Tibet yang Lain

By , Rabu, 25 November 2009 | 10:35 WIB

Orang Uighur tidak mendiskusikan hal itu secara terbuka karena takut dipenjara, tetapi seorang lelaki yang tinggal di Kota Tua, Ahun, bersedia membahasnya denganku di rumahnya. Tak mudah bertemu dengannya karena aparat keamanan China telah beberapa hari membuntutiku.

Aku harus menunggu di alun-alun pada tengah hari yang ramai sampai melihatnya melintas di bawah patung Mao, lalu aku mengikutinya dari kejauhan tanpa saling menyapa.

Saat kami berjalan melintasi jalanan kota, dia berhenti dengan santai untuk minum air yang dijual penjaja, lalu mengikat tali sepatunya. Akhirnya kami sampai di Kota Lama. Alasan yang dipakai pemerintah China untuk menghancurkan lingkungan itu adalah usianya terlalu tua untuk menahan gempa bumi. Namun, mungkin ada motif lainnya. Saat aku dan Ahun masuk semakin jauh ke gang-gang di lingkungan itu, bahunya tak lagi tegang dan langkahnya lebih santai. Dia sulit diikuti di sini. Kota Lama adalah suaka.

Rumah-rumah di sana saling berdempetan, semuanya dua lantai dan memiliki halaman di rumah. Aku mengikuti Ahun menaiki tangga dan saat dia membuka pintu, aku baru menyadari bahwa rumah-rumah ini seperti tiram: bagian luarnya tampak kusam dan kasar, tetapi di dalamnya tembok plester putih berkilau, sementara permadani aneka warna mengimbangi langit-langit yang berlukis. “Aku berdoa. Saat salat, aku meminta kepada Allah, ‘Selamatkanlah rumahku,’” kata Ahun. Dari rumahnya tampak jelas petugas pemerintah sedang menghancurkan rumah di dekatnya. Menurut jadwal penghancuran, mereka akan sampai ke rumah Ahun tiga tahun lagi.!break!

Ahun mengaku dilahirkan di rumah itu. Demikian pula ayahnya dan kakeknya. Poyangnyalah yang membangun rumah itu di tanah keluarga. “Aku punya dua putra,” ujarnya. Ada lima generasi yang sudah tinggal di rumah tersebut.

Jika Hotan melambangkan masa lalu Xinjiang—dengan mayoritas penduduk yang sukuUighur berkumpul mengasah pisau, mencukur jenggot, bernyanyi—Kashgar mewakili masa kininya. Uighur masih menjadi penduduk mayoritas, tetapi budaya mereka di kota ini sedang digempur. Pemerintah bekerja cepat untuk menghancurkannya.

Pada saatnya nanti, kata Ahun, perkembangan ekonomi China akan membawa perubahan politik dan harapan bagi suku Uighur. “China akan terpaksa menerima sistem demokrasi,” ujarnya. Namun saat ini, sebagai orang yang setiap hari berdoa untuk keselamatan rumahnya, dia bersedia melakukan apa saja. “Anda tidak memahami kemarahan kami,” ujarnya. “Di Timur Tengah ada bom bunuh diri yang dilakukan orang yang membawa bom di badannya. Tapi dengan kemarahan kami, kami tak perlu dipasangi bom. Kami meledak sendiri.”

Pada Juni tahun ini, pekerja pabrik mainan yang tak puas di Shaoguan, dekat Hong Kong, dilaporkan menyatakan bahwa orang Uighur memerkosa dua wanita. Lalu terjadi perkelahian. Kekerasan itu berlangsung beberapa jam dan mengakibatkan banyak orang cedera. Pekerja Han yang marah di asrama pabrik itu memukuli dua pekerja Uighur hingga mati.!break!

Hal itu memicu api 3.200 kilometer dari sana, di Xinjiang. Pada 5 Juli, ribuan orang Uighur—jumlah yang dilaporkan sangat bervariasi—memenuhi jalan-jalan Urumqi untuk memerotes perlakuan terhadap pekerja Uighur. Pihak berwenang tidak mengantisipasi hal ini.

Aku berbicara dengan seorang pemudi bernama Arzigul yang ikut dalam unjuk rasa tersebut. Menurut Arzigul, awalnya unjuk rasa berlangsung damai saat para pemuda berjalan mengitari alun-alun ibu kota. “Mereka meneriakkan kata ‘Uighur! Uighur! Uighur!’” ujarnya. Saat aparat keamanan tiba, terjadilah sesuatu—apa persisnya tak bisa dipastikan. Masing-masing pihak menyatakan bahwa pihak lainlah yang pertama menyerang, tetapi pada satu saat pihak berwenang mencoba mengendalikan massa yang sepertinya berubah menjadi gerombolan penyerang orang Han yang ada di jalan. Dua hari kemudian sekelompok orang Han—sepertinya berjumlah ribuan—turun ke jalan membawa golok daging, pentung, dan pisau. Mereka balas menyerang orang-orang Uighur.

Pejabat China menyatakan mereka melindungi warganya dari teroris. Pada Juli, Wakil Menteri Luar Negeri He Yafei menyebut kerusuhan itu “insiden kriminal yang brutal dan serius, yang dirancang dan diatur oleh kekuatan terorisme, separatisme, dan ektremisme luar.” James Millward, pakar Xinjiang, menyatakan banyak orang Han—termasuk pejabat—benar-benar percaya bahwa Xinjiang menghadapi ancaman teroris dan penyusup. “Itulah yang selalu diberitahukan kepada mereka.”

Akhirnya militer dan polisi berhasil mengamankan Urumqi dan sepertinya tak mungkin ada kerusuhan lagi. Saat itulah tiga orang keluar dari masjid di kawasan permukiman Uighur dan membuat orang-orang berlarian.***!break!