Satu-Dua Hal Soal Si Kembar

By , Kamis, 29 Desember 2011 | 13:55 WIB

“Pada masa kehamilan, banyak perubahan yang harus terjadi saat sel berkomitmen dan menjadi jaringan yang semakin khusus, dan kita tahu proses itu melibatkan serentetan program epigenetika,” kata Andrew Feinberg, direktur Center for Epigenetics di Johns Hopkins School of Medicine.

Kajian Feinberg berfokus pada proses epi­genetika yang disebut metilasi DNA, yang di­ketahui memperlemah atau memperkuat ekspresi gen. Untuk lebih memahami kaitan proses ini dengan autisme, Feinberg dan timnya menggunakan pemindai dan komputer guna menelusuri sampel DNA dari kembar autistik untuk mencari “tag” epigenetis, yaitu tempat di sepanjang genom yang pola ekspresi gennya diubah oleh metilasi.

Tujuan penelitian yang kini masih berjalan ini ada­lah menentukan apakah pengidap autisme parah seperti John memiliki profil metilasi yang berbeda dengan orang lain. Jika ya, itu mungkin menjelaskan mengapa ia begitu berbeda dengan Sam.

Ini pendekatan baru yang menjanjikan, kata Arturas Petronis, yang mengepalai lab epi­genetika di Centre for Addiction and Mental Health di Toronto. Para peneliti sudah cukup lama tahu bahwa gangguan kompleks seperti autisme memiliki tingkat keterwarisan yang tinggi. Tetapi, penelitian urutan DNA yang inten­­sif belum mengungkapkan mengapa kembar seperti Sam dan John memiliki peri­laku yang sangat berbeda.

“Setelah 30 tahun kajian genetika molekuler, kita hanya mampu menjelaskan dua sampai tiga persen kecenderungan gen ter­hadap penyakit ke­jiwaan,” katanya. Sisanya masih misteri.Seperti yang mudah diakui Feinberg dan Petronis, penelitian seperti itu masih dalam tahap awal.

Para ilmuwan baru saja mulai me­mahami kaitan antara proses epigenetika dan gangguan kompleks seperti autisme. Kabar baiknya, sebagian proses ini, tidak seperti urutan DNA kita, dapat diubah. Misalnya, gen yang dibungkam oleh metilasi kadang dapat diaktifkan kembali dengan relatif mudah. Diharapkan kelak kesalahan epigenetika dapat diperbaiki dengan mudah.!break!

Menulis dengan Pena dan Pensil

Kembali di Festival Hari Kembar, Danielle Reed meminta orang kembar berpartisipasi dalam kajian alkoholnya. Reed, yang berlatar pendidikan genetika, telah bekerja dengan banyak orang kembar selama bertahun-tahun dan memikirkan dalam-dalam apa yang diajarkan kajian orang kembar kepada kita.

“Saat melihat orang kembar, sangat jelas bahwa sebagian besar kemiripan mereka disebabkan oleh genetika,” katanya. “Banyak hal pada diri mereka yang benar-benar sama dan tak dapat diubah. Tetapi setelah lebih mengenal mereka, juga jelas bahwa ada hal-hal lain pada diri mereka yang berbeda. Menurut saya, epigenetika adalah penyebab sebagian besar perbedaan itu.”

Reed berpendapat, berkat upaya Thomas Bouchard-lah kajian saudara kembar zaman sekarang melonjak. “Dia pelopornya,” katanya. “Kita lupa bahwa 50 tahun yang lalu, hal seperti alkoholisme dan penyakit jantung dianggap hanya disebabkan oleh gaya hidup. Skizofrenia juga dikira diakibatkan oleh pengasuhan anak yang buruk. Dengan adanya kajian saudara kembar, kita dapat merenungkan lebih dalam apa yang sebenarnya merupakan bawaan dan apa yang disebabkan oleh pengalaman.”

Kajian terbaru dalam epigenetika men­janjikan akan memperluas pemahaman kita. “Yang ingin saya katakan, ada yang ditulis alam dengan pensil, ada yang dengan pena,” katanya. “Hal yang ditulis dengan pena tidak dapat diubah. Itu DNA. Tetapi hal yang ditulis dengan pensil dapat diubah. Itu epigenetika. Sekarang kita bahkan mampu melihat DNA dan mengetahui letak tulisan pensilnya. Ini dunia yang sama sekali baru.”

Bagi Sam dan John, dunia itu tampaknya me­nawar­kan janji baru. Akhir-akhir ini John menemukan suaranya, memperluas kosakatanya di luar perintah satu kata. “Aku ingin pergi kolam besar renang dengan Ibu Ayah Sam John,” katanya suatu malam di kolam renang dekat rumah. “Astaga, kalimat 11 kata diucapkan oleh anak yang paling pendiam,” ibunya merayakan di blognya. “Anak paling pendiam yang berubah musim panas ini: anak yang telah menggunakan kata-kata, tidak lagi menarik-narik saya ke segala tempat.”

Sam sendiri melahap buku-buku tentang mitologi Yunani dan ortopedi, pasangan topik yang dipicu oleh sikunya yang patah. Setelah mem­baca dongeng tentang Icarus, yang terbang di atas Kreta dengan sayap dari bulu dan lilin, ia ingin mencobanya dari sofa ruang duduk, dan berakhir di UGD. Itu memberinya waktu luang, saat memulihkan diri di rumah, untuk terjun ke buku-buku teks kedokteran. Setiap anak, dalam caranya masing-masing, sedang berusaha terbang.