”Manusia terkejut dengan penemuan bahwa simpanse membuat perkakas,” kata Alex Kacelnik, seorang ahli ekologi perilaku dari Oxford University, mengacu pada lidi dan ranting yang dibentuk oleh simpanse untuk menarik rayap dari sarangnya. “Namun, orang yang beranggapan bahwa, ‘Yah, simpanse memiliki leluhur yang sama dengan kita—tentu saja binatang itu pintar.’ Kini kita menemukan perilaku-perilaku luar biasa semacam itu pada beberapa spesies burung. Padahal, leluhur kita yang dekat tidak sama dengan leluhur burung. Sejarah evolusi burung sangat berbeda; pendahulu terakhir kita yang memiliki hubungan dengan burung adalah reptil yang hidup lebih dari 300 juta tahun yang lalu.!break!
“Ini bukan hal sepele,” lanjut Kacelnik. “Artinya evolusi dapat menciptakan bentuk-bentuk inteligensiamaju yang mirip, lebih dari satu kali—yang tidak hanya terjadi pada primata atau mamalia.”
Kacelnik dan rekan-rekannya tengah mempelajari salah satu spesies cerdas tersebut, burung gagak Kaledonia Baru yang hidup di hutan-hutan pulau Pasifik tersebut. Burung gagak Kaledonia Baru adalah salah satu burung yang paling terampil membuat dan memakai perkakas, membentuk pasak pencari dan pengait yang terbuat dari ranting dan tulang daun untuk ditusukkan ke rerimbunan pohon palem, tempat ulat-ulat gemuk bersembunyi. Karena burung-burung tersebut, seperti halnya simpanse, mampu membuat dan memakai perkakas, para peneliti dapat melihat persamaan dalam proses evolusi yang membentuk otak keduanya. Suatu kondisi yang berlangsung pada lingkungan kedua spesies tersebut mendorong evolusi kemampuan neurologis pembuatan perkakas.
Namun apakah pemakaian perkakas burung gagak itu kaku dan terbatas, atau dapatkah bersikap inventif? Apakah gagak Kaledonia Baru memiliki kemampuan yang disebut oleh para peneliti sebagai fleksibilitas mental? Simpanse tentu saja memilikinya. Di alam liar, seekor simpanse dapat menggunakan empat ranting yang berbeda ukuran untuk mengekstrak madu dari sarang lebah. Dalam penangkaran,simpanse dapat mengetahui cara menyusun beberapa kotak untuk memperoleh sebuah pisang yang digantung dengan tali.
Upaya untuk menjawab pertanyaan tersebut dalam konteks gagak Kaledonia Baru—burung yang sangat pemalu—tidaklah mudah. Bahkan setelah bertahun-tahun mengamati burung-burung itu di alam liar, para peneliti masih belum dapat memastikan apakah kemampuan burung-burung tersebut bersifat bawaan atau apakah mereka belajar membuat dan menggunakan perkakas tersebut dengan mengamati sesamanya. Jika ternyata kemampuan tersebut merupakan keterampilan yang diwarisi secara genetik, dapatkah gagak Kaledonia Baru, seperti halnya simpanse, dapat menggunakan bakatnya dengan cara-cara yang berbeda dan kreatif?!break!
Untuk memeroleh jawabannya, Kacelnik dan murid-muridnya membawa 23 ekor gagak dengan usia yang beragam (seluruhnya, kecuali satu, ditangkap di alam liar) ke kurungan burung di laboratorium Oxfordnya dan membiarkan burung-burung itu kawin. Empat anak burung dibesarkan dalam penangkaran dan semuanya dipisahkan dari burung-burung dewasa, sehingga anak-anak burung itu tidak punya kesempatan untuk diajari tentang perkakas. Namun, tidak lama setelah keempatnya mandiri, semuanya mengambil ranting dan sibuk menusuk-nusuk celah lubang serta membentuk berbagai perkakas dari bahan-bahan yang berbeda. “Sekarang kita mengetahui bahwa setidaknya, dasar-dasar penggunaan alat diwarisi,” kata Kacelnik. “Sekarang pertanyaannya adalah, apa lagi yang bisa burung-burung itu lakukan dengan menggunakan perkakas?” Banyak. Di kantornya, Kacelnik memutar sebuah video tentang ujian yang sudah dia berikan terhadap salah satu gagak yang ditangkap di alam liar, Betty, yang baru-baru ini mati karena infeksi. Dalam film tersebut, Betty terbang memasuki sebuah ruangan. Ia adalah seekor burung yang hitam mengilap, dengan mata gagak yang berbinar penuh rasa ingin tahu, dan Betty langsung mengamati ujian yang tersaji di hadapannya: sebuah tabung kaca dengan keranjang kecil yang terpasang di tengahnya. Keranjang tersebut menyimpan sekerat daging. Para ilmuwan telah meletakkan dua buah kawat di dalam ruangan. Satu telah dibengkokkan menjadi sebuah kait, satunya lagi lurus. Mereka memperkirakan bahwa Betty akan menggunakan kail untuk mengerek pegangan keranjang.
Namun percobaan tidak selamanya berjalan sesuai rencana. Seekor gagak yang lain mencuri kait tersebut sebelum Betty berhasil menemukannya. Betty tidak patah semangat. Gagak betina itu mengamati daging di dalam keranjang, kemudian melihat kawat yang lurus. Betty mengambilnya dengan paruh, menyelipkan salah satu ujungnya ke dalam celah lantai, dan menggunakan paruhnya untuk membengkokkan ujung lainnya menjadi sebuah kait. Dengan persenjataan tersebut, Betty mengangkat keranjang keluar dari tabung.
“Ini pertama kalinya Betty melihat potongan kawat seperti ini,” kata Kacelnik. “Namun ia tahu ia dapat menggunakannya sebagai kait dan tahu persis di mana ia harus membengkokkannya sesuai dengan kebutuhannya.”
Mereka melakukan berbagai tes yang lain terhadap Betty, masing-masing membutuhkan solusi yang sedikit berbeda, seperti membuat kait dari sebuah lempengan aluminum, bukan sepotong kawat. Setiap kali, Betty menciptakan sebuah perkakas baru dan mengatasi masalah. “Artinya ia memiliki representasi mental mengenai apa yang ingin ia ciptakan. Nah, hal itu,” kata Kacelnik, “merupakan satu jenis kecanggihan kognitif yang utama.”
Inilah pelajaran yang lebih luas dari penelitian kognisi binatang: Ini membuat kita rendah hati. Kita tidaklah sendiri sehubungan dengan kemampuan kita sendiri dalam mencipta atau berencana atau berkontemplasi—atau bahkan untuk bersekongkol dan berbohong. Tindakan menipu membutuhkan bentuk pemikiran yang rumit, karena seseorang harus mampu mengantisipasi maksud orang lain dan memperkirakan perilaku seseorang. Salah satu aliran pemikiran berpendapat bahwa inteligensia manusia berevolusi, sebagian, karena tekanan hidup dalam masyarakat kompleks yang terdiri atas makhluk-makhluk penuh perhitungan. Simpanse, orangutan, gorila, dan bonobo juga memiliki kapasitas ini. Di alam liar, para ahli primata pernah menyaksikan kera-kera menyembunyikan makanan dari pejantan utama atau melakukan hubungan intim tanpa sepengetahuannya.!break!
Burungpun juga dapat bersikap curang. Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa western scrub jay dapat mengetahui maksud burung lainnya dan bertindak berdasarkan pengetahuan tersebut. Seekor jay yang telah mencuri makanan, contohnya, tahu bahwa jika seekor jay yang lain menyaksikan dirinya menyembunyikan sebuah kacang, ada kemungkinan kacang tersebut akan dicuri. Maka, jay yang pertama itu akan kembali memindahkan kacang tersebut ketika jay lainnya telah pergi.
“Sejauh ini, ini termasuk bukti terbaik mengenai proyeksi pengalaman terhadap spesies lainnya,” kata Nicky Clayten di laboratorium burungnya di Cambridge University. “Saya akan menjelaskannya seperti ini, ‘Aku tahu bahwa kamu mengetahui di mana kusembunyikan simpanan makananku, dan jika aku berada dalam posisimu pasti akan kucuri, maka aku akan memindahkan simpananku ke tempat yang tidak engkau ketahui.’”