Sang Dalang: Perdagangan Satwa Liar Asia

By , Rabu, 30 Desember 2009 | 11:44 WIB

“Anda tentu tahu,” kataku, “Aku orang Amerika. Dan kalau sudah berbicara tentang Malaysia dan satwa liar, yang kami dengar di AS hanyalah satu cerita.”

“Cerita apa?” dia bertanya dengan ramah.

Aku tersenyum. “Anson Wong.”

Misliah terkikik. Dia sudah bekerja di Perhilitan pada awal 1980-an, kira-kira pada waktu yang sama saat Anson memulai bisnis reptilnya dan bertugas di Penang dalam sebagian besar masa kariernya. “Lebih dari sepuluh tahun aku memeriksa barang kirimannya,” katanya.

Misliah mengaku tidak tahu apa-apa tentang reptil ketika mulai bekerja di situ, tetapi sekarang dia sudah tahu banyak hal. “Segala sesuatu yang kuketahui tentang reptil kupelajari karena aku membuka peti kemas Anson.”

“Dia sangat pintar,” kata Misliah lagi, menjelaskan bahwa Anson melakukan semua transaksi lewat telepon. “Di Malaysia, kita harus menangkap basah orang bersama satwanya. Tidak seperti di AS yang memiliki Lacey Act,” katanya dengan nada meremehkan.!break!

Lacey Act menetapkan, pelanggaran undang-undang satwa liar juga undang-undang yang berlaku di negara lain tergolong sebagai kejahatan federal dan penyelundup satwa liar tidak harus tertangkap basah dengan satwanya untuk menghadapi tuntutan pidana dengan hukuman berat. Misliah menganggap hukuman yang dijatuhkan kepada Anson berdasarkan Lacey Act tidak sah dan secara terbuka menuduh US Fish and Wildlife Service menjebaknya.

“Katanya dia punya komodo, tetapi dia tidak pernah menangani sendiri satwanya—di mana-mana dia punya orang yang mengurus satwanya,” kata Misliah. “Ketika dia dipenjara, Anson menulis surat kepadaku. Dia menyuap agar mendapat perlakuan lebih baik. Mereka memperlakukannya seperti seorang raja!” Misliah menjelaskan bahwa bisnis Anson terpuruk ketika dia dipenjara dan istrinya yang mengurus bisnisnya. “Namun,” katanya lagi, “sekarang sudah maju lagi.”

Pejabat penegak hukum urusan satwa liar Malaysia yang menempati posisi kedua membicarakan pedagang ilegal warga negaranya yang paling dikenal kebusukannya seperti orang yang justru mengaguminya. “Orang bertanya, ‘Mengapa Anda memberinya izin?’” Misliah tersenyum. “Dia memang anak bengal, tetapi kalau kami tidak memberinya izin, dia pasti akan tetap melakukannya juga.” Dengan cara ini, katanya, mereka dapat mengawasinya.

Sampai sekarang Misliah menjamin Anson. “Anson Wong menjalankan bisnisnya secara legal dan mematuhi kebutuhan dan persyaratan undang-undang dalam negeri. Dia dan bisnisnya di semenanjung Malaysia diawasi secara ketat oleh departemen ini,” begitu penegasan kantornya dalam pernyataan tertulis kepada pers pada tahun 2008. Misliah juga mendukung peraturan yang melegalkan penangkaran harimau dan empedu beruang. “Mengapa tidak?” tanyanya kepadaku.!break!

Misliah Mohamad Basir yang begitu rendah hati, tampak ramah, adalah salah satu pengambil keputusan di bidang satwa liar paling berkuasa di dunia. Di bawah pengelolaannya, Malaysia menjadi pusat perdagangan tingkat dunia.

Aku terus membayangkan betapa menyenangkannya penampilan wanita ini. “Bukankah Misliah itu wanita mungil paling manis yang pernah Anda kenal?” tanyaku kepada seorang pejabat senior Perhilitan.Pejabat itu menatapku sejenak, mengawasiku, lalu tersenyum. “Di Perhilitan, kami men-juluki-nya: kecil-kecil cabai rawit.”Satpam yang di dekat kami mengangguk.“Cabai rawit terkecil memang paling pedas.”

DICARI: SHERIFFMisliah pernah menyebut seorang yang dianggapnya musuh bernama Chris Shepherd, penyelidik berani yang memberi perhatian pada kegiatan perdagangan satwa liar di pasar gelap di seluruh Asia Tenggara. “Katanya negara kami hanya negara transit,” Misliah berkata kepadaku dengan nada yang jelas mencemooh. “Katanya kami tidak melakukan apa-apa untuk menghentikan penyelundupan.”

Shepherd, seorang warga Kanada, bekerja di TRAFFIC yang merupakan kepanjangan tangan WWF dan IUCN dalam memantau perdagangan. Kantor pusatnya di Cambridge, Inggris, sementara kantor cabangnya tersebar di seluruh dunia. Penyelidik TRAFFIC memantau tindak kejahatan dan meneruskan hasil temuannya kepada badan penegak hukum di negara tempat kejahatan terjadi. !break!

Shepherd adalah kepala penyelidik di kantor pusat Asia Tenggara di Petaling Jaya, Malaysia. Selama sepuluh tahun terakhir dia menerbitkan banyak sekali laporan mencakup perdagangan gelap. Dia dipandang sebagai penyelidik terbaik di kawasan ini. Laporannya sangat bermanfaat bagi pakar pelestari-an satwa dan penegak hukum seluruh dunia.

Saat menemui Shepherd dan bertanya apakah aku boleh melihat berkas yang dimilikinya tentang Anson Wong, dia menatapku dengan tatapan kosong. Dia membuka sebuah lemari kabinet, lalu mengeluarkan map tipis dari laci setengah kosong. Setelah membaca sekilas beberapa halaman, dia menggelengkan kepala.

Tidak ada seorang pun penyelidik LSM yang kutemui di Asia Tenggara termasuk Shepherd yang pernah bertemu langsung dengan Anson Wong. Berkali-kali aku bertemu dengan pakar yang penuh semangat mengajakku menyaksikan aneka macam kekejaman: anak beruang di Vietnam dibenamkan dalam air mendidih untuk mempertegas “kekuatan hidup” dalam sup cakar beruang, orangutan yang dirantai di halaman belakang rumah para jenderal Indonesia, burung terancam punah dijual terang-terangan di pasar Asia. Namun, saat kutanyakan apa hubungan antara hal-hal yang kusaksikan itu dengan organisasi kejahatan, tidak seorang pun bisa mengajukan contoh sindikat yang terstruktur.

Pada 2008, TRAFFIC menerbitkan laporan perdagangan bagian tubuh harimau sumatra dan mendesak pemerintah Indonesia mem-perketat penegakan hukum. Hasilnya, Indonesia membekukan TRAFFIC, tindakan yang setara dengan pengusiran. Tonny Soehartono, pejabat bagian konservasi di Departemen Kehutanan, menjelaskan alasan pembekuan tersebut: “TRAFFIC menyerang negaraku.”!break!

TRAFFIC sendiri hanya punya tiga pe-nyelidik yang menangani Asia Tenggara dan hanya seratus staf di seluruh dunia. Sekretariat CITES mempekerjakan hanya satu pejabat penegak hukum. Interpol juga mempekerjakan satu orang untuk mengelola program kejahatan yang melibatkan satwa liar.

Misliah tidak suka Shepherd karena kecamannya dimuat di koran, tetapi berita di media bisa menarik perhatian hanya jika bercerita tentang satwa pujaan. Berita tidak akan menarik pembaca jika yang diberitakan hanyalah ikan napoleon, atau 14 ton kura-kura, biawak, dan trenggiling yang ditemukan terapung dalam kapal yang ditelantarkan di lepas pantai China.

Salah satu harapan yang dapat diandalkan mungkin sebuah organisasi regional baru—Association of Southeast Asian Nations’ Wildlife Enforcement Network (ASEAN-WEN) yang dibentuk empat tahun lalu, bertugas memadukan petugas pabean, pejabat urusan satwa liar, jaksa penuntut, dan polisi dari tiap negara anggota yang berjumlah sepuluh. Australia, Selandia Baru, dan AS juga terlibat, dan sebagian besar dananya disediakan oleh US Agency for International Development. Ini adalah testamen yang menunjukkan potensi ASEAN-WEN sehingga Anson Wong pun berlangganan buletin yang diterbitkan organisasi ini.

Bulan Agustus lalu, Misliah menanggapi tuduhan adanya hubungan tidak jujur antara departemen yang dipimpinnya dan Anson Wong: “Menurut Malaysia, dia mematuhi undang-undang setempat dan memiliki izin yang diperlukan,” katanya. “Apa yang dilakukannya di luar negeri bukanlah urusan kami.