Alam Pikiran Satwa

By , Senin, 2 Maret 2009 | 14:50 WIB

Studi yang dilakukan oleh Clayton dan rekannya Nathan Emery tersebut adalah yang pertama kalinya menunjukkan jenis tekanan lingkungan, seperti kebutuhan untuk menyembunyikan makanan untuk keperluan musim dingin yang pada akhirnya berujung pada evolusi kemampuan mental seperti itu. Yang paling menarik, penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian burung memiliki apa yang kerap dipikir sebagai keterampilan manusia semata: kemampuan untuk mengingat kembali suatu kejadian spesifik yang telah lalu. Scrub jay, sebagai contoh, tampaknya mampu mengingat seberapa lama mereka telah menangkap jenis makanan tertentu, dan mereka dapat memperolehnya kembali sebelum membusuk. Ahli psikologi kognisi manusia menyebut memori jenis ini sebagai “memori episodik” dan berpendapat bahwa kemampuan tersebut dapat dimiliki hanya oleh spesies yang secara mental dapat mengingat kembali masa lalu. Terlepas dari studi Clayton, beberapa ilmuwan menolak untuk menerima bahwa kemampuan tersebut dimiliki burung jay.

“Binatang terpaku pada waktu,” jelas Sara Shettleworth, seorang psikolog komparatif di the University of Toronto, Kanada. Artinya, binatang tidak dapat membedakan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan seperti yang dilakukan oleh manusia. Karena binatang tidak berbahasa, ujar Shettleworth, kemungkinan makhluk tersebut juga tidak memiliki “lapisan ekstra imajinasi dan penjelasan” yang menyediakan narasi mental berkesinambungan yang menyertai perilaku kita.

Skeptisme seperti itu menjadi sebuah tantangan bagi Clayton. “Kami memiliki bukti yang kuat bahwa jay mengingat apa, di mana, dan kapan mengenai kejadian-kejadian penangkapan yang spesifik, yang merupakan definisi orisinil mengenai memori episodik. Namun kini definisi tersebut telah berubah. ”Hal itu menjadi keluhan yang biasa di kalangan peneliti binatang. Setiap kali mereka menemukan keterampilan mental pada satu spesies yang mengingatkan pada kemampuan istimewa manusia, para ilmuwan kognisi manusia mengubah definisi tersebut. Namun para peneliti hewan tampaknya meremehkan kekuatan mereka sendiri—penemuan merekalah yang mendorong pihak manusia untuk mempertajam pembedaan tersebut.!break!

”Terkadang para psikolog kognitif manusia dapat menjadi begitu terpaku pada definisi mereka sehingga melupakan betapa luar biasanya penemuan-penemuan pada binatang ini,” kata Clive Wynne dari the University of Florida yang telah mempelajari kognisi pada burung dara dan mamalia berkantung. ”Kita menyaksikan cuplikan-cuplikan inteligensia di berbagai lapisan dunia binatang yang memang seharusnya diharapkan. Ini merupakan sebuah semak belukar, bukan pohon tunggal yang garisnya hanya mengarah kepada kita.”

Beberapa cabang di semak tersebut telah berkembang menjadi beberapa tingkat intelegensia seperti itu sehingga seharusnya kita malu bahwa pernah terlintas di pikiran kita bahwa binatang tak lebih seperti mesin. Pada akhir tahun 1960-an, seorang psikolog kognitif bernama Louis Herman mulai menyelidiki kemampuan kognitif lumba-lumba hidung botol. Seperti manusia, lumba-lumba memiliki interaksi sosial yang tinggi dan sangat kosmopolitan, hidup di lingkungan subkutub hingga tropis di seluruh dunia; mereka sangat vokal; dan mereka memiliki keterampilan sensoris yang istimewa, seperti ekolokasi. Pada 1980-an, studi kognitif Herman berfokus pada kelompok yang terdiri atas empat ekor lumba-lumba muda—Akeakamai, Phoenix, Elele, dan Hiapo—di Kewalo Basin Marine Mammal Laboratory di Hawaii. Keempatnya penuh dengan rasa ingin tahu dan ceria, serta menularkan perilaku sosialnya kepada Herman dan murid-muridnya. ”Ketika bekerja dengan lumba-lumba tersebut, kami menggunakan sebuah filosofi panduan,” kata Herman, ”bahwa kami dapat memunculkan intelektualitas keempatnya secara penuh, seperti pendidik yang berupaya memunculkan potensi seorang anak manusia secara total. Lumba-lumba memiliki otak yang besar dan sangat kompleks. Pikirku, ’OK, jadi kalian memiliki otak yang bagus ini. Mari kita lihat apa yang bisa kalian lakukan dengannya.’”

Untuk berkomunikasi dengan keempat lumba-lumba, Herman dan timnya menciptakan sebuah bahasa isyarat menggunakan tangan dan lengan, lengkap dengan tata bahasa yang sederhana. Contohnya, gerakan memompa menggunakan tangan yang mengepal menandakan ”simpai,” dan kedua lengan yang direntangkan lurus dari sisi tubuh ke atas kepala (seperti gerakan senam kesegaran jasmani) berarti ”bola.” Bahasa tubuh ”kemarilah” menggunakan satu lengan adalah untuk menyuruh ”ambil.” Menanggapi permintaan ”simpai, bola, ambil,” Akeakamai akan mendorong bola ke dalam simpai. Namun jika urutan perintahnya diubah menjadi ”bola, simpai, ambil,” lumba-lumba betina itu akan membawa simpai ke bola. Dalam beberapa waktu, Akeakamai dapat menerjemahkan beberapa permintaan lainnya yang lebih rumit secara tata bahasa, seperti ”kanan, keranjang, kiri, Frisbee, masuk,” yang memintanya untuk meletakkan Frisbee yang terdapat di sisi kirinya ke dalam keranjang di sebelah kanannya.

Membalik isyarat ”kiri” dan ”kanan” dalam instruksi tersebut akan turut membalikkan aksi Akeakamai. Akeakamai dapat menyelesaikan permintaan-permintaan seperti itu pada kesempatan pertama permintaan itu dibuat, menunjukkan pemahaman yang mendalam terhadap tata bahasa dari bahasa isyarat tersebut.!break!

”Mereka adalah spesies yang sangat vokal,” kata Herman menambahkan. ”Studi kami memperlihatkan bahwa mereka dapat meniru bunyi yang disampaikan semaunya yang kami pancarkan ke dalam tangki mereka, sebuah kemampuan yang mungkin dapat dihubungkan dengan kebutuhan mereka sendiri untuk berkomunikasi. Saya tidak mengatakan bahwa mereka memiliki bahasa lumba-lumba. Namun, mereka mampu memahami instruksi anyar yang kami sampaikan menggunakan bahasa yang kami ajarkan; otak mereka memiliki kemampuan tersebut.

”Banyak hal yang dapat mereka lakukan yang selama ini selalu diragukan manusia mengenai binatang. Contohnya, mereka menafsirkan secara benar, pada kesempatan pertama, instruksi bahasa tubuh yang diberikan oleh seseorang melalui layar televisi yang diletakkan di balik jendela bawah air. Mereka mampu mengenali bahwa citra televisi merupakan representasi dari dunia nyata yang dapat dilakukan dengan cara yang sama di dunia yang sesungguhnya pula.”

Mereka juga dengan sigap meniru perilaku motorik para instruktur. Jika seorang pelatih menekuk badannya ke belakang dan mengangkat satu kaki, sang lumba-lumba akan memutar telentang dan mengangkat ekornya ke udara. Walaupun sikap meniru pernah dianggap sebagai keterampilan yang sederhana, dalam beberapa tahun terakhir para ilmuwan kognitif telah mengungkapkan bahwa hal tersebut sangatlah sulit, mengharuskan si peniru untuk membentuk sebuah citra mental tentang tubuh dan pose orang lain, kemudian menyesuaikan anggota tubuhnya sendiri agar membentuk posisi yang sama—kegiatan yang menyiratkan kesadaran terhadap keberadaan diri. ”Ini Elele,” kata Herman, memutar sebuah film yang menampilkan lumba-lumba betina sedang mengikuti petunjuk seorang pelatih. ”Papan seluncur, sirip punggung, pegang.” Dengan serta-merta Elele berenang menuju papan dan, rebahan miring, dengan perlahan meletakkan sirip punggungnya di atas papan, sebuah perilaku yang belum pernah dilatih sebelumnya. Sang pelatih merentangkan tangannya lurus ke atas, mengisyaratkan ”Hore!” dan Elele melompat ke udara, bersuara dan ber-klik bahagia.

”Elele senang jika benar,” kata Herman.”Dan ia senang menciptakan sesuatu. Kami membuat isyarat untuk ’ciptakan,’ yang meminta lumba lumba menciptakan perilakunya sendiri.”

Lumba-lumba seringkali menyelaraskan gerakan mereka di alam liar, seperti meloncat dan menyelam bersebelahan, tetapi para ilmuwan tidak mengetahui isyarat apa yang dipakai mamalia laut itu untuk bertahan agar tetap terkoordinasi dengan erat. Herman berpikir mungkin ia dapat menguraikan teknik tersebut dengan murid-muridnya. Dalam film tersebut, Akeakamai dan Phoenix diminta untuk menciptakan sebuah trik dan melakukannya bersama. Kedua lumba-lumba tersebut lalu berenang menjauhi pinggiran kolam, berputar-putar bersama di dalam air selama kurang lebih sepuluh detik, kemudian meloncat keluar, berpusing laksana gasing searah jarum jam sambil menyemburkan air dari mulut, setiap manuver dilakukan pada waktu yang bersamaan. !break!

”Ini tidak dilatih sebelumnya,” kata Herman, ”dan bagi kami ini terlihat sangat misterius. Kami tidak mengetahui bagaimana mereka melakukannya—atau telah melakukannya.”

Ia tidak akan pernah mengetahuinya. Akeakamai, Phoenix dan dua lumba-lumba lainnya secara kebetulan mati empat tahun yang lalu. Melalui lumba-lumba tersebut, ia berhasil mendapatkan terobosan-terobosan yang teramat luar biasa dalam upaya memahami pikiran spesies lainnya—sebuah spesies yang bahkan oleh Herman digambarkan sebagai ”makhluk asing,” karena kehidupan akuatiknya dan fakta bahwa lumba-lumba dan primata telah berpisah jalur pada jutaan tahun yang lalu.

”Konvergensi kognitif jenis itu mengindikasikan bahwa kemungkinan terdapat tekanan serupa yang menyeleksi inetelektualitas,” kata Herman. ”Kita tidak berbagi biologi maupun ekologinya. Artinya hanya tersisa kemiripan sosial—kebutuhan untuk menetapkan hubungan dan aliansi berbarengan dengan periode perawatan induk yang lama dan umur yang panjang—sebagai faktor pendorong yang umum.””Saya mencintai lumba-lumba kami,” kata Herman, ”seperti keyakinan saya bahwa Anda mencintai binatang peliharaan Anda. Namun ini lebih dari itu, melebihi rasa cintamu terhadap binatang peliharaan. Lumba-lumba tersebut merupakan kolega kami. Hanya kata itulah yang cocok untuk menjelaskannya. Mereka merupakan rekan kami dalam penelitian ini, memandu kami menemukan semua kemampuan yang ada dalam alam pikiran mereka. Ketika mereka mati, rasanya seperti kehilangan anak-anak kami.”

Herman mengeluarkan sebuah foto dari arsipnya. Pada foto tersebut, ia berada di dalam kolam bersama Phoenix, lumba-lumba tersebut menyandarkan kepalanya di bahunya. Ia tengah tersenyum dan tangannya meraih ke belakang untuk memeluk Phoenix. Lumba-lumba betina itu licin dan keperakan dengan mata besar yang menarik dan tampaknya juga tengah tersenyum, seperti yang selalu dilakukan lumba-lumba pada umumnya. Ini adlah foto tentang cinta di antara dua makhluk. Di kolam tersebut, setidaknya pada saat itu, dengan jelas terlihat sebuah pertemuan antara kedua pikiran.