Gletser di Puncak Carstensz dan Tempat Tropis Lainnya Meleleh Drastis

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 7 Juli 2021 | 10:00 WIB
Para pendaki menyusuri Lembah Kuning menuju dinding utara Carstensz Pyramid, Papua. (Agung Sutiastoro)

 

Nationalgeographic.co.id—Puncak Carstensz yang merupakan satu-satunya kawasan bersalju di Indonesia mengalami pencairan drastis. Glester di gunung yang dinamai Nemangkawi Ninggok oleh orang Amungme, Papua, itu hilang 93 persen dalam 38 tahun, sejak 1980.

Glester di Papua tidak sendiri, salju tiga kawasan tropis di belahan Bumi lainnya juga turut meleleh. Temuan ini diungkap dalam jurnal Global and Planetary Change (Vol. 203) yang menggabungkan pengamatan dari citra satelit NASA dengan data terkait inti es yang diambil dari keempat gletser di kawasan tropis.

Tiga gletser lainnya yang diteliti adalah puncak Kilimanjaro di Tanzania, Pegunungan Andes di Peru dan Bolivia, Dataran Tinggi Tibet dan Himalaya di Asia Tengah dan Selatan.

Inti es yang diambil lewat ekspedisi yang dipimpin Lonnie Thompson ini merupakan kolom es panjang di kedalaman es. Bagian ini berperan membentuk rangkaian waktu iklim daerah sekitarnya selama berabad-abad, bahkan ribuan tahun.

Saat salju turun di gletser setiap tahunnya, ia akan terkubur dan terkompresi untuk membentuk lapisan es yang menangkap dan melestarikan zat kimia salju, bersama apa pun yang ada di atmosfer, termasuk polutan dan unsur biologis.

Melalui gabungan kedua data itu, menunjukkan bahwa perubahan iklim yang menjadi penyebab gletser ini mencair. Diketahui gletser di puncak gunung tropis adalah sumber air segar bagi masyarkat sekitar. Pencairan ini makin dipercepat dalam beberapa tahun terakhir.

Berdasarkan citra satelit yang diambil tahun 2019 pada puncak Huascarán di Pegunungan Andes, menunjukkan adanya kemunduran lapisan, dan memperlihatkan batuan di bawahnya. Puncak Huascarán sendiri adalah gunung tropis tertinggi di dunia.

Baca Juga: Bencana akibat Mencairnya Gletser Himalaya Itu Sudah Diwanti-wanti

Puncak Sumantri (kiri) dan Puncak Jaya (kanan) dari lereng Carstensz Pyramid (summitpost.org)

Dalam rilis Ohio State University, Thompson mennyampaikan bahwa analisis sebelumnya menemukan area es gletser di puncaknya menurun sampai 19% sejak 1970 hingga 2003. Sedangkan kali ini, ia bersama timnya menemukan area Quelccaya di pegunungan itu menurun 46% dari ekspedisi pengambilan sampel pertamanya pada 1976.

Pada pengamatan satelit, Thompson menjelaskan bahwa sudah sejak lama menggunakan alat itu. Sejak 1972, satelit misi Landsat NASA diluncurkan, dan mengumpulkan potret permukaan bumi, dan memberikan catatan terkait daratan, es, dan air berbasis antariksa terlama yang berkelanjutnya.

"Kami berada dalam posisi unik di mana kami memiliki catatan inti es dari puncak gunung ini, dan Landsat memiliki gambar gletser yang terperinci ini, dan kalau kami menggabungkan dua kumpulan data itu, kami melihat dengan jelas apa yang terjadi," kata Thompson.

Baca Juga: Benteng Terakhir Es Kutub Utara Mencair Akibat Perubahan Iklim

Para pendaki harus menggunakan teknik penyeberangan tyrolean, untuk mencapai puncak Carstensz Pyramid. (Mahitala Unpar)

Gletser di daerah tropis adalah yang tercepat merespon perubahan iklim. Lantaran, posisi mereka secara geografis berada di daerah terhangat di dunia, dan merka hanya dapat bertahan hidup di ketinggian tertinggi yang sangat dingin dari iklimnya.

Saat hujan, atmosfer menghangat, mengakibatkan curahnya di sana turun bagai salju. Kini, sebagian besar jatuh sebagai hujan air yang menyebabkan es yang ada di sana mencair lebih cepat. 

"Kawasan tropis tidak lagi menopang es di ketinggian tertinggi," ujar Christopher Shuman, rekan penulis penelitian itu yang juga peneliti di NASA.

 

Baca Juga: Air Danau Raksasa Antarktika Tiba-tiba Hilang, Diduga Mengalir ke Laut

Kilimanjaro National Park. Salju dipuncak Gunung Kilimanjaro, Tanzania, yang kian terdampak memanasnya Bumi. (ALL AFRICA)

"Ini adalah interaksi antara udara hangat di bagian bawah yang mencairkan batasan bidang es, sementara ketinggian tertinggi masih cukup dingin untuk mendapatkan sejumlah hujan salju, tetapi tidak cukup untuk mempertahankan lapisan es ke dimensi dulu."

Para peneliti pun menjabarkan dampaknya pada komunitas masyarakat di sekitarnya. Pada masyarakat Papua Indonesia maupun Papua Nugini, puncak dengan gletser dianggap sebagai tempat atau kepala dewa mereka. Nemangkawi Ninggok sendiri bagi Amungme berarti puncak anak panah putih.

Pegunungan Himalaya. Perubahan iklim turut melelehkan salju di puncak-puncaknya. (Royonx/Wikimedia Commons)

Sedangkan jika gletser Quelccaya meleleh dapat menyebabkan banjir yang disebabkan sejumlah besar es akan jatuh ke danau glasial terdekat. Banjir di kawasan itu dapat menghancurkan ladang yang dimiliki para petani selama bertahun-tahun. Bahkan, sebagian dari mereka pindah untuk memulai hidup baru di kota meninggalkan desa.

Apakah kita bisa mencegahnya? Ternyata sudah terlambat, ujar Thompson. Usaha yang bisa dilakukan hanyalah mencoba memperlambat jumlah karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya yang dipancarkan ke atmosfer. Hal itu bisa mencegah Bumi menghangat dan menuju situasi terburuk.

Baca Juga: Gletser yang Mencair Ternyata Berisi Kotak Kayu Berusia Berabad-abad