britania di Palestina, Awal Mula Konflik Israel-Palestina

Parit yang digunakan dalam Perang Dunia I. (Zika Zakiya)

Bahkan bisa merembes masuk ke masker gas tentara yang semestinya melindungi pernapasan. Gas mustard bisa merembes lewat seragam wol mereka, dan membakar telapak sepatu bot.

Pada 1918, sekutu menggunakan gas mustard, bahkan Adolf Hilter muda sempat terkena dan buta sementara akibat serangan itu di Ypres.

Melompat pada masa setelah Perang Dunia I berakhir, semua negara membenci efek mengerikan dari senjata kimia dalam pertempuran. Mereka pun siap menerimanya sebagai pandangan baru, bersamaan dengan gerakan anti perang yang muncul pada pertengahan 1920-an.

 

Menanggapi seruan dunia ini, Liga Bangsa-Bangsa (LBB) mulai bekerja untuk membatas penggunaan bahan kimia dalam perang. Hasilnya sendiri adalah Protokol Jenewa 1925.

Meski demikian pada Perang Dunia II hingga kini, protokol perang ini dilanggar dalam ragam pertempuran. Seperti Nazi Jerman yang menggunakan pestisida dalam Holocaust, bom Napalm di Vietnam oleh Amerika Serikat, atau bom fosfor oleh Israel di Palestina.

Baca Juga: Jejak Kuburan Massal Korban Pembantaian Perang Dunia II di Singapura